Gempa M 5,3 di Blitar yang terjadi Minggu (5/7) dini hari terasa sampai kota-kota di selatan Jawa Tengah.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
Gempa bumi dengan magnitudo 5,3 (update M 4,9) terjadi di selatan Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Minggu (5/7/2020), pukul 02.09. Episenter gempa berada pada jarak 125 kilometer selatan Kanigoro, Blitar, dengan kedalaman 92 kilometer. Gempa tidak berpotensi tsunami.
Guncangan gempa dirasakan di beberapa daerah, seperti Blitar, Malang, Nganjuk, Pacitan, Jember (3 MMI). Selain itu, getaran juga dirasakan di Bantul (DI Yogyakarta), dan Wonogiri, Kulon Progo, hingga Cilacap (Jawa Tengah)-(2 MMI).
“Hingga kini belum ada laporan kerusakan yang disebabkan oleh gempa. Kepada masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Geofisika Malang, Musripan.
Kepada masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan
Melihat episenter dan kedalaman hiposenternya, menurut Musripan yang terjadi adalah gempa bumi menengah akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia. Hasil analisa mekanisme sumber menunjukkan gempa memiliki mekanisme pergerakan menurun (normal fault).
Hanung Prakoso (40), warga Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, mengatakan dirinya sempat terbangun oleh goyangan gempa. “Sebagian warga ada yang keluar rumah. Bahkan ada yang membunyikan kentongan. Saya sendiri hanya duduk di dalam rumah,” ujarnya.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang Bagyo Setiono mengatakan hingga Minggu pagi ini belum ada laporan kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh gempa yang sumbernya berada di jarak 131 kilometer barat daya Malang itu.
Terkait gempa, BMKG Stasiun Geofisika Malang telah memasang alat sistem penerima pesan (warning receiver system (WRS) di delapan titik, antara lain di Malang, Kediri, Jember, Bondowoso, dan Lumajang. WRS dipasang di kantor BPBD dan kantor Bupati.
Musripan menjelaskan, WRS berisi informasi real time terkait peristiwa gempa bumi yang terjadi di berbagai tempat (sharing informasi dari komputer BMKG). Di dalamnya menyebutkan data-data mengenai lokasi episenter, hiposenter, besaran, hingga peringatan ada atau tidak ada tsunami akibat gempa tersebut.
“Alat ini bisa dimonitor di BPBD, pegawai di Kantor Bupati, termasuk di kantor BMKG Stasiun Geofisika Malang. Alat ini bisa dipakai untuk memantau dan memberi informasi secara dini dan cepat. Belum ada 5 menit (setelah gempa) langsung dikirim ke sini. Sehingga kalau ada sesuatu, pengambilan kebijakan bisa dilakukan secara cepat dan bisa meminimalisir resiko bencana,” ujarnya.
WRS melengkapi piranti pendeteksi gempa yang sudah ada, seperti peringatan dini tsunami (Ina-TEWS). Ina-TEWS sudah terpasang di sejumlah daerah di pesisir selatan Jawa Timur, seperti Malang selatan, Jember, dan Lumajang. “Dari Ina-TEWS data dioleh oleh BMKG kemudian disebarkan melalui WRS,” katanya.