logo Kompas.id
Hancurnya Ekosistem Penulis?
Iklan

Hancurnya Ekosistem Penulis?

Performance penyair-penyair robot atau ”robotpoet” kini memunculkan tantangan maupun pertanyaan baru untuk melihat kembali ”apa arti puisi” sekarang ini. Apakah puisi masih bagian dari praktik bahasa dan sastra?

Oleh
Afrizal Malna
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/-GTqMFWOVbSnvPcKLiPMfIJ0U3U=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F12%2FIMG_20191230_170750_1577716164.jpg
KOMPAS/NIKSON SINAGA

Buku dan mesin ketik manual yang biasa dipakai sastrawan Damiri Mahmud di kamar sederhananya di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (30/12/2019).

Tulisan ini bisa dikatakan merupakan respons atas dua tulisan Putu Fajar Arcana (”Puisi dalam Tiga Langkah”, Kompas, 24 Juni 2020, 08:03 WIB; dan ”Mesin Ketik Tua Hadiah Mertua”, Kompas, 1 Juli 2020, 08:03 WIB).

Saya termasuk penulis dari ”generasi mesin tik”, bagian dari ekosistem media massa cetak (koran, majalah, buku). Satu-satunya platform yang dimiliki pemerintah dalam ekosistem ini adalah Balai Pustaka, lembaga peninggalan Belanda (Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur ”Komisi untuk Bacaan Rakyat”) yang melahirkan Poedjangga Baroe. Namun, saya belum pernah sekali pun berhubungan dengan ”lembaga yang diam” ini.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000