Jangan Abaikan DBD di Tengah Pandemi Covid-19
Daerah dengan kasus tertinggi Covid-19 di Indonesia juga menjadi basis kasus demam berdarah dengue. Upaya pencegahan perlu menjadi prioritas di tengah pandemi ini.
Lima dari enam daerah dengan kasus tertinggi Covid-19 di Indonesia juga memiliki banyak kasus demam berdarah dengue. Upaya pencegahan perlu menjadi prioritas bersama mengingat adanya penambahan hingga ratusan kasus setiap hari.
Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman bagi seluruh daerah di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, hingga 21 Juni 2020 seluruh provinsi di Indonesia telah memiliki kasus DBD. Artinya, semua provinsi harus memiliki kewaspadaan pada dua hal, yakni Covid-19 dan DBD, mengingat kedua penyakit ini telah tersebar pada 34 provinsi di Indonesia.
Jumlah penderita DBD hingga pekan ketiga Juni telah mencapai 68.753 orang. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan kasus positif Covid-19 yang hingga 3 Juli 2020 telah mencapai 60.695 orang.
Jika menilik berdasarkan daerah, provinsi yang memiliki banyak jumlah kasus positif Covid-19 juga mencatatkan jumlah kasus yang tinggi untuk demam berdarah. Dari enam provinsi dengan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia, lima di antaranya mencatatkan lebih dari 2.000 kasus DBD.
Provinsi Jawa Timur, misalnya, hingga 3 Juli 2020, terdapat 13.048 kasus positif Covid-19 dan menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Sementara hingga 21 Juni 2020, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 5.104 pasien demam berdarah sepanjang tahun ini di Jawa Timur. Jumlah ini menempati Jawa Timur sebagai provinsi keempat dengan jumlah pasien DBD terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya.
DKI Jakarta, yang sebelumnya menjadi episentrum penyebaran Covid-19, juga mencatatkan jumlah kasus DBD yang tinggi, yakni 3.628 kasus. Jakarta menjadi daerah ketujuh dengan jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia.
Kondisi serupa juga dicatatkan oleh Provinsi Jawa Tengah yang hingga 3 Juli menjadi salah satu daerah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak di Indonesia. Untuk kasus DBD, Jawa Tengah berada satu tingkat di bawah Jakarta dengan jumlah kasus mencapai 2.846 kasus.
Perhatian khusus perlu diberikan kepada daerah Jawa Barat. Di tengah upaya untuk menghambat laju penularan Covid-19, Jawa Barat dihadapkan pada tingginya jumlah pasien DBD yang mencapai 10.594 kasus dan menjadi provinsi dengan jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia.
Di luar Pulau Jawa, catatan khusus perlu diberikan untuk daerah Sulawesi Selatan. Selain menjadi daerah dengan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia bagian timur, Sulawesi Selatan juga mencatatkan 2.100 pasien DBD sepanjang tahun ini.
Baca juga : Waspada Potensi Penularan DBD Bersamaan dengan Covid-19
Waspada
Kondisi ini tentu menjadi lampu kuning bagi sektor kesehatan pada masing-masing wilayah di Indonesia. Apalagi, dalam satu dekade terakhir, DBD selalu menjadi ancaman dengan angka kesakitan yang fluktuatif.
Puncak angka kesakitan tertinggi adalah pada tahun 2017. Dari 100.000 penduduk di Indonesia, 78 hingga 79 orang di antaranya terkena DBD. Angka kesakitan ini mengalami penurunan hingga tahun 2018 menjadi 24,75. Artinya, terdapat 24 hingga 25 orang pasien DBD pada setiap 100.000 penduduk.
Jika menilik ke belakang, perhatian khusus perlu diberikan kepada beberapa daerah di luar Pulau Jawa seperti Bali, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur. Pasalnya, dalam lima tahun terakhir, ketiga provinsi ini pernah menjadi daerah dengan angka kesakitan tertinggi DBD dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia.
Bali, misalnya, selama tiga tahun berturut-turut sejak 2014-2016, selalu menjadi daerah dengan angka kesakitan tertinggi DBD. Dari 100.000 penduduk, setiap tahunnya lebih dari 200 orang terkena DBD. Bahkan, pada tahun 2016, angka kesakitan DBD di Bali mencapai 515,90, sangat jauh di atas rata-rata nasional sebesar 78,85.
Kini, Bali juga menjadi daerah dengan jumlah positif DBD tertinggi kedua setelah Jawa Barat. Kondisi ini tentu menjadi lampu kuning dan perlu memperoleh perhatian agar pasien DBD tak semakin banyak bertambah.
Perhatian khusus juga perlu diarahkan kepada Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2017, Sulawesi Selatan pernah mencatatkan angka kesakitan tertinggi di Indonesia, yakni 106 jiwa per 100.000 penduduk. Angka kesakitan ini jauh di atas rata-rata nasional saat itu yang mencapai 26,10.
Di Kalimantan, Provinsi Kalimantan Timur juga pernah menjadi daerah dengan angka kesakitan tertinggi kasus DBD di Indonesia. Pada 2018, jumlah pasien DBD di daerah ini mencapai 87 hingga 88 orang per 100.000 penduduk, cukup jauh di atas rata-rata nasional sebanyak 24,75.
Hingga pekan ketiga Juni, Kalimantan Timur mencatatkan 1.459 kasus DBD, tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Kalimantan. Kondisi ini tentu perlu diwaspadai agar kondisi seperti tahun 2018 tak kembali terulang.
Baca juga : Kota Sehat Bukan Mimpi, asal…
Antisipasi
Kondisi yang dialami Indonesia juga dialami oleh negara-negara di Benua Amerika. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Pan-Amerika, telah terdapat 1,7 juta kasus DBD yang melanda sejumlah negara. Brasil, negara tropis seperti Indonesia, mencatatkan angka tertinggi yang mencapai 1,1 juta kasus DBD atau 65,6 persen dari total kasus di Benua Amerika. Pada saat yang sama, Brasil juga harus menanggulangi 1,4 juta kasus positif Covid-19.
Kondisi yang dialami Brasil tentu perlu menjadi pelajaran bagi Indonesia sebagai sesama negara tropis. Langkah antisipasi perlu dilakukan agar jumlah kasus DBD tidak semakin bertambah seiring semakin terus meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19.
Apalagi, menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, sejak 10 Januari hingga 19 Juni, rata-rata penambahan pasien DBD per hari berkisar 100-500 kasus.
Langkah antisipasi perlu dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Apalagi, obat DBD secara spesifik belum ditemukan sehingga upaya preventif menjadi hal yang mutlak harus dilakukan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, terdapat empat hal utama yang dapat dilakukan sebagai langkah preventif agar masyarakat dapat terhindar dari DBD. Pertama adalah mencegah perkembangbiakan nyamuk. Hal ini dapat dilakukan dengan membuang limbah padat dan membersihkan wadah penyimpanan air di lokasi permukiman setiap minggunya.
Kedua, langkah antisipasi dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah seperti tirai jendela dan beberapa bagian lainnya yang memungkinkan sebagai tempat bersarangnya nyamuk. Selain itu, menggunakan pakaian yang meminimalkan paparan kulit terhadap gigitan nyamuk juga dapat dilakukan, khususnya pada pukul 10.00-12.00 dan 16.00-17.00 saat aktifnya nyamuk aedes aegypti penyebab DBD.
Ketiga, dari sisi pemerintah, sosialisasi mutlak perlu dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, penyemprotan juga penting untuk dilakukan oleh otoritas kesehatan masing-masing daerah sebagai langkah pengendalian dalam kondisi darurat. Terakhir, pengetahuan terkait populasi nyamuk juga harus dimiliki untuk mengetahui daerah rawan DBD.
Penanganan DBD saat ini tentu berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena berkelindan dengan upaya penanganan Covid-19. Namun, apa pun kendalanya, upaya pencegahan DBD perlu dilakukan agar jumlah pasien di setiap daerah tidak bertambah setiap harinya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?