Pemkab Sumba Timur Berjuang Membasmi Hama Belalang di Tengah Pandemi Covid-19
›
Pemkab Sumba Timur Berjuang...
Iklan
Pemkab Sumba Timur Berjuang Membasmi Hama Belalang di Tengah Pandemi Covid-19
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur berjuang menangani hama belalang kembara di tengah pandemi Covid-19 yang mengancam daerah itu sejak awal Maret 2020. Sekitar 30.000 hektar pertanian dirusak belalang kembara.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
WAINGAPU, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sumba Timur berjuang menangani hama belalang kembara (Locustamigratoria) di tengah pandemi Covid-19 yang mengancam daerah itu sejak awal Maret 2020. Sekitar 30.000 hektar pertanian dirusak belalang kembara. Pemkab setempat kesulitan bahan pestisida dan kendaraan untuk memobilisasi peralatan. Kesulitan pestisida, petani memilih membakar hutan untuk membasmi belalang.
Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora yang dihubungi di Waingapu, Sabtu (4/7/2020), mengatakan, delapan kecamatan sudah terserang hama belalang kembara atau Locusta migratoria. Kedelapan kecamatan itu ialah Kota Waingapu, Kambera, Pandawai, Rindi, Malulu, Kambata, Mapambuhang, dan Kecamatan Pahunga Lodu.
Luas lahan sawah yang terserang belalang sekitar 10.000 hektar dari total 30.000 hektar lahan sawah. Sekitar 20.000 hektar di antaranya sudah dipanen. Sementara pertanian lahan kering yang diserang hama ini 20.000 hektar dari total luas lahan kering sekitar 300.000 hektar dari delapan kecamatan. ”Total lahan pertanian yang diserang belalang 30.000 hektar,” kata Gidion.
Lahan kering di Sumba Timur secara keseluruhan gagal panen khusus padi dan jagung karena curah hujan terbatas. Namun, di lahan kering ini masih ada umbi-umbian, kacang-kacangan, pisang, kelapa, sayur mayor, bumbu dapur, dan jenis tanaman hortikulutara lain sebagai andalan stok pangan petani pada musim kemarau ini. Karena itu, tanaman ini harus diselamatkan.
Kami berjibaku dengan dua masalah kemanusiaan saat ini. Hama belalang memang sering muncul setiap musim kemarau, tetapi tidak boleh dianggap sepele karena mengancam sumber pangan utama. Jika stok pangan habis terserang belalang, bakal lahir masalah kemanusiaan baru. (Jakalaki)
Saat ini pemkab kekurangan bahan pestisida pembasmi belalang dan mobil pengangkut air campur pestisida, dan alat-alat semprot. Pemkab sudah mengajukan bantuan ke Pemprov NTT dan pemerintah pusat, tetapi belum ada jawaban. Tim pengendali hama dari pemkab dan petani sedang berjuang mengatasi hama belalang ini sesuai kemampuan.
Ia mengatakan, produksi padi sawah di Sumba 8 ton per hektar, padi gogo 4-5 ton per hektar. Saat hama muncul, sebagian besar hasil pertanian sudah dipanen. Masih ada stok pangan di tingkat petani, tetapi memasuki puncak kemarau Agustus-Desember, harus diintervensi dengan proyek padat karya, dan bantuan sosial dari pemda dan provinsi berupa beras cadangan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumba Timur Mikhael Jakalaki mengatakan, Pemkab Sumba Timur membentuk dua tim untuk menanggulangi bencana kemanusiaan di sana. Satu tim dari dinas pertanian dan perkebunan ditambah beberapa staf BPBD yang fokus membasmi belalang kembara, dan satu tim lagi dari dinas kesehatan, staf BPBD, dan instansi lain yang menangani Covid-19.
”Kami berjibaku dengan dua masalah kemanusiaan saat ini. Hama belalang memang sering muncul setiap musim kemarau, tetapi tidak boleh dianggap sepele karena mengancam sumber pangan utama. Jika stok pangan habis terserang belalang, bakal lahir masalah kemanusiaan baru,” kata Jakalaki.
Penyemprotan pestisida
Tim penanggulangan belalang setiap hari melakukan pemantauan di lapangan bersama petani dan masyarakat. Jika ditemukan ada koloni belalang, segera dipelajari kondisi lapangan, kemudian dilakukan penyemprotan dengan pestisida yang dibuat secara tradisional dinas pertanian.
Penyemprotan paling sulit dilakukan ketika koloni belalang berada di perbukitan dengan kondisi geografis sangat sulit dijangkau kendaraan dan berjalan kaki. Saat ini tiga koloni belalang ada di pesisir Kawangu, Kecamatan Pandawai. Tim harus bisa menjangkaui lokasi ini sebelum petani memiliki cara sendiri mengusir belalang dengan cara membakar lahan.
Penyemprotan hanya bisa dilakukan pada malam hari karena siang hari belalang akan terbang ke lokasi lain saat mencium pestisida, kecuali koloni belalang dalam jumlah jutaan ekor berada di dalam lahan sawah dengan padi, jagung, dan tanaman lain yang hijau dan segar untuk dikomsumsi belalang. Kondisi tanaman pertanian ini membuat belalang sangat betah, enggan terbang meskipun disemprot pestisida.
Belalang yang baru berusia 3-4 hari sulit terbang. Ini mudah dimusnahkan dengan pestisida, kecuali sudah berusia di atas lima hari, daya jangkauan makin jauh, termasuk terbang menjelajahi wilayah yang terdapat makanan belalang.
”Tumbuh-tumbuhan dengan jenis daun ujung lancip paling disukai belalang, seperti padi, jagung, singkong, bambu, kelapa, dan ilalang. Jika jenis daun seperti ini sudah habis, mereka mengerat jenis tanaman lain, yang penting masih memiliki daun hijau,” kata Jakalakik.
Petani Kampung Harua, Kelurahan Kawangu, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, Umbu Mano Lodu (54), mengatakan memiliki 3 hektar sawah yang semuanya dipanen pertengahan Februari sampai dengan awal Maret. Ia kewalahan saat belalang muncul. Saat itu masih sekitar 1 hektar sawah yang belum dipanen. Setiap hari ia menjaga padi itu dengan cara menghasilkan asap sekitar lahan sampai akhirnya padi itu berhasil dipanen.
Ia mengatakan, ketika koloni belalang itu terbang, udara mendadak menjadi mendung dan gelap, padahal di luar gerlombolan belalang matahari bersinar terang. Mereka biasa terbang dalam koloni dan berkumpul juga selalu koloni.
Belalang ini tidak selamanya di lahan pertanian warga. Mereka juga berada di padang, semak, dan jauh dari pemukiman warga. Di situ mereka bertelur dalam jutaan butir kemudian tertimbun daun-daunan, lalu menetas pada musim itu atau tahun depan.
”Warga membakar padang savana karena ingin membasmi belalang ini sampai tuntas. Kalau dibakar malam hari, belalang tidak bakal terbang,” kata Lodu.
Ia mengatakan, pemerintah melarang warga membakar lahan, tetapi pemerintah tidak menyediakan pestisida pembasmi belalang. Petani memilih cara sendiri mengatasi belalang ini meski menimbulkan risiko di sisi lain.
Lodu mengusulkan agar pemerintah melakukan penelitian bagaimana cara memanfaatkan belalang itu sehingga dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia.