Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, mulai Selasa (7/7/2020), mereaktivasi destinasi wisata alam non-pendakian setelah ditutup akibat pandemi Covid-19. Sementara jalur pendakian masih ditutup.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, mulai Selasa (7/7/2020), membuka kembali destinasi wisata alam non-pendakian setelah sebelumnya ditutup akibat pandemi Covid-19. Selain menerapkan perjalanan sehari tanpa menginap dan pembatasan kuota untuk setiap destinasi, protokol kesehatan juga akan secara ketat diterapkan guna mencegah penyebaran Covid-19.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHH) Dedy Asriady menyampaikan itu pada konferensi pers ”Reaktivasi Kegiatan Wisata Alam di Destinasi Wisata Non-pendakian TNGR” di Mataram, Senin (6/7/2020).
Turut hadir dalam konferensi pers itu, antara lain, Kepala Bidang Perlindungan Hutan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (PHKSDAE) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB Mursal dan Sekretaris Dinas Pariwisata NTB Lalu Hasbulwadi.
Menurut Dedy, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 23 Juni lalu telah menyampaikan bahwa reaktivasi pariwisata alam di Indonesia sudah siap dimulai untuk tahap pertama. ”TNGR masuk dalam tahap pertama itu bersama 29 taman nasional dan taman wisata alam lainnya di Indonesia,” kata Dedy.
Setelah itu, menurut Dedy, berdasarkan arahan Dirjen KSDAE dan hasil koordinasi dengan Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Tengah, serta mempertimbangkan zona risiko Covid-19, reaktivasi tahap pertama kegiatan wisata alam di TNGR dilakukan pada Selasa ini.
Menurut Dedy, pada tahap pertama ini, Balai TNGR hanya membuka kembali destinasi wisata non-pendakian yang ditutup sejak Maret 2020 lalu. Itu pun hanya delapan dari total 13 destinasi wisata non-pendakian di TNGR. Kedelapan destinasi non-pendakian itu adalah Otak Kokok Joben, Telaga Biru, Air Terjun Jeruk Manis, Gunung Kukus, Timbanuh, Sebau, Savana Propok, dan Air Terjun Mangku Sakti.
Semua obyek itu berada di Kabupaten Lombok Timur. Namun, secara bertahap, destinasi non-pendakian lain di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara juga akan dibuka.
”Pembukaan ini juga menerapkan sistem one day tour atau perjalanan sehari dan tidak menginap, yakni dari pukul 09.00 sampai 15.00. Selain itu, diberlakukan kuota maksimal 30 persen dari kuota kunjungan normal,” kata Dedy.
Dedy memaparkan, Otak Kokok kuota maksimal 227 pengunjung per hari, sedangkan Telaga Biru (84 orang), Air Terjun Jeruk Manis (180 orang), Gunung Kukus (90 orang), Timbanuh (60 orang), Sebau (22 orang), Savana Propok (150 orang), dan Air Terjun Mangku Sakti (90 orang).
Protokol kesehatan
Balai TNGR juga akan secara ketat menerapkan protokol kesehatan kepada wisatawan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 baik itu di pintu masuk, saat di lokasi wisata, maupun saat keluar pintu wisata.
Protokol kesehatan itu ialah wisatawan diwajibkan menggunakan masker, membawa penyanitasi tangan, membawa kantong sampah, serta menerapkan jaga jarak minimal 1 meter. ”Wisatawan dari luar Provinsi NTB juga harus membawa surat keterangan bebas Covid-19 atau bebas gejala influenza untuk yang berasal dari Pulau Lombok,” kata Dedy.
Untuk memastikan reaktivasi berjalan lancar, menurut Dedy, pihaknya juga telah membentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan Reaktivasi untuk Kunjungan Wisata Alam pada Kawasan TNGR. Tim itu akan melakukan evaluasi secara berkala terkait reaktivasi tahap pertama, termasuk evaluasi untuk pembukaan destinasi wisata pendakian Gunung Rinjani, yakni Senaru dan Torean (Lombok Utara), Sembalun dan Timbanuh (Lombok Timur), serta Aik Berik (Lombok Tengah).
Tim itu akan melakukan evaluasi secara berkala terkait reaktivasi tahap pertama. (Dedy Asriady)
”Destinasi pendakian masih kami tutup sambil menunggu hasil evaluasi tim dan arahan pusat serta koordinasi dengan pemerintah daerah,” kata Dedy.
Mursal menambahkan, tidak hanya mematuhi protokol kesehatan, ia juga meminta masyarakat atau wisatawan untuk waspada. Hal itu karena dengan dibukanya destinasi wisatawa, ada peluang terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Menurut Mursal, selain secara internal, juga sudah ada satuan tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dikoordinasi Kepolisian Daerah NTB. Keanggotaan satuan tugas itu hingga level desa atau kawasan tapak.
Adapun Hasbulwadi berharap, semua pihak harus mendukung reaktivasi destinasi non-pendakian di kawasan TNGR. ”Harapannya, ini bisa menjadi contoh destinasi dengan penerapan protokol Covid-19 yang ketat sehingga tahap berikutnya, pembukaan jalur non-pendakian lain serta jalur pendakian lain, bisa cepat,” kata Hasbulwadi.
Menurut Hasbulwadi, dibukanya destinasi non-pendakian dan bisa segera disusul destinasi pendakian akan memberikan gambaran bahwa mesin pariwisata NTB mulai berjalan kembali. Pandemi Covid-19 telah membuat kunjungan wisata ke NTB menurun drastis terutama wisatawan mancanegara.
Sejauh ini, pelaku pariwisata di kawasan TNGR menyatakan siap jika kegiatan pariwisata di sana dibuka kembali, baik itu pengusaha pendakian maupun kelompok sadar wisata. Ketua Asosiasi Pengusaha Pendakian Rinjani Sumatim mengatakan, jika jalur pendakian dibuka kembali, mereka siap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.