Gagal Masuk Sekolah Negeri, Siswa Juga Kebingungan Cari Sekolah Swasta
›
Gagal Masuk Sekolah Negeri,...
Iklan
Gagal Masuk Sekolah Negeri, Siswa Juga Kebingungan Cari Sekolah Swasta
Satu pekan menjelang tahun ajaran 2020/2021, sejumlah siswa dan orangtua siswa masih kebingungan mencari sekolah swasta yang sesuai dengan kriteria. Dampak ekonomi akibat Covid-19 turut memengaruhi pemilihan sekolah.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Langkah Peter (60), salah satu orangtua siswa, terhenti di depan pintu gerbang SMK Muhammadiyah 4 Jakarta pada Senin (6/7/2020) siang. Saat itu, dua petugas keamanan menginformasikan bahwa penerimaan siswa baru telah ditutup.
Peter tidak langsung beranjak. Ia terdiam beberapa menit karena kebingungan harus ke mana lagi mencarikan sekolah untuk putranya. ”Anak saya masih kecewa (karena tidak diterima di sekolah negari), jadi tidak mau ikut. Masih bingung nyari sekolah yang cocok,” katanya saat ditemui di Jakarta.
Sebelumnya, putra Peter gagal masuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMK Negeri 17 Jakarta dan SMK Negeri 19 Jakarta karena faktor usia. Usia putranya masih 15 tahun 6 bulan, sedangkan siswa yang diterima di SMK pilihannya kebanyakan berusia di atas 16 tahun.
”Dulu setelah SD, anak saya tidak bisa masuk ke SMP negeri karena nilainya jelek. Makanya, dia belajar mati-matian biar bisa masuk SMK negeri. Tapi malah seperti ini,” ungkapnya.
Menurut Peter, saat ini memang masih banyak sekolah swasta yang menerima siswa baru, termasuk sekolah-sekolah di dekat tempat tinggalnya, di Kota Bambu Utara, Jakarta Barat. Hanya saja, anaknya masih berharap masuk ke SMK swasta favorit.
Dulu setelah SD, anak saya tidak bisa masuk ke SMP negeri karena nilainya jelek. Makanya dia belajar mati-matian biar bisa masuk SMK negeri, tetapi malah seperti ini.
Di sisi lain, Peter tidak mampu menyekolahkan anaknya di SMK swasta favorit karena biaya masuknya cenderung mahal. Terlebih, pandemi Covid-19 membuat kondisi ekonominya memburuk. Bahkan, jika masih belum mendapatkan sekolah yang tepat, ia berencana menunda sekolah anaknya hingga tahun depan.
”Saya sempet mikir seperti itu karena beberapa teman-temannya juga ada yang menunda sekolah, tetapi mau usaha dulu,” katanya.
Peter mengaku, selama ini cukup terbantu dengan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Akan tetapi, bantuan tersebut tetap tidak bisa memenuhi seluruh biaya pendidikan anaknya. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, ia tetap harus membayar kekurangan biaya sekolah anaknya.
Raka Zahran Firdaus (15) juga harus gigit jari lantaran tidak bisa masuk ke SMA Muhammadiyah 15 Jakarta. Daya tampung siswa di SMA Muhammadiyah 15 Jakarta telah penuh sejak pekan lalu.
Sebelumnya, Raka dinyatakan gagal diterima di SMA Negeri 24 Jakarta, SMA Negeri 16 Jakarta, dan SMA Negeri 85 Jakarta. ”Kebanyakan yang diterima minimal umur 16 tahun. Saya masih 15 tahun 9 bulan,” katanya.
Raka berencana mencari SMA swasta mana pun yang masih menerima siswa baru Nantinya, pada semester dua dia akan mengajukan pindah sekolah ke SMA negeri. ”Tadi sempat tanya-tanya ke sekolah negeri. Disarankan begitu,” katanya.
Kepala SMA Muhammadiyah 15 Jakarta Asrunnas Imran mengatakan, daya tampung siswa di tempatnya sudah penuh sejak Kamis (2/7/2020). Tahun ini, sekolahnya membuka lima kelas atau total 200 siswa. Jumlah tersebut naik dibandingkan tahun lalu.
”Kenaikannya drastis karena tahun lalu kami hanya membuka empat kelas atau 120 siswa,” katanya.
Menurut Imran, sedikit-banyaknya siswa yang gagal pada PPDB sekolah negeri tidak berdampak pada penerimaan siswa baru di sekolahnya. ”Justru, banyak sekolah negeri yang menambah daya tampung siswanya dari 36 siswa per kelas menjadi 40 siswa per kelas,” katanya.
Ia menduga membeludaknya siswa karena SMA Muhammadiyah 15 meniadakan uang pangkal atau uang pembangunan tahun ini. Hal itu didasari dari banyaknya orangtua siswa yang terkena dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.
”Tahun-tahun lalu, tidak sampai kami tolak seperti sekarang. Bahkan sepekan menjelang tahun ajaran baru kami masih kekurangan siswa,” katanya.
SD Strada Pejompongan Jakarta Pusat juga telah menutup penerimaan siswa baru sejak Juni 2020. Tahun ini, mereka hanya menerima 28 siswa atau hanya satu kelas. Sebagian besar siswa sudah mendaftar sejak Oktober 2019.
”Pendaftaran sudah dibuka sejak Oktober tahun lalu. Sekitar 70 persen pendaftar dari TK Strada Bina Sejahtera yang masih satu kompleks,” kata Kepala SD Strada Pejompongan Antonius Suyanto.
Suyanto mengaku tidak memiliki target yang muluk-muluk mengingat lokasi sekolahnya yang dikelilingi oleh SD-SD negeri dan beberapa SD swasta. ”Orang-orang di sini juga banyak yang memahami hal ini. Jadi kalau ada yang masih mau mendaftar, terpaksa kami tolak,” katanya.
Utamakan lokasi
Sementara itu, tidak semua siswa mementingkan sekolah negeri ketimbang sekolah swasta. Ada juga siswa yang lebih mengutamakan jarak antara rumah dan sekolah.
Salah satunya Fitria (12), siswa yang diantar ibunya, Dina (37), mendaftar di MTs Darul Ulum Jakarta Senin siang. Sebelumnya, ia gagal diterima di SMP Negeri 88 Jakarta, SMP Negeri 101 Jakarta, dan SMP Negeri 111 Jakarta.
”Anak saya umurnya 12 tahun 5 bulan. Kebanyakan yang diterima di SMP negeri usianya 12 tahun 8 bulan,” katanya.
Fitria sebenarnya punya peluang masuk di salah satu SMP negeri di Cengkareng, Jakarta Barat. Namun, hal itu ia urungkan karena lokasi sekolahnya yang jauh dari tempat tingalnya di Kemanggisan, Jakarta Barat. Alhasil, ia dan ibunya sepakat memilih sekolah yang lebih dekat, sekalipun sekolah swasta.
”Di Cengkareng kemarin ada yang usia minimalnya 11 tahun 7 bulan. Tapi jauh banget lokasinya, jadi akhirnya di swasta saja,” kata Dina.
Dina mengaku beruntung masih diterima di MTs Darul Ulum. Sebab, menurutnya, kuota yang tersedia di sana saat ini sudah menipis. ”Untung masih bisa karena kata panitia sudah hampir penuh,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SMP Josua Jakarta Barat Hendri Simatupang mengatakan, pihaknya masih membuka pendaftaran siswa baru meskipun tahun ajaran baru sudah dimulai. Tahun ini, ia menargetkan sekitar 100 siswa atau tiga kelas.
”Tapi kalau ada rezeki ya kami terima sampai empat kelas. Kami masih menerima sampai Agustus 2020,” katanya.
Menurut Hendri, tren pendaftaran siswa baru di sekolahnya biasanya meningkat setelah PPDB di SMP negeri selesai. Namun, pendaftar di SMP Josua relatif masih sepi saat ini. Kuota yang terpenuhi baru sekitar satu hingga dua kelas.
”Biasanya dalam minggu-minggu ini mulai ramai. Kami optimistis kuota tiga kelas akan terpenuhi menjelang tahun ajaran baru,” katanya.