Pelibatan Anggota DPR dalam CSR Dianggap sebagai Bentuk Pengawasan
›
Pelibatan Anggota DPR dalam...
Iklan
Pelibatan Anggota DPR dalam CSR Dianggap sebagai Bentuk Pengawasan
Pimpinan DPR meminta klarifikasi kepada pimpinan Komisi VII DPR terkait dengan pelibatan anggota DPR dalam penyerahan program tanggung jawab korporasi/CSR BUMN. Disebutkan, hal itu bagian dari fungsi pengawasan DPR.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menilai pelibatan anggota DPR dalam penyerahan program tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dari badan usaha milik negara sektor tambang sebagai bentuk pengawasan. Alasannya, anggota DPR dianggap paling memahami kebutuhan di masing-masing daerah.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Nasdem Rachmat Gobel mengatakan, pelibatan anggota DPR dalam penyerahan CSR BUMN sektor tambang di masa pandemi Covid-19 untuk memaksimalkan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Dengan begitu, katanya, kontribusi dari BUMN tersebut bisa berjalan dengan baik dan tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan.
”Yang disampaikan oleh pimpinan Komisi VII pada saat rapat dengar pendapat sudah sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Gobel seusai meminta klarifikasi terhadap pimpinan Komisi VII DPR terkait polemik permintaan pelibatan anggota DPR dalam penyerahan CSR BUMN, di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Pelibatan anggota DPR dalam penyerahan CSR BUMN sektor tambang di masa pandemi Covid-19 untuk memaksimalkan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3). (Rachmat Gobel)
Dalam proses klarifikasi yang berlangsung tertutup sekitar 30 menit itu, Gobel didampingi Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco. Hadir pula Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Alex Noerdin, Wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian, serta Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno.
Sebelumnya, peristiwa sejumlah anggota DPR meminta dilibatkan dalam pembagian CSR dari BUMN mengemuka saat rapat Komisi VII DPR dengan Holding Industri Pertambangan BUMN, MIND ID, Selasa (30/6/2020). Dalam rapat itu, terjadi pula insiden pengusiran Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak oleh anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir. Insiden terjadi saat pembahasan pelunasan utang untuk akuisisi saham PT Freeport Indonesia.
Gobel menjelaskan, bentuk CSR yang diserahkan kepada masyarakat pun bukan berupa uang, melainkan barang, seperti masker, pembersih tangan (hand sanitizer), alat pelindung diri, ventilator, sembako, dan bantuan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Namun, kata Gobel, polemik yang beredar di masyarakat bergerak dengan sangat cepat sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
”Apa yang menjadi polemik di masyarakat semata adalah kesalahpahaman karena keterbatasan informasi. Maka dari itu, penting bagi kami selaku pimpinan DPR untuk melakukan klarifikasi ini,” tutur Gobel.
Apa yang menjadi polemik di masyarakat semata adalah kesalahpahaman karena keterbatasan informasi. Maka dari itu, penting bagi kami selaku pimpinan DPR untuk melakukan klarifikasi ini. (Rachmat Gobel)
Tak berniat politisasi
Sementara itu, Alex Noerdin mengaku, di dalam rapat Komisi VII dengan BUMN, pihaknya hanya ingin mengingatkan kepada BUMN sektor tambang agar anggota DPR diundang saat pemberian CSR kepada masyarakat. Dia mengklaim tak ada sedikit pun tujuan meminta agar dilibatkan dalam pemberian CSR kepada masyarakat itu.
”Saya bingung, kenapa ini dibesar-besarkan seperti itu. Apanya yang salah? Di mana salahnya? Di mana kelirunya? Kami cuma mengingatkan kepada BUMN itu, pada saat mereka memberikan CSR, yang katanya, ada daftar wilayahnya, mbok, ya, kami diundang untuk menyaksikan,” ujar Alex.
Alex membantah bahwa itu sebagai bentuk permintaan. Menurut dia, semua dijalankan sebagai bentuk pengawasan Komisi VII terhadap mitra kerjanya. Lagi pula, lanjutnya, anggota DPR paling memahami kondisi daerah pemilihannya masing-masing.
”Bukan kami meminta, ya. Tak ada kata-kata saya meminta, tetapi menyaksikan. Dan, itu memang fungsi representasi dari anggota DPR, fungsi pengawasan dan supaya lebih tepat sasaran. Kami, kan, anggota DPR di dapil (daerah pemilihan) itu, dari tingkat kelurahan hingga desa, tahu persis apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Itu saja. Bukan kami meminta. Jadi tak ada masalahnya,” tutur Alex.
Pelibatan anggota DPR dalam penyerahan CSR itu bukan bentuk aji mumpung untuk meningkatkan citra mereka di mata masyarakat. (Alex Noerdin)
Alex juga membantah anggapan bahwa pelibatan anggota DPR dalam penyerahan CSR itu sebagai bentuk aji mumpung untuk meningkatkan citra mereka di mata masyarakat. "Enggak dong. Aji mumpung apanya. Tak ada politisasi,” katanya.
Terkait insiden pengusiran Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak oleh anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir, menurut Alex, itu terjadi akibat kedua belah pihak saling bersitegang urat leher. Namun, seyogianya di dalam setiap rapat dengar pendapat, setiap pihak terbuka untuk saling mendengarkan, bukan saling membantah.
”Di aturan DPR ini, tidak boleh berbantah-bantahan, tetapi dengarkan. Nanti ada gilirannya, dia memberikan alasannya itu. Jangan bantah-bantahan gitu,” ujar Alex.