Anak Korban Kekerasan Seksual Berulang di Lampung Didampingi
›
Anak Korban Kekerasan Seksual ...
Iklan
Anak Korban Kekerasan Seksual Berulang di Lampung Didampingi
Pemerintah Provinsi Lampung memberikan pendampingan kepada NV (13), anak yang menjadi korban kekerasan seksual saat dirinya berada di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Lampung Timur.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Lampung memberikan pendampingan terhadap NV (13), anak asal Kabupaten Lampung Timur, Lampung, yang menjadi korban kekerasan seksual saat berada dalam perlindungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Lampung Timur. Pendampingan secara psikologis dinilai penting karena korban diduga masih mengalami trauma.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung Theresia Sormin menuturkan, pemerintah daerah siap memberikan pendampingan untuk pemulihan psikologis korban. Awalnya, korban sempat menolak saat petugas menawarkan pendampingan.
Namun, setelah dibujuk, korban akhirnya menyatakan bersedia menjalani pendampingan rumah aman milik Pemprov Lampung. ”Kami akan memberikan pendampingan secara psikologis dan hukum. Kami masih menunggu surat rujukan dari Polda Lampung,” kata Theresia seusai menemui korban di Markas Besar Kepolisian Daerah Lampung di Bandar Lampung, Selasa (7/7/2020).
Menurut dia, secara fisik, NV dalam kondisi sehat dan bisa berkomunikasi dengan baik. Meski begitu, petugas akan tetap memberikan pendampingan karena korban membutuhkan pemulihan secara psikis.
Terkait dengan kasus ini, kata dia, pihaknya masih akan menunggu hasil penyelidikan dari Polda Lampung. Pemerintah akan mempertimbangkan pembekuan kegiatan di lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur.
Dugaan kekerasan seksual yang dialami NV dilaporkan oleh orangtua NV ke Polda Lampung, Kamis (2/7/2020). DA (49), petugas di lembaga P2TP2A Lampung Timur, diduga memerkosa NV pada Minggu (28/6/2020). NV diduga diperkosa saat ia dalam masa pemulihan akibat kasus kekerasan seksual pada 2019.
Berdasarkan catatan Dinas PPPA Lampung, sejak Januari 2020 sudah ada sekitar 70 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Lampung. Dari hasil penyelidikan, sebagian besar pelaku kejahatan seksual justru dilakukan oleh orang dekat korban.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, saat ini keberadaan terlapor DA sudah dalam pemantauan aparat Polda Lampung dan Polres Lampung Timur. Namun, aparat masih memperkuat barang bukti sebelum melakukan penangkapan.
Selain itu, pihaknya juga masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kondisi kesehatan dan mental korban. Polisi juga memeriksa sejumlah orang dekat korban. ”Kami masih melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, baik dari pihak keluarga, tetangga, maupun petugas P2TP2A Lampung Timur,” kata Pandra.
Keberadaan terlapor DA sudah dalam pemantauan aparat Polda Lampung dan Polres Lampung Timur.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung Chandra Muliawan, yang memberikan pendampingan hukum kepada korban, mendesak agar polisi mengusut tuntas kasus ini. Pasalnya, diduga masih ada korban lain selain NV. ”Kami masih terus mendorong agar korban lain berani melapor,” ujar Chandra.
Untuk memperkuat kasus ini, pihaknya sudah menyerahkan barang bukti berupa pakaian milik korban dan tikar kepada aparat. Adapun hasil visum korban belum keluar.
Berdasarkan keterangan korban, NV tidak hanya menjadi korban kekerasan seksual oleh pelaku selama sekitar enam bulan. Korban juga mengaku menjadi korban perdagangan manusia. Selama ini, korban ketakutan karena mendapat ancaman akan dibunuh oleh pelaku.
Chandra menilai, tindak kekerasan seksual yang dialami NV ini menjadi preseden buruk bagi Kabupaten Lampung Timur yang telah mencanangkan daerahnya sebagai kabupaten layak anak. Apalagi, pelaku merupakan pendamping yang semestinya memberikan perlindungan terhadap korban.
”Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Bagaimana tenaga sukarelawan yang semestinya memberikan pendampingan justru bisa menjadi pelaku kekerasan seksual. Ini juga menunjukkan ada persoalan di kelembagaan yang harus dibenahi,” kata Chandra.