”Burden Sharing” Jaga Kesinambungan Utang dan Pasar SBN
›
”Burden Sharing” Jaga...
Iklan
”Burden Sharing” Jaga Kesinambungan Utang dan Pasar SBN
Pembagian beban antara pemerintah dan Bank Indonesia diperlukan untuk menjaga kesinambungan utang dan kondisi pasar surat utang tetap kondusif. Nantinya, BI akan membeli surat utang pemerintah berikut bunganya.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembagian beban antara pemerintah dan Bank Indonesia diperlukan untuk menjaga kesinambungan utang dan kondisi pasar surat utang tetap kondusif. Investor asing tidak perlu khawatir karena tata kelola dilakukan secara hati-hati dan akuntabel.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, Selasa (7/7/2020), mengatakan, bunga utang pemerintah tahun ini diperkirakan meningkat cukup signifikan sehingga diperlukan skema berbagi beban (burden sharing). Pembagian beban bunga utang akan berimpikasi positif terhadap kesinambungan utang dan ruang fiskal pemerintah.
”Skema burden sharing dapat mendukung peringkat surat utang pemerintah yang tetap layak investasi dan tetap dapat menutupi defisit anggaran dalam jangka pendek,” kata Josua yang dihubungi dari Jakarta.
Skema burden sharing dapat mendukung peringkat surat utang pemerintah yang tetap layak investasi dan tetap dapat menutupi defisit anggaran dalam jangka pendek.
Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan akan membagi beban pendanaan untuk biaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dengan skema pembelian surat berharga negara (SBN) tanpa mekanisme pasar dan pembagian beban bunga utang. Total kebutuhan dana untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 695,2 triliun tahun ini.
Nantinya, Bank Indonesia akan membeli surat berharga negara yang diterbitkan pemerintah senilai Rp 397,56 triliun berikut beban bunganya. Pendanaan yang akan ditanggung BI menyangkut program hajat hidup orang banyak (public goods), seperti bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta bantuan untuk UMKM dan pemerintah daerah.
Pembelian SBN secara langsung oleh BI hanya berlaku untuk tahun 2020. Pembelian SBN dengan mekanisme privat placement ini memiliki tingkat kupon sebesar suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Repo Rate. Saat Ini suku bunga acuan BI sebesar 4,25 persen (Kompas, 6/7/2020).
Menurut Josua, dukungan BI tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan tingkat bunga obligasi pemerintah. Hal itu karena BI hanya mendukung kurang dari 15 persen dari total obligasi rupiah yang ada, dan hanya diterbitkan tahun ini saja.
Namun, tingkat bunga obligasi pemerintah masih berpotensi turun seiring proyeksi penurunan suku bunga acuan BI. ”Pembagian beban lebih untuk memitigasi risiko peningkatan beban utang dan mendorong kesinambungan utang pemerintah, yang pada akhirnya mendorong kondisi pasar SBN tetap kondusif,” ujarnya.
Penerapan skema pembagian beban antara otoritas fiskal dan moneter tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Skema ini juga diterapkan beberapa negara, seperti Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Thailand. Kebijakan ini harus dilakukan untuk merespons kondisi yang luar biasa akibat Covid-19.
Josua berpendapat, hampir semua bank sentral di dunia kini melancarkan kebijakan yang sama dengan Indonesia. Bank sentral ambil bagian dalam pendanaan Covid-19 dan pembiayaan defisit anggaran karena ruang fiskal pemerintah terbatas. Investor asing tidak perlu khawatir berlebih karena independensi bank sentral tetap dijaga.
”Dalam skema burden sharing ini, BI akan mengoptimalkan likuiditas dalam neraca keuangan saat ini dan tentunya disesuaikan dengan kemampuan neraca BI,” kata Josua.
Investor asing tidak perlu khawatir berlebih karena independensi bank sentral tetap dijaga.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, monetisasi utang pemerintah akan dilakukan secara hati-hati dan tetap menjaga independensi setiap institusi. Tata kelola yang transparan dan akuntabel akan melandasi setiap keputusan dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.
Selain membeli SBN pemerintah, BI akan membantu menanggung beban bunga utang untuk pendanaan pemulihan ekonomi dan dunia usaha (non public goods), termasuk bantuan UMKM dan pembiayaan korporasi. BI akan menanggung beban sebesar selisih antara bunga pasar (market rate) dan suku bunga acuan BI dikurangi 1 persen.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menambahkan, pemerintah harus menyusun strategi agar bunga dari penerbitan SBN tidak terlalu tinggi. Tujuannya agar tambahan penerbitan SBN tidak membebani APBN masa depan. Dalam kondisi serba sulit seperti saat ini, beban pembiayaan utang perlu dibagi antara pemerintah dan BI.