Generasi muda Indonesia yang akan mencapai puncak demografi pada 2045 perlu disiapkan untuk menjadi wirausaha agar berdaya saing dan tidak hanya menjadi target pasar. Untuk itu, pendampingan diperlukan sejak sekarang.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transaksi belanja digital dan uang elektronik yang kian meningkat selama pandemi Covid-19 memunculkan peluang usaha baru bagi generasi muda yang hendak memulai bisnis. Pemberdayaan dan pendampingan menjadi langkah penting untuk mencetak para pengusaha muda yang melek teknologi.
Bank Indonesia mencatat, pada Januari-April 2020 terjadi 1.290,42 juta transaksi dengan nominal transaksi Rp 46,09 triliun. Sementara dalam periode yang sama tahun lalu, jumlah transaksi mencapai 1,44 miliar dengan nominal transaksi Rp 31,42 triliun.
Seiring dengan itu, perlu dilihat pada 2045, seabad Indonesia merdeka, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan sebanyak 319 juta jiwa. Penduduk usia produktif yang lahir antara 1980-2030 akan jauh lebih besar dari penduduk usia tua.
Jumlah penduduk usia produktif masih besar, sekitar 210 juta orang, dengan bonus demografi telah berlalu tujuh tahun sebelumnya. Proporsi jumlah anak berumur kurang dari 18 tahun mengecil dan jumlah warga senior berumur lebih dari 65 tahun membesar. (Kompas, 20 Maret 2020)
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Wikan Sakarinto menyampaikan, dalam menyambut puncak bonus demografi, perlu ada persiapan untuk mencetak generasi wirausaha. Pembentukan sumber daya manusia tidak lagi berfokus pada hardskill, tetapi juga harus pada softskill.
”Nantinya, Indonesia ini akan sangat ’seksi’ dan tentunya dilirik oleh negara lain sebagai pasar yang besar. Maka kita jangan hanya menjadi pasar yang besar, tetapi harus juga mencetak para wirausahawan yang mampu bersaing secara global,” kata Wikan, Selasa (7/7/2020).
Paparan ini mengemuka dalam webinar ”Youngpreneurs Talk: Menumbuhkan Perekonomian Digital Indonesia Melalui Pemberdayaan Pengusaha Muda”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Manajer Kebijakan Publik Facebook Indonesia Karissa A Sjawaldy; Manajer Program Wilayah Barat Prestasi Junior Indonesia Utami Anita Herawati; pemilik Hj Mbok Sri, Adi Wahyu Prasetya; dan pemilik Highland Roastery, Yafeth Wetipo.
Menurut Wikan, ekosistem penciptaan wirausaha di dunia pendidikan Indonesia belum maksimal. Saat ini, murid-murid di sekolah masih banyak yang diarahkan untuk memiliki pemikiran menjadi pegawai, bukan sebagai pelaku usaha.
”Perlu ada investasi besar pada kurikulum penciptaan softskill agar murid-murid tidak hanya dicekoki ilmu hafalan untuk mendapat nilai tinggi. Kita juga butuh generasi orangtua yang tidak lagi berharap anaknya menjadi pegawai, tetapi menjadi wirausaha,” kata Wikan.
Utami Anita Herawati menyampaikan, pengenalan dan pendampingan untuk memulai ekonomi digital memang perlu dilakukan. Terlebih perilaku konsumen pun sudah berubah dan beralih ke belanja secara dalam jaringan (daring).
”Ini menjadi kesempatan baik untuk anak-anak muda memulai bisnis. Prestasi Junior Indonesia (PJI) juga telah memiliki lebih dari 400.000 alumnus yang mendapat keterampilan berwirausaha,” kata Utami.
Manfaatkan platform digital
Saat ini, PJI bekerja sama dengan Whatsapp (WA) untuk memberdayakan anak muda agar dapat menjadi pelaku usaha yang mampu menggunakan teknologi. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi wadah pembelajaran bagi anak muda yang hendak memulai bisnis.
Karissa A Sjawaldy menyampaikan, melalui kerja sama ini, WA juga akan menghadirkan Galeri Alumni PJI yang akan menampilkan berbagai produk dari alumni PJI melalui katalog WA Business. Dengan begitu, diharapkan produk semakin dikenal dan penjualan dapat meningkat.
Tidak hanya itu, para pelaku usaha dapat saling berbagi informasi dengan pelaku usaha lain melalui WA. Ada juga pelatihan bisnis melalui WA yang menargetkan 1.062 siswa dari 12 kota di Indonesia untuk belajar beberapa modul, salah satunya WA Business, agar dapat memahami dan memaksimalkan penggunaan fitur yang tersedia.
”Kami ingin mereka bisa bertanggung jawab, menjadi wirausaha muda yang melek privasi, keamanan, dan sadar bagaimana menggunakan WA dengan aman,” kata Karissa.
Utami mengatakan, pembelajaran akan dilakukan secara mandiri oleh setiap peserta dengan menggunakan modul yang disediakan melalui laman PJI. Apabila ada pertanyaan atau diskusi, akan dibuatkan jadwal khusus yang akan diisi oleh pelatih dari WA dan PJI.
”Melalui pembelajaran daring diharapkan dapat menjangkau lebih banyak peserta di banyak daerah. Keunggulan lainnya, para peserta dapat mempelajari berulang kali materi dalam modul yang disampaikan secara digital,” kata Utami.
Adi Wahyu Prasetya, pelaku usaha bawang goreng di daerah Palu, Sulawesi Tengah, menceritakan, awalnya bisnis keluarga yang berdiri sejak 1980 hanya mengandalkan penjualan di toko-toko. Namun, sejak 2017 Adi mencoba memanfaatkan dunia digital untuk memasarkan produk.
Ia pun merasakan langsung manfaat dari penggunaan WA Business untuk memperluas pasar. Kini, penjualan sudah mencapai wilayah Aceh hingga Papua.
”Dengan adanya platform digital, penjualan di masa pandemi yang menurun lebih dari 50 persen kini berangsur pulih. Sebanyak 44 pegawai pun tidak kami rumahkan karena produksi masih berjalan,” kata Adi.
Begitu pun yang dialami oleh Yafeth Wetipo, pelaku usaha di bidang kopi yang memberdayakan para petani Papua. Setelah empat tahun menjalani usaha secara offline, pada 2018 ia mencoba memanfaatkan fitur WA Business untuk mempromosikan kopi Papua.
”Dengan penjualan daring, pasar saya semakin luas. Sudah menjangkau Jakarta, Riau, hingga Makassar. Dalam masa pandemi, meski memang dampaknya sangat terasa dengan penurunan omzet lebih dari 50 persen, sekarang sudah kembali normal hingga 80 persen,” kata Yafeth.