Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan kebijakan ekspor benih bening lobster akan terus berlanjut, bahkan ditingkatkan. Pemerintah membuka kesempatan bagi seluruh perusahaan dan koperasi,
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pro kontra kebijakan ekspor benih bening lobster, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan, kebijakan itu akan terus jalan demi kepentingan masyarakat dan nasional. Ada peluang ekonomi yang bisa didapat dari penangkapan benih lobster.
Pemerintah membuka kesempatan bagi perusahaan mana pun dan koperasi untuk mendaftar sebagai pelaku budidaya dan ekspor benih lobster. Hingga saat ini, ada 31 perusahaan eksportir benih lobster yang telah diverifikasi, sementara jumlah nelayan penangkap benih yang terdaftar sudah mencapai 10.000 orang.
”Kita ingin seluruh rakyat kita makan. Rakyat itu bukan hanya nelayan. Si pengusaha salah satu pilar penting juga. Merekalah yang menggerakkan ekonomi. Apa kita mau rakyatnya makan, (tapi) perusahaannya habis. Nanti, siapa yang kasih makan beli lobster yang mereka (nelayan) tangkap berikutnya?” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Senin (6/7/2020).
Edhy menambahkan, pihaknya melihat peluang ekonomi dari penangkapan benih lobster. Jumlah benih lobster di Indonesia diperkirakan 26 miliar ekor untuk enam jenis lobster di 11 wilayah pengelolaan perikanan.
Apabila penangkapan benih hanya untuk lobster jenis pasir dan mutiara, jumlah benih ditaksir mencapai 5 miliar ekor. Terkait itu, kuota penangkapan benih bening lobster yang semula 139,4 juta ekor per tahun direncanakan ditingkatkan jadi 500 juta ekor benih per tahun.
Menurut dia, kebijakan penangkapan ratusan juta benih bening lobster itu tidak akan memicu persoalan lingkungan dan kepunahan benih. ”Kalau 10 persennya atau 500 juta benih saja yang kita izinkan (tangkap), saya yakin ini tidak punah,” katanya.
Pelaku usaha yang akan ekspor benih lobster diwajibkan mengikuti sejumlah persyaratan. Harga beli benih dari nelayan juga tidak boleh kurang dari Rp 5.000 per ekor. Ekspor benih dinilai untuk kepentingan rakyat dan menggerakkan ekonomi.
”Saya tidak peduli akan di-bully seperti apa mengelola negeri ini. Selama saya sangat yakin tujuannya mulia untuk membela rakyat saya, saya tidak peduli gambar saya dibikin telanjang, yang penting rakyat saya makan dan didukung oleh Komisi IV DPR,” kata Edhy.
Secara terpisah, Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andreau Misanta mengakui akan ada rencana ekspor benih lobster pekan ini. Investasi yang masuk semakin besar. Setiap perusahaan memiliki perhitungan investasi sebesar Rp 25 miliar. Dengan masuknya 50 perusahaan, Investasi akan lahir Rp 1,25 triliun.
”KKP terus memperbesar devisa negara melalui lini ini,” katanya.
Andreau mengakui, tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk ekspor benih bening lobster masih belum final. Tarif ekspor benih lobster diusulkan di kisaran Rp 1.000-Rp 5.000 per ekor. Penetapan tarif melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, dari data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, pada 12 Juni 2020, PT TAM dan PT ASL mengekspor benih lobster ke Vietnam melalui Bandara Soekarno-Hatta. PT TAM mengekspor 60.000 ekor benih lobster, sementara PT ASL mengekspor sekitar 37.500 ekor.
Ekspor berlangsung ketika tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk ekspor benih masih dibahas, yakni melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tarif PNBP ekspor benih lobster untuk sementara mengacu pada PP No 75/2015. Jika mengacu pada besaran pungutan menurut regulasi itu, PNBP yang diperoleh dari ekspor benih bening pada 12 Juni 2020 hanya Rp 34.375, di luar uji laboratorium. Rinciannya, PT TAM yang mengekspor 60.000 ekor benih lobster dikenai PNBP Rp 15.000 serta sertifikat kesehatan ikan dan produk perikanan (HC) Rp 5.000. Adapun PT ASL yang mengekspor 37.500 ekor benih lobster dipungut PNBP Rp 9.375 dan biaya sertifikat HC Rp 5.000 (Kompas, 26/6/2020).
Secara terpisah, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia Effendy Wong menyatakan, kebijakan membuka luas penangkapan benih bening lobster sama halnya dengan membuka eksploitasi benih besar-besaran dan menyongsong kepunahan benih. Kebijakan itu justru menjadi bumerang bagi pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
Kebijakan membuka luas penangkapan benih lobster sama halnya membuka eksploitasi benih besar-besaran dan menyongsong kepunahan benih.
Ia mengingatkan, ekspor benih lobster besar-besaran justru akan menghidupkan budidaya di Vietnam dan negara tetangga lain yang sudah memiliki teknologi budidaya lebih baik dibandingkan Indonesia. Di samping itu, pembudidaya lobster Indonesia juga kalah bersaing dari segi biaya produksi, transportasi, dan akses pemasaran.
”Pembudidaya lobster akan gugur satu per satu. Indonesia hanya akan menjadi penjual harta karun,” katanya.