Kritik Cara Xi Tangani Covid-19, Profesor Universitas di Beijing Ditahan
›
Kritik Cara Xi Tangani...
Iklan
Kritik Cara Xi Tangani Covid-19, Profesor Universitas di Beijing Ditahan
Kebebasan berekspresi di China berada di bawah kontrol atau pengawasan ketat Partai Komunis. Namun, semenjak Presiden Xi Jinping berkuasa kebebasan berekspresi menjadi lebih tercekik.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Otoritas China menahan Xu Zhangrun, profesor akademisi Universitas Tsinghua, Beijing, di sebuah tempat tersembunyi dan hingga Selasa (7/7/2020) belum diketahui keberadaannya. Xu mengkritik kebijakan dan cara penanganan Covid-19 oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping dan Xi dinilai memerintah secara sewenang-wenang.
Informasi penahanan Zhangrun ini disebarluaskan oleh dua rekannya, Senin (6/7/2020) petang. Menurut salah satu rekannya, yang meminta identitasnya dirahasiakan, otoritas China mengirimkan 20 petugas untuk mendatangi kediaman Zhangrun di pinggiran Beijing.
Rekan Zhangrun yang lain yang juga meminta identitasnya dirahasiakan mengatakan, seorang petugas kepolisian menghubungi istri Xu yang tinggal di lokasi berbeda dan memberitahukan soal penahanan tersebut. Polisi memberitahukan bahwa alasan pihak berwenang menahan Xu adalah keterkaitannya dengan kasus prostitusi di Chengdu.
”Itu tuduhan konyol dan memalukan,” kata dia yang juga menilai, tuduhan itu dibuat-buat. Namun, dia mengakui kalau Xu pernah mengunjungi Chengdu pada musim dingin lalu dengan sejumlah koleganya, para pemikir liberal yang juga berasal dari China. Dia tidak mengetahui apakah dugaan kejahatan yang disangkakan oleh otoritas China itu terkait perjalanan tersebut atau bukan.
Lokasi penahanan Xu hingga sekarang tidak diketahui. Dikutip dari The Guardian, seorang petugas di kantor kepolisian Changping, lokasi yang diinfokan menjadi tempat penahanan Xu, menyatakan tidak mengetahui informasi apa pun terkait dengan penahanan itu. Dia juga menyatakan tidak bisa memberikan keterangan apa pun seputar hal itu.
Dalam foto yang diambil pada 17 Juni 2020 ini tampak para petugas medis membantu seorang pria pasien terakhir yang pulih dari Covid-19 di rumah sakit paru-paru Wuhan, Hubei, China, sebelum meninggalkan rumah sakit itu.Kritik dan tahanan rumah
Kritik Xu terhadap Xi muncul dalam sebuah esai pada Februari 2020, yang menyoal budaya penipuan dan sensor ketika penyebaran Covid-19 terjadi di China.
Di dalam tulisannya yang muncul pada beberapa laman berita luar negeri, Xu menuliskan bahwa sistem kepemimpinan dan pemerintahan di China telah menghancurkan struktur pemerintahan itu sendiri.
Zu juga menambahkan, kekacauan yang terjadi di pusat penyebaran Covid-19 pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, mencerminkan masalah sistemik yang terjadi dalam sistem pemerintahan China.
Kritik Xu terhadap Xi bukanlah pertama kalinya. Pada 2018, Xu pernah bersuara lantang tentang penghapusan batas masa jabatan presiden pada 2018.
Karena esai itu, Universitas Tsinghua melarang Xu mengajar dan melakukan penelitian selama tahun 2019. Ratusan alumni dan akademisi dari seluruh dunia menandatangani petisi daring yang mengiginkan status Xu dipulihkan kembali.
Esai Xu pada Februari lalu juga telah membuat pria itu berada di dalam status tahanan rumah oleh otoritas China. Otoritas juga telah menghilangkan nama Xu dari mesin pencari buatan China, Baidu. Sejumlah rekannya juga menyatakan bahwa akun media sosial WeChat dan Weibo juga telah ditangguhkan.
Tsinghua dan otoritas keamanan publik di Beijing tidak segera memberikan tanggapan, termasuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan Xu.
Kebebasan berekspresi di China berada di bawah kontrol atau pengawasan ketat Partai Komunis. Namun, semenjak Presiden Xi berkuasa menjadi lebih mencekik.
Ruang untuk diskusi yang lebih bebas menyusut setelah pemerintahan Xi mencoba mengalihkan kesalahan soal asal muasal Covid-19. Banyak orang percaya virus muncul dan bersumber dari pasar hewan liar di Wuhan, Hubei.
Tahun lalu, pengadilan China memvonis Huang Qi—seorang pembangkang di dunia maya—pengelola situs yang sering melaporkan topik sensitif soal hak asasi manusia. Huang divonis 12 tahun penjara karena dinilai membocorkan rahasia negara.
Chen Jieren, mantan jurnalis People’s Daily—media yang menjadi corong Partai Komunis, dijatuhi hukuman pada Mei lalu karena menulis berita yang dinilai memprovokasi warga atas sebuah konflik. Dia juga dinilai menulis berita palsu dan negatif.
Tidak hanya jurnalis atau akademisi yang diincar oleh otoritas. Ren Zhiqiang, taipan properti dan seorang kritikus Partai Komunis China, ditahan setelah dia menulis opini kritis atas penanganan pandemi oleh pemerintahan Xi. (AFP)