Penggunaan Teknologi untuk Pembelajaran Tak Hanya Saat Pandemi
›
Penggunaan Teknologi untuk...
Iklan
Penggunaan Teknologi untuk Pembelajaran Tak Hanya Saat Pandemi
Pemerintah berharap penggunaan teknologi untuk menunjang pembelajaran tidak hanya berlangsung selama krisis pandemi Covid-19. Pembelajaran daring bisa terus diterapkan bersamaan dengan luring.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan teknologi untuk pembelajaran dinilai sebagai keniscayaan. Namun, pendekatan pemakaian teknologi harus selalu mengedepankan realitas kondisi siswa.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Iwan Syahril dalam acara ”Bincang Sore Bersama Media”, Senin (6/7/2020), di Jakarta menegaskan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memiliki metode, pendekatan, beserta gradasi pemakaian. Semua itu dikembalikan lagi kepada kebutuhan guru bersama peserta didiknya.
Sebelumnya, viral di media mengenai pemberitaan tentang PJJ yang bermula dari hasil rapat kerja Komisi X DPR dan Kemendikbud. Judul-judul berita yang viral misalnya PJJ adalah keniscayaan dan PJJ adalah masa depan pendidikan sehingga akan dibuat permanen sebagai model panutan pendidikan nasional. Kabar viral tersebut menimbulkan multipersepsi, baik di kalangan guru, kepala sekolah, maupun orangtua.
Pendekatan teknologi membuat pembelajaran menjadi lebih baik sehingga penggunaan teknologi di ekosistem pendidikan perlu terus ditingkatkan.
”Penyebutan ’permanen’ dalam konteks yang kami bicarakan bukan PJJ metode daring. PJJ, kan, memiliki metode, pendekatan, beserta gradasinya yang akan berbeda-beda wujud pemakaiannya. Konteks kami adalah pendekatan teknologi membuat pembelajaran menjadi lebih baik sehingga penggunaan teknologi di ekosistem pendidikan perlu terus ditingkatkan,” tutur Iwan.
Penggunaan teknologi untuk pendidikan harus didudukkan sebagai alat untuk akselerasi pembelajaran. Guru tetap sebagai penentu kualitas.
Karena metode, pendekatan, ataupun gradasi pemakaian teknologi berbeda-beda, model pembelajaran memakai metode daring dan luring sekaligus atau disebut juga campuran, hybrid atau blended learning, akan terus dijalankan.
Iwan mengklaim, situasi darurat pandemi Covid-19 mendorong orang tak lagi cemas memanfaatkan teknologi untuk belajar-mengajar. Sesama guru gotong royong membantu pendidikan.
Ini bisa terlihat dari data pencapaian di platform Guru Berbagi. Jumlah komunitas mencapai sekitar 560. Lebih dari satu juta guru mengunduh rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbagai jenjang pendidikan, termasuk RPP tentang PJJ metode daring.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno menekankan, pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran jangan sampai hanya dipakai saat pandemi Covid-19. Penggunaan teknologi harus berkelanjutan. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) melalui Global Education Monitoring Report telah menyebut teknologi amat membantu pembelajaran, bahkan saat situasi normal. Dengan demikian, pembelajarannya bisa memakai metode campuran.
”Adopsi teknologi untuk pembelajaran harus menjadi kultur. Kalau jadi kultur, berarti tidak tergantung peraturan yang mana. Perspektifnya adalah deregulasi,” katanya.
Totok menyadari masih ada permasalahan ketimpangan infrastruktur akses dan penggunaan teknologi. Oleh karena itu, Kemendikbud akan membuat modul yang berwujud cetak untuk membantu mengurangi hambatan belajar, terutama kepada anak sekolah dasar.
”Kami juga berharap, ke depan, para guru melakukan asesmen selalu mengikuti kebutuhan peserta didik. Upaya ini akan mampu menekan ketimpangan,” ujarnya.
Filsafat pendidikan
Secara terpisah, pegiat pedagogis di Taman Pembelajar Rawamangun, Kenang Kelana, memandang, banyak orang bicara masa depan peradaban, termasuk peradaban pendidikan, akan diwarnai dengan teknologi. Sejumlah sekolah unggul, baik swasta maupun negeri, telah menggunakan teknologi untuk memudahkan kegiatan belajar-mengajar. Misalnya, siswa mengerjakan tugas menggunakan komputer jinjing, mengirim tugas melalui surat elektronik, mencari sumber sejarah dari Youtube.
Dia sepakat dengan pemanfaatan teknologi seperti itu. Tidak ada alergi sekalipun dengan teknologi. ”Poin saya menyangkut situasi pendidikan di Indonesia adalah masih minimnya diskursus tentang ilmu pendidikan sebagai motor pendidikan di Indonesia. Hal yang kerap terjadi adalah bisnis yang mengontrol arah dan pilihan dari institusi pendidikan,” ujar Kenang.
PJJ metode daring menjadi relevan diperbincangkan karena didorong oleh krisis pandemi Covid-19. Sebelum itu, perbincangan mengenai PJJ metode daring jarang dilontarkan. Jikalau gencar, itu pun hanya terjadi di kalangan industri teknologi edukasi (EdTech).
Mengenai kondisi ini, dia khawatir adanya kepentingan bisnis di balik itu semua. Sementara pada saat bersamaan, perbincangan pelaku industri EdTech cenderung mengesampingkan filsafat pendidikan.
Kenang mengamati, ada sejumlah persoalan, baik kelihatan maupun tidak, terkait pemberlakuan PJJ. Salah satu persoalan yang sangat kelihatan adalah kesenjangan infrastruktur. Ada pula permasalahan kesenjangan keterampilan.
”Jangan sampai terjadi, tanpa ada evaluasi yang jelas dan perencanaan yang matang, kebijakan langsung diterapkan. Cerita tentang pendidikan perlu didekatkan pada realitas,” katanya.
Terkait blended learning atau hybrid learning, menurut Kenang, sangat jauh dari tradisi keindonesiaan. Dalam diskursus lama Ki Hajar Dewantara, sudah dikenal model pendidikan dengan istilah parugon dengan penyesuaian-penyesuaian yang ada. Beberapa pegiat pendidikan pesantren membawa argumentasi model pendidikan pesantren dengan menambahkan media teknologi pembelajaran.