Atalanta bersanding dengan Juventus sebagai tim yang menyapu semua laga dengan kemenangan setelah kompetisi dimulai kembali. Atalanta menjadi ”The Banshees”, roh dalam mitologi Irlandia yang menjadi pembawa petaka.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
BERGAMO, SENIN — Pesona Atalanta tak kunjung pudar. Hingga pekan ke-30, Atalanta bersanding dengan pemuncak klasemen sementara Serie A, Juventus, sebagai tim yang mampu menyapu semua laga dengan kemenangan setelah kompetisi musim ini dimulai kembali per 20 Juni. Atalanta benar-benar menjadi ”The Banshees” seperti pada logo mereka, yakni roh perempuan dalam mitologi Irlandia yang menjadi pembawa petaka bagi lawan yang dihadapinya.
Juventus boleh jadi terus bertahan di puncak klasemen sementara Serie A dengan 75 poin dari 30 laga. Mereka berhasil tancap gas dengan empat kemenangan dari empat laga setelah Serie A dimulai lagi per 20 Juni, yakni menang 2-0 atas Bologna (Selasa, 23/6/2020), 4-0 atas Lecce (Sabtu, 27/6), 3-1 atas Genoa (Rabu, 1/7), dan 4-1 atas Torino (Sabtu, 4/7).
Berkat raihan itu, ”Si Nyonya Besar” memperlebar jarak menjadi tujuh poin atas Lazio di peringkat kedua dengan dengan 68 poin dari 30 laga. ”Si Elang Biru” yang semula menjadi penantang terkuat dalam perebutan scudetto atau juara Serie A ternyata melempem dengan dua kekalahan dari lima laga yang ada, yakni 2-3 dari Atalanta (Kamis, 25/6) dan 0-3 dari AC Milan (Minggu, 5/7).
Namun, Atalanta adalah bintang sesungguhnya setelah Serie A dimulai kembali. Betapa tidak, klub berjersei biru-hitam itu mampu meraih lima kemenangan dari lima laga yang ada, yakni 4-1 atas Sassuolo (Senin, 22/6), 3-2 atas Lazio, 3-2 atas Udinese (Senin, 29/6), 2-0 atas Napoli (Jumat, 3/7), dan 1-0 atas Cagliari (Senin, 6/7).
Bersama Juventus, Atalanta menjadi tim yang selalu menang setelah kompetisi musim ini dimulai lagi pasca-penguncian wilayah Italia karena wabah Covid-19. Akan tetapi, Atalanta unggul satu laga dibandingkan Juventus. Hal itu membuat grafik klub asal kota Bergamo tersebut dianggap lebih baik. Apalagi, dari lima laga yang ada, mereka mampu menumbangkan dua tim papan atas, yakni Lazio dan Napoli.
Sebagaimana terkandung dalam logonya, Atalanta telah menjelma menjadi The Banshees atau roh perempuan dalam mitologi Irlandia yang selalu menjadi petanda petaka atau maut untuk orang-orang yang dihantuinya. Kini, klub yang berdiri pada 17 Oktober 1907 itu telah menjadi petanda buruk untuk setiap lawan yang dihadapinya di Serie A, bahkan mungkin di Liga Champions nanti.
Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini kepada The Guardian beberapa waktu lalu mengatakan, tidak ada resep rahasia yang membuat timnya seperti saat ini. Akan tetapi, dirinya selalu minta semua pemain seperti gerombolan serigala. Ada serigala di depan yang bertugas mengatur langkah awal. Serigala urutan berikutnya adalah yang terkuat dan harus bisa melindungi yang lain.
Serigala terakhir adalah pemimpin yang harus memastikan kelompoknya selalu solid. ”Maksudnya, seorang pemimpin tidak hanya berada di depan, melainkan juga mengurus tim. Ini yang saya inginkan dari para pemain agar semuanya menjadi solid sebagai satu kesatuan,” ujar pelatih kelahiran Grugliasco, Italia, 26 Januari 1958 itu.
Rekor kemenangan
Kemenangan 1-0 atas Cagliari, Senin dini hari, pun menjadi kisah manis tersendiri untuk Atalanta. Kemenangan yang ditentukan oleh gol penalti penyerang Luis Muriel di menit ke-27 itu merupakan kemenangan kedelapan beruntun Atalanta di Serie A atau mempertajam rekor kemenangan beruntun terbanyak yang pernah mereka ciptakan di liga sepak bola kasta tertinggi Italia sejak mereka pertama kali berpartisipasi pada 1928.
Secara keseluruhan, itu adalah kemenangan ke-10 beruntun Atalanta di semua kompetisi (Serie A dan Liga Champions). Total mereka telah mencetak 83 gol di Serie A atau tersubur dibandingkan klub peserta lain dan 100 gol di semua kompetisi (Serie A dan Liga Champions) sehingga menjadi salah satu klub paling menghibur di Eropa musim ini.
Kendati demikian, Gasperini, dikutip Football-Italia seusai laga, menilai, kemenangan itu tidak memuaskan. Ia melihat timnya justru mengalami kelelahan mental. Terbukti, walaupun mendominasi permainan dengan 60 persen penguasaan bola dan 24 peluang, Atalanta hanya mampu membuat satu gol dari titik putih. Padahal, mereka pun unggul pemain sejak menit ke-26 atau sejak pemain belakang Cagliari, Andrea Carboni, diganjar kartu merah.
”Saya melihat sedikit kelelahan mental bahkan lebih daripada fisik pada tim ini. Kami menciptakan begitu banyak peluang dan tidak seharusnya dibuat menderita seperti itu hingga peluit akhir. Kami tidak memiliki sedikit energi dan ketajaman untuk memanfaatkan peluang sebaik-baiknya. Kami beruntung masih membawa pulang tiga poin dari laga ini,” tutur pelatih berusia 62 tahun itu.
Terlepas dari sengitnya laga, Gasperini tetap tersenyum lepas karena timnya semakin mantap mengamankan satu tiket ke Liga Champions musim depan. Dengan kemenangan itu, Atalanta mengokohkan diri di peringkat keempat dengan 63 poin dari 30 laga. Mereka unggul jauh mencapai 15 poin atas Napoli di urutan kelima dan AS Roma di urutan keenam yang sama-sama mengumpulkan 48 poin dari 30 laga.
Bahkan, Atalanta berpeluang mengudeta Inter Milan di peringkat ketiga dengan 64 poin dari 30 laga. Performa Inter pun cenderung fluktuatif. Setelah membantai tamunya, Brescia, dengan skor 6-0 pada pekan ke-29, Kamis pekan lalu, skuad asuhan Antonio Conte itu justru terjungkal 1-2 dari tamunya, Bologna, pada pekan ke-30, Minggu (5/7).
Bukan tak mungkin, Atalanta pun bisa menyalip Lazio di peringkat kedua. ”Tujuan kami adalah mengamankan tempat di Liga Champions musim depan dan mencetak rekor poin baru untuk klub ini di Serie A. Kami jauh dari posisi kedua, tetapi kami tetap memikirkan peluang tersebut,” kata Gasperini berpikir realistis.
Kalah terhormat
Pelatih Cagliari Walter Zenga menuturkan, timnya memang kalah dalam laga tersebut, tetapi mereka kalah dengan terhomat. Pasalnya, mereka bisa melakukan perlawanan sengit dengan 10 pemain sejak menit ke-26 hingga laga usai. Bahkan, Atalanta yang notabene tim paling produktif di Serie A tidak mampu menambah gol setelah Muriel mencetak skor dari titik penalti di menit ke-27.
”Kami telah menghadapi tim yang sangat kuat, bermain dengan hati, dan sudah menciptakan 83 gol di Serie A (terbanyak di Serie A). Tetapi, saya melihat, kami mampu bermain dengan baik hingga akhir laga. Ketika meninggalkan lapangan, kami pun bisa pulang dengan kepala terangkat tinggi. Ini selalu yang harus terjadi, maksudnya pemain harus memiliki mental kuat seperti ini,” ujar Zenga, dikutip laman resmi Cagliari.
Penjaga gawang Cagliari, Alessio Cragno, mendapatkan kredit tersendiri dalam laga tersebut. Dia menjadi aktor utama yang membuat gawang klub asal Pulau Sardinia itu tidak kebanjiran gol ketika timnya harus bermain dengan 10 pemain selama 60 menit laga tersebut.
Akan tetapi, penjaga gawang kelahiran Fiesole, Italia, 28 Juni 1994, itu mengklaim, penampilan apik timnya tak lepas dari kolektivitas tim saat harus bermain dengan jumlah pemain lebih sedikit. ”Tidak mudah menghadapi Atalanta, tim yang dalam kondisi terbaik di Serie A saat ini. Apalagi, kami menghadapi mereka dengan jumlah pemain lebih sedikit selama 60 menit. Namun, kami menjadi kuat ketika bersatu sehingga bisa membangun peluang untuk menyamakan kedudukan walau akhirnya tetap kalah,” pungkas Cragno.