Berkumur Antiseptik Dapat Mengurangi Risiko Penularan Covid-19
›
Berkumur Antiseptik Dapat...
Iklan
Berkumur Antiseptik Dapat Mengurangi Risiko Penularan Covid-19
Menjaga higienitas mulut dan hidung dengan antiseptik kumur dapat dinilai dapat mengurangi risiko penularan virus korona penyebab wabah Covid-19.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga higienitas mulut dan hidung dengan antiseptik kumur dinilai dapat mengurangi risiko penularan virus korona penyebab Covid-19. Namun, ini hanya bisa menjadi pelengkap protokol kesehatan setelah mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Anggota Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), Prof Rahmi Amtha, pada Rabu (8/7/2020), mengatakan, hal ini dimungkinkan karena bagian saluran hidung belakang (nasofaring) dan tenggorokan (orofaring) adalah lokasi reservoir virus SARS-CoV-2 terbanyak setelah paru-paru.
Hal ini menjadi penting karena air liur atau saliva penderita Covid-19 mengandung jumlah partikel virus korona yang tinggi. Cukup dengan berbicara, batuk, terlebih lagi bersin, transmisi virus dapat terjadi. Pada ukuran droplet yang kecil, partikel virus dapat mengambang di udara dan memungkinkan penularan secara airborne.
Untuk itu, menurut dia, berkumur di rongga mulut dan di tenggorokan (gargle) dengan cairan antiseptik akan dapat mengurangi risiko transmisi dengan menghilangkan virus yang terdapat pada rongga nasofaring dan orofaring.
Rahmi mengatakan, berkumur memiliki manfaat yang signifikan untuk mencegah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Mengutip studi yang dilakukan oleh peneliti Jepang, Michi Sakai, pada 2008, praktik berkumur telah terbukti mengurangi terjadinya ISPA sebanyak 36 persen.
”Gargle dapat mencegah ISPA yang masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,” kata Rahmi yang juga Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Mulut Universitas Trisakti dalam sebuah diskusi virtual pada Rabu (8/7/2020) sore.
Secara khusus, Rahmi mengatakan, cairan antiseptik kumur berbahan aktif Povidone-Iodine (PVP-I). Ia mengatakan, PVP-I sudah terbukti dapat menghilangkan virus korona penyebab penyakit yang sudah dikenal, seperti SARS dan MERS.
Menurut Rahmi, dua penelitian in-vitro tingkat sel telah membuktikan bahwa PVP-I memiliki kemampuan untuk mengurangi jumlah virus hingga sebesar 5-log atau 99,999 persen. Artinya, apabila ada 1 juta partikel virus, akan tersisa 10 partikel.
Dua penelitian tersebut masing-masing dilakukan oleh peneliti dari Duke-National University of Singapore (Duke-NUS) Singapura dan University of Malaya, Malaysia. Secara spesifik kedua penelitian itu menggunakan produk dengan merek Betadine.
Untuk itu, Rahmi menyarankan masyarakat—khususnya yang berkegiatan berisiko tinggi—untuk berkumur dengan 10-15 mililiter cairan PVP-I di rongga mulut dan tenggorokan masing-masing 30 detik. Setelah itu diminta untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman atau berkumur dengan air selama 30 menit.
”Ini juga bisa menjadi kebiasaan baru untuk tetap waspada. Sebab, kita, Indonesia, belum sampai puncak pandemi,” kata Rahmi.
Pulmonolog RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin, Yulia Kartina, mengatakan, pihaknya telah menjadikan berkumur dengan PVP-I sebagai standar bagi pasien positif Covid-19 untuk mengurangi risiko penularan silang kepada tenaga kesehatan di ruang isolasi.
”Tetapi, syukurlan, di rumah sakit kami ini belum ada tenaga kesehatan ruang isolasi yang positif Covid-19. Mudah-mudahan penggunaan ini bisa meminimalkan petugas kesehatan yang positif,” kata Yulia.
Pandangan senada juga disampaikan pengajar Departemen Farmakologi dan Terapi Universitas Gadjah Mada, Rustamadji. Ia mengatakan, pihaknya memberikan PVP-I kepada tenaga kesehatan sebagai pelengkap alat pelindung diri (APD).
Rustamadji mengatakan, berdasarkan pemantauan empirisnya, tidak ada penularan pasien isolasi kepada petugas di ruang isolasi. ”Memang ini bukan hasil uji klinik, tetapi secara empiris (PVP-I) dapat menambah proteksi yang lebih baik,” kata Rustamadji.
Masih 50-50.Di sisi lain, Pulmonolog Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syaiful Anwar Malang, Susanthy Djajalaksana, melihat belum ada pengaruh signifikan obat kumur PVP-I terhadap percepatan hilangnya partikel virus pada pasien Covid-19 yang sudah pulih dari gejala.
Ia awalnya berharap berkumur dengan PVP-I dapat mempercepat hilangnya virus dari daerah nasofaring dan orofaring pasien yang sudah terlihat pulih. Namun, ternyata hal ini tidak terjadi.
”Pengalaman kami, ini ternyata ya masih 50-50. Banyak variabel lain yang akan membuat hilangnya infeksi ini menjadi lebih cepat,” kata Susanthy yang juga Kepala Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Secara terpisah, Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Syahrizal Syarif, sepakat bahwa obat kumur membunuh bakteri yang ada di mulut.
Namun, tidak berarti berkumur terus-menerus dengan obat tersebut hanya akan memberikan hasil positif.
”Ya itu tidak bagus, karena itu akan mematikan bakteri-bakteri lain yang berguna dalam ketahanan tubuh kita,” kata Syahrizal yang juga pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Dokter Medical Affairs Mundipharma, Rini Cendika, mengatakan, di masa pandemi, studi in-vitro menjadi berguna karena dapat memberikan data dan informasi yang berguna mengenai karakteristik suatu intervensi dalam waktu yang singkat.
Pengujian efektivitas melalui berbagai tahapan uji klinik memang praktik yang ideal, tetapi waktu yang dibutuhkan akan lebih lama. ”Dalam masa pandemi yang dibutuhkan adalah waktu yang lebih cepat,” kata Rini.
Country Manager Mundipharma Mada Shinta Dewi berharap hasil studi in-vitro mengenai manfaat PVP-I akan dapat mengurangi risiko penularan dan pada akhirnya membantu proses penanggulangan Covid-19 di Indonesia.
”Diharapkan, masyarakat Indonesia dapat mulai melakukan kebiasaan baru dalam upaya mencegah dan memutus rantai infeksi Covid-19. Salah satunya dengan ber-gargle atau berkumur sampai dengan tenggorokan dengan PVP-I,” kata Mada.