Inisiatif Kampung Tangkal Cegah Penularan di Palembang
›
Inisiatif Kampung Tangkal...
Iklan
Inisiatif Kampung Tangkal Cegah Penularan di Palembang
Sejumlah warga di Palembang, Sumatera Selatan, memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial berskala kecil di lingkungan tempat mereka tinggal. Lingkungan itu pun diberi nama Kampung Tangkal Covid-19.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Ketua Rukun Tetangga (RT) 099 Kompleks Bumi Sako Damai (BSD), Kelurahan Sako, Kecamatan Sako, Palembang, Agus Sutami memperhatikan setiap kendaraan yang memasuki permukiman itu, Kamis (2/7/2020). Ia hendak memastikan tidak satu pun kendaraan dan orang yang lolos dari tahapan protokol kesehatan.
Siapa saja yang akan masuk kompleks mesti turun dari kendaraan untuk mencuci tangan di wastafel yang disediakan. Setelah itu, barang yang mereka bawa juga harus disemprot dengan cairan disinfektan. Terakhir, kendaraan yang masuk ke kompleks harus melewati portal berukuran 3 meter x 2 meter.
Di portal itu terpasang selang penyemprot cairan disinfektan langsung ke kendaraan. ”Semua yang masuk ke kompleks kami harus steril,” kata Agus. Peralatan ini tersedia dari swadaya warga kompleks BSD itu sendiri. Mereka sadar, kesehatan dimulai dari keluarga dan lingkungannya.
Sejak Februari 2020, bersamaan dengan kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Sumsel, warga yang diwakili tiga ketua RT langsung menggelar rapat. Dari hasil rapat itu, diputuskan mendirikan Posko Cegah Covid-19 di pintu gerbang kompleks.
Pada minggu pertama penerapannya, ketiga ketua RT itu memutuskan untuk melakukan penutupan (lockdown) kompleks. Tidak ada satu pun orang dari luar kompleks yang boleh masuk. Hal ini bertujuan untuk melindungi 600 keluarga yang tinggal di kompleks yang berdiri sejaksepuluh tahun lalu ini.
Namun, banyak warga yang akhirnya kerepotan karena harus keluar rumah hingga pintu gerbang untuk mengambil barang/paket atau bertemu orang yang hendak bertamu. Karena itu, berdasarkan kesepakatan, akhirnya orang dari luar kompleks boleh masuk dengan menjalani protokol kesehatan yang ketat.
Untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan, ujar Agus, warga sepakat untuk menggunakan dana perayaan 17 Agustus sebesar Rp 15 juta. ”Kemungkinan kami tidak ada perayaan Agustusan. Karena itu, lebih baik dananya digunakan untuk membeli perlengkapan,” ujarnya. Akhirnya, wastafel, portal, dan posko pun berdiri.
Petugas jaga melibatkan Akamsi (Anak Kampung Sini). Mereka sukarelawan yang tidak dibayar dan bekerja hanya atas kesadaran dan kepedulian. ”Ya, paling hanya keluar Rp 50.000 per hari buat camilan anak-anak,” kata Agus.
Pada hari Minggu, mereka juga ditugaskan berkeliling dan menyemprotkan cairan disinfektan ke rumah-rumah warga menggunakan mobil bak terbuka. Dananya berasal dari iuran warga. ”Secara keseluruhan, untuk operasional, kami butuh Rp 6 juta per bulan,” ujarnya. Empat bulan terakhir, dana itu selalu tersedia.
Tidak hanya di BSD, di Lorong Margoyoso, Kecamatan Kalidoni, Palembang, juga diterapkan hal hampir sama. Dua petugas berjaga di posko untuk memantau setiap orang yang masuk ke lorong tersebut. Bahkan, ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sepuluh jalan masuk ke Lorong Margoyoso ditutup, hanya satu jalur yang dibuka.
”Dengan cara ini, petugas keamanan yang berjaga akan lebih mudah memantau orang yang keluar dan masuk,” kata Ketua Kampung Tangkal Covid-19 Margoyoso Sutrisno Bahir.
Aturan ini diberlakukan karena sejak awal Kecamatan Kalidoni sudah ditetapkan sebagai kecamatan zona merah. Saat itu, ada 19 warga Kalidoni yang positif Covid-19. ”Lorong Margoyoso terkepung karena di daerah sekitar kami sudah ada kasus positif. Syukur, sampai saat ini tidak ada warga kami yang terjangkit,” ujar Sutrisno.
Hingga kini, tidak boleh ada warga yang berkerumun. Semua harus mematuhi protokol kesehatan. ”Petugas akan berkeliling untuk memastikan tidak ada kerumunan atau yang melanggar protokol kesehatan,” ujar Sutrisno.
Ketahanan pangan
Di bawah posko keamanan yang dibuat layaknya rumah panggung itu, terdapat sungai yang digunakan sebagai tempat budidaya ikan lele, nila, dan patin. Ada sekitar 14.000 bibit ikan yang dipelihara dalam 12 tambak. Nantinya, ikan-ikan itu akan dijual kepada warga setempat dengan harga jauh lebih murah.
”Kalau di pasar bisa Rp 23.000 per kilogram, di sini hanya Rp 12.000 per kilogram. Intinya, menopang sesama warga,” ujarnya.
Di seberang sungai tersebut juga terdapat puluhan jenis tanaman yang ditanam di atas lahan warga. Tujuannya juga untuk ketahanan pangan warga yang terdampak Covid-19.
Di setiap rumah, warga juga diminta untuk memelihara lele di dalam ember dan juga menanam kangkung. ”Di sini banyak warga yang mengalami PHK (pemutusan hubungan kerja). Semoga hasil perikanan dan pertanian ini bisa meringankan beban mereka,” kata Sutrisno.
Di kedua tempat itu, protokol kesehatan tetap berlaku meski Pemerintah Kota Palembang sudah mencabut PSBB per Rabu, 17 Juni. Menurut Sutrisno, walau PSBB sudah dicabut, pandemi belum berakhir. Hal ini terbukti dari peningkatan jumlah warga Palembang yang terjangkit setelah PSBB dicabut.
Ahli epidemiologi dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Iche Andriyani Liberty, menuturkan, peningkatan jumlah kasus positif di Palembang karena selepas PSBB, warga sudah lepas kontrol. Banyak warga yang tidak menerapkan lagi protokol kesehatan.
Perilaku itu sangat berbahaya karena risiko penularan bisa semakin besar. Berdasarkan kajian, angka reproduksi efektif (Rt) Palembang ketika PSBB sebesar 0,99. Namun, sekarang angja itu meningkat menjadi 1,02.
Untuk menangkal penularan, ujar Iche, cara yang paling ampuh adalah dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Dari hasil penelitian ahli epidemiologi dunia, frekuensi mencuci tangan secara teratur sebanyak 6-10 kali dalam sehari dapat menurunkan risiko tertular virus korona hingga 34 persen.
Sementara menggunakan masker kain selama berada di luar ataupun beraktivitas menurunkan risiko tertular 44 persen. Adapun perilaku jaga jarak sejauh 1 meter bisa menurunkan risiko tertular hingga 82 persen. ”Tiga kriteria ini merupakan level tertinggi yang diteliti agar dapat terhindar dari Covid-19,” kata Iche.
Oleh karena itu, ia meminta kepada masyarakat, khususnya di Sumsel untuk tetap mematuhi protokol kesehatan agar dapat beraktivitas secara produktif tanpa tertular.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumsel Yusri mengatakan, keberadaan Kampung Tangkal Covid-19 diharapkan bisa menjadi model bagi masyarakat di Kota Palembang. Menurut dia, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat untuk berkomitmen dari hal yang paling kecil mulai dari keluarga dan lingkungan.
Warga dipersilakan melakukan aktivitasnya, tetapi dengan cara yang baru. Saat ini situasinya tidak seperti dulu. Karena itu, kondisi lingkungan juga harus berperan membiasakan warganya melakukan protokol kesehatan.
Yusri berharap, di setiap RT ada gugus tugas yang berperan mengawasi masyarakat di sekitarnya. Kalau warga hanya berharap pada gugus tugas tingkat kota/kabupaten atau provinsi, tentu hasilnya tidak akan optimal.
Bagaimanapun, kesehatan seseorang dimulai dari diri sendiri baru lingkungan. ”Sebaiknya kita tetap waspada karena sadarilah, pandemi ini belum berakhir,” katanya.