Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD akan memanggil empat instansi terkait untuk memonitor perkembangan pencarian buronan perkara pengalihan hak tagih utang atau ”cessie” Bank Bali,
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/Dian Dewi Purnamasari/Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD akan memanggil empat instansi terkait untuk memonitor perkembangan pencarian buronan perkara pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko S Tjandra. Mahfud mengingatkan, semua proses hukum harus terbuka.
Empat institusi yang akan dipanggil Mahfud itu adalah Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Dalam Negeri.
”Belum ada laporan (soal perkembangan kasus Joko Tjandra). Tetapi, dalam waktu dekat ini, (kami) akan memanggil empat institusi tersebut, juga Menkumham terkait imigrasinya. Kami akan koordinasi,” ujar Mahfud, Selasa (7/7/2020), melalui keterangan tertulisnya.
Semua proses hukum harus terbuka karena disorot oleh masyarakat.
Pemanggilan dilakukan, kata Mahfud, agar masyarakat tahu apa yang terjadi dalam proses penangkapan Joko sehingga tak menimbulkan kecurigaan. Menurut dia, di negara demokrasi, masyarakat berhak mengetahui transparansi proses hukum. Meski begitu, informasi harus disaring agar tidak membongkar rahasia dan membuat buronan lari. Sebelumnya, ia juga telah memerintahkan Jaksa Agung menangkap Joko. ”Semua proses hukum harus terbuka karena disorot oleh masyarakat,” ujar Mahfud.
Joko divonis 2 tahun penjara terkait perkara cessie Bank Bali pada 2009. Sehari sebelum Mahkamah Agung membacakan putusan peninjauan kembali (PK), ia meninggalkan Indonesia ke Papua Niugini. Setelah buron sekitar 11 tahun, pada 8 Juni 2020 Joko diketahui mengurus kartu tanda penduduk (KTP) elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. KTP-el itu lalu digunakan untuk mendaftarkan PK atas perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di persidangan 29 Juni dan 6 Juli 2020, Joko tak hadir. Majelis hakim memberi kesempatan terakhir kepada Joko untuk menghadiri sidang pada 20 Juli.
Hingga kemarin, kejaksaan masih mencari Joko. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menyatakan, pihaknya belum dapat memastikan keberadaan Joko. ”Pak Jaksa Agung sudah menyampaikan, kejaksaan akan tetap mencari dan menangkap yang bersangkutan. Tim sedang bekerja,” ujarnya.
Terhadap kemungkinan keberadaan Joko di Malaysia, seperti diungkapkan kuasa hukumnya, Hari belum bisa memastikannya. ”Kami masih mencari. Di Malaysia atau tidak, kan, belum tahu juga,” ujarnya.
Laporan ke Ombudsman
Sejumlah kelompok masyarakat sipil mendesak agar peranan pihak-pihak yang memfasilitasi Joko dalam proses masuk ke Indonesia hingga mendaftarkan PK perkaranya diusut tuntas. Selasa (7/7/2020), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan tiga pihak kepada Ombudsman RI, yaitu Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham, Sekretariat NCB Interpol Indonesia, dan Lurah Grogol Selatan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, Ditjen Imigrasi dilaporkan karena diduga melakukan malaadministrasi atau sengaja membiarkan Joko keluar-masuk Indonesia tanpa hambatan.
Sementara itu, Sekretariat NCB Interpol Indonesia dilaporkan karena mengirimkan surat kepada Imigrasi bahwa masa cekal DPO (daftar pencarian orang) Joko Tjandra telah habis dan tak diperpanjang Kejagung. Adapun Lurah Grogol Selatan dilaporkan karena memberikan KTP-el kepada Joko dalam durasi yang singkat.
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari MAKI. Ombudsman masih harus mempelajari aspek formal dan kelengkapan dokumen yang diserahkan. Apabila dokumen memenuhi persyaratan, Ombudsman akan melanjutkan ke proses pemeriksaan.
Menurut Adrianus, Ombudsman berwenang memeriksa dugaan malaadministrasi di instansi pemerintah. Instansi yang dilaporkan MAKI dapat dipanggil dalam proses investigasi. Ombudsman tak mencari siapa dalang yang dianggap memfasilitasi buronan Joko, tetapi mencari apakah ada kesalahan administrasi dalam perkara itu.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menyampaikan, di basis data kependudukan, Joko tercatat tak melakukan transaksi dan belum melakukan perekaman selama sembilan tahun. Atas dasar itu, data penduduk dinonaktifkan.
”Data akan aktif otomatis bila yang bersangkutan datang dan melakukan perekaman KTP elektronik. Data kependudukan yang bersangkutan dari 2008 sampai 8 Juni 2020 tak ada perubahan nama, alamat, tempat, dan tanggal lahir,” ujarnya.