Saat ini, perintah diteruskan ke bawah dan para pejabat di atas sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan aturan sesuai pemahaman ketua RT dan RW, bukannya memastikan RT dan RW benar-benar memahami dan bisa melaksanakan amanat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Simpang siurnya informasi di masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi di Jakarta beserta wilayah sekitar mengakibatkan kewaspadaan masyarakat kian menurun. Berbagai kegiatan yang menimbulkan keramaian semakin marak. Hal ini tanpa disertai pengawasan yang rutin dan tegas.
Pemantauan Kompas di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, pada Rabu (8/7/2020), misalnya, menunjukkan tidak ada tanda-tanda PSBB transisi. Warung-warung telah dibuka kembali. Bahkan, di beberapa warung, anak-anak muda duduk bergerombol tanpa memakai masker. Mereka minum kopi sambil bersenda gurau.
Posko penanganan Covid-19 yang tersebar di sejumlah rukun warga (RW) pun sudah tutup. Salah satunya di RW 004 yang beralih fungsi menjadi warung bakso. Pegawai di tempat itu mengatakan sudah lima hari posko ditiadakan, tetapi ia tidak mengetahui alasannya.
”Memang semua posko sudah ditutup karena sekarang PSBB transisi. Pengawasan, ya, lewat ketua RW dan RT (rukun tetangga) masing-masing,” kata Lurah Cirendeu Wien Fadlianta.
Wien mengatakan, Kelurahan Cirendeu belum masuk ke dalam skema Kampung Jawara (Jaga Kesehatan Warga, Aman, Religius, Sejahtera) yang diluncurkan oleh Polda Metro Jaya. Alasannya, kelurahan ini tidak memiliki sarana pendukung, seperti kegiatan pertanian, pengolahan sampah, dan perikanan, yang menurut dia merupakan persyaratan untuk masuk program tersebut.
Kelurahan Cirendeu belum masuk ke dalam skema Kampung Jawara (Jaga Kesehatan Warga, Aman, Religius, Sejahtera) yang diluncurkan oleh Polda Metro Jaya. Alasannya, kelurahan ini tidak memiliki sarana pendukung, seperti kegiatan pertanian, pengolahan sampah, dan perikanan, yang menurut dia merupakan persyaratan untuk masuk program tersebut.
Meskipun begitu, tidak ada tanda-tanda pengawasan berlangsung. Berbeda dengan pada bulan Juni lalu, kini tidak ada lagi petugas RT dan RW yang berkeliling permukiman untuk mengingatkan masyarakat agar disiplin bermasker, mencuci tangan, dan tidak membuat keramaian. Poster serta spanduk yang menyosialisasikan bahaya Covid-19 juga mulai diturunkan.
Dalam dua pekan terakhir pun warga telah menyelenggarakan keramaian sebanyak tiga kali. Satu kali untuk acara tahlilan memperingati salah seorang warga yang meninggal dan dua kali resepsi perkawinan. Menurut Wien, ketiga kegiatan tersebut mengikuti peraturan PSBB, yaitu dihadiri kurang dari 50 orang.
Namun, kesaksian beberapa warga mengutarakan sebaliknya. Tri (61), salah satu warga yang menghadiri ketiga kegiatan tersebut, mengungkapkan, tamu yang datang melebihi 50 orang. Apalagi, ketiga acara itu dilakukan di rumah warga. Ia juga menceritakan bahwa baik tamu maupun tuan rumah tidak mengenakan masker. Terdapat pula warga lansia dan anak-anak yang hadir.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tangsel per 2 Juli, ada 417 kasus positif. Jumlah ini ditambah dua kasus pada 7 Juli sehingga keseluruhannya ada 419 kasus positif.
Dalam kesempatan yang berbeda, sosiolog perkotaan Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengingatkan pemerintah pusat dan daerah agar benar-benar berdialog dengan warga, jangan sekadar sosialisasi. Harus ada pembentukan kesepakatan aturan sosial di lapangan. Camat jangan hanya melempar tugas kepada lurah, lalu lurah kepada RW, dan selanjutnya.
Ia menerangkan pentingnya diskusi, baik melalui bantuan aplikasi perbincangan maupun media sosial, bahkan pertemuan langsung dengan memakai protokol keamanan Covid-19 untuk membahas sanksi sosial dan administratif yang bisa diterapkan oleh warga kepada warga. Kesepakatan itu hendaknya juga mengatakan, apabila sanksi sosial dan administratif tidak mempan, warga setuju aparat penegak hukum mengambil sanksi represif.
”Saat ini, yang terjadi adalah perintah diteruskan ke bawah dan para pejabat di atas sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan aturan sesuai pemahaman ketua RT dan RW, bukannya memastikan RT dan RW benar-benar memahami dan mau melaksanakan amanat,” ujarnya.
Saat ini, yang terjadi adalah perintah diteruskan ke bawah dan para pejabat di atas sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan aturan sesuai pemahaman ketua RT dan RW, bukannya memastikan RT dan RW benar-benar memahami dan mau melaksanakan amanat.
Penambahan kasus
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengumumkan, di Ibu Kota, ada penambahan 344 kasus positif Covid-19. Selain berasal dari tes aktif yang dilakukan oleh puskesmas di masyarakat, 51 kasus adalah dari warga negara Indonesia yang baru pulang dari luar negeri dan tengah melakukan transit di Jakarta. Total ada 13.069 orang dengan Covid-19 di Jakarta.
Menurut dia, pengawasan di tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, pasar, dan tempat wisata, terus dilakukan. Surat izin keluar masuk (SIKM) juga masih menjadi keharusan bagi warga Jakarta yang hendak keluar Jabodetabek dan warga non-Jabodetabek yang ingin masuk ke Ibu Kota.