Pasca-pengajuan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh terpidana buron Joko S Tjandra, negara tidak boleh kalah dari para pelaku kejahatan, khususnya koruptor. Karena itu, aparat harus bisa menangkap kembali.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan aparat penegak hukum tidak boleh kalah dari para pelaku kejahatan, khususnya koruptor. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus bisa menangkap para buronan yang telah merugikan keuangan negara, salah satunya terpidana buronan perkara pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko S Tjandra.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas mendorong penegak hukum di Indonesia untuk segera menangkap buronan siapa pun itu. Ia menegaskan, negara tidak boleh kalah dari kejahatan apa pun, termasuk korupsi. ”Agar tidak kalah, negara harus kerahkan segalanya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Robikin saat dihubungi, Rabu (8/7/2020) di Jakarta.
Menurut Robikin, pemerintah harus segera menangkap para buronan, apalagi mereka mendapat perhatian dari publik. Para buronan tersebut juga diketahui berada di Indonesia sehingga mereka seharusnya bisa ditangkap. Sejauh ini, buronan yang masih bebas berkeliaran di antaranya Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, Harun Masiku, dan Joko Tjandra.
Agar tidak kalah, negara harus kerahkan segalanya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Robikin Emhas)
Komitmen aparat hukum lemah
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra menilai, komitmen aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi masih belum serius. ”Masih banyak gimik, trik, inkonsisten, dan saling mengalihkan tanggung jawab,” kata Azyumardi.
Ia mengakui, jika ada kemauan dari aparat penegak hukum, seharusnya mereka bisa lebih cepat menangkap Joko. Namun, pada kenyataannya sejauh ini mereka belum bisa menangkap Joko yang telah menjadi buronan hingga 11 tahun. Hal itu bisa terjadi karena tidak ada etos kesungguhan untuk menegakkan hukum.
Menurut Azyumardi, penegak hukum menganggap enteng masalah yang sebenarnya serius. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya koordinasi di antara lembaga penegak hukum. Mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak ada rasa malu ketika melakukan kesalahan atau kegagalan dalam menjalankan tugas.
Azyumardi menyarankan, pejabat yang gagal melaksanakan tugas agar mundur supaya diganti oleh orang yang lebih serius dan tegas. Ia berharap, ada reformasi hukum khususnya di bidang yang menyebabkan Joko bisa lolos seperti di imigrasi, kependudukan, dan Polri.
”Polri seharusnya jangan menghapus red (notice) Interpol sampai buronan tertangkap. Seharusnya pejabat terkait mengundurkan diri karena mereka betul-betul telah memalukan bangsa, presiden, dan Indonesia,” ujar Azyumardi.
Ombudsman memulai penyelidikan
Mulai besok (Kamis), Ombudsman akan melakukan penyelidikan terkait kasus Joko Tjandra.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, mengungkapkan, mulai besok (Kamis), Ombudsman akan melakukan penyelidikan terkait kasus Joko Tjandra setelah pada Selasa (7/7/2020) mendapatkan laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Adapun MAKI melaporkan kepada Ombudsman terkait sengkarut penanganan kasus Joko Tjandra. Dalam rilisnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan dugaan malaadministrasi yang ada pada Ditjen Imigrasi, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, dan Lurah Grogol Selatan.
Ditjen Imigrasi dilaporkan karena membiarkan Joko bebas masuk-keluar Indonesia tanpa hambatan. Sekretaris NCB Interpol Indonesia dilaporkan karena telah berkirim surat kepada Imigrasi bahwa masa cekal Joko telah habis karena tidak diperpanjang oleh Kejaksaan Agung. Sementara itu, Lurah Grogol Selatan dilaporkan karena membuatkan KTP elektronik untuk Joko hanya dalam waktu 30 menit.