Industri pariwisata terpukul pandemi Covid-19. Namun, pandemi bisa jadi momentum untuk merevitalisasi industri.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong kemunculan perusahaan rintisan digital lokal yang menjual produk dalam negeri serta dimiliki dan dijalankan warga Indonesia. Keberadaan usaha rintisan digital semacam ini diyakini dapat mempercepat pemulihan industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Josua Simanjuntak mengatakan, perusahaan rintisan digital di Indonesia masih lebih banyak yang dikuasai perusahaan asing. Penguasaan asing terutama dari kepemilikan saham, sumber daya manusia, dan produk yang dijual.
Ia mencontohkan, pada tahun 2018, nilai transaksi perdagangan secara elektronik atau e-dagang di Indonesia Rp 148 triliun. Namun, disinyalir, 90 persen dari produk yang dijual masih berupa barang impor.
”Lantas, apa dampaknya kalau yang dijual masih barang impor? Belilah produk Indonesia dulu, paling sederhana dimulai dari mengonsumsi kopi yang menguntungkan petani kita, bukan waralaba luar negeri,” katanya, Selasa (7/7/2020), dalam peluncuran program Baparekraf for Startup (BEKUP) secara dalam jaringan.
Upaya diversifikasi produk yang tidak lagi mengandalkan barang impor, tetapi produk dalam negeri, menjadi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi. Untuk memulihkan industri pariwisata dan ekonomi kreatif, pemerintah membuat program BEKUP, yakni program inkubasi untuk membina pelaku usaha rintisan digital Indonesia.
Program ini akan dilakukan di lima kota, yakni Jakarta, Surabaya, Bali, Medan, dan Makassar. Targetnya, 500 usaha rintisan digital diseleksi menjadi 40 usaha untuk didampingi dan dilatih selama satu bulan. Program pendampingan berlangsung secara kontinyu hingga perusahaan rintisan itu berkembang.
Presiden Coworking Indonesia sekaligus CEO KUMPUL Faye Alund memaparkan, banyak tantangan untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif bertranformasi digital. Tantangan itu, antara lain, menemukan talenta baru yang mau berinovasi, memberi bantuan pembiayaan, serta mendampingi usaha rintisan agar bertahan dan berkembang.
Namun, menurut Faye, usaha rintisan yang mestinya dikembangkan adalah usaha rintisan lokal dari tiap daerah, bukan usaha rintisan dari investor asing.
”Kita mendorong agar pelaku usaha di setiap daerah bisa memasukkan kultur dan kearifan lokal budaya setempat ke dalam usahanya. Hal menjadi keunikan yang hanya bisa dijual usaha rintisan lokal dan pemain ekosistem lokal di daerah tersebut,” katanya.
Sementara, Co-Founder dan Chief Marketing Office tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, sektor pariwisata paling terpukul karena pertama kali terdampak pandemi dan paling terakhir pulih. Namun, pandemi Covid-19 dinilai sebagai momentum untuk merevitalisasi industri pariwisata menuju transformasi digital.
”Pariwisata ini khususnya adalah salah satu industri di mana Indonesia mampu menjadi pemain nomor satu dan bisa memasukkan budaya lokal di dalamnya. Siapa yang bisa membuat Bali kedua atau Raja Ampat kedua? Jadi, ini momentum tepat untuk mendigitalisasi industri pariwisata,” katanya.
Pembiayaan
Josua menambahkan, salah satu kesulitan memulai usaha rintisan digital adalah persoalan pembiayaan, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat pandemi. Belakangan, karena terdampak Covid-19, banyak usaha rintisan yang menghentikan sejumlah karyawan, bahkan gulung tikar.
Pemerintah, melalui program BEKUP, menjalankan fungsi sebagai fasilitator untuk menjembatani UMKM digital dengan investor yang bersedia menyuntik modal. ”Ini program pendampingan yang akan berlangsung panjang. Jangan sampai ide-ide brilian tidak bisa tumbuh, padahal itu sebenarnya bisa memberi solusi,” kata Josua.
Di sisi lain, pemerintah juga meluncurkan program pemberian insentif bagi UMKM di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Jenis usaha yang bisa mendapat bantuan suntikan dana meliputi enam subsektor dalam ekonomi kreatif, seperti aplikasi, game developer, kriya, mode, kuliner, film, animasi dan video, serta sektor pariwisata.