Pembebasan Lahan Calon Depo Fase 2B MRT Jakarta Telan Rp 1,5 Triliun
›
Pembebasan Lahan Calon Depo...
Iklan
Pembebasan Lahan Calon Depo Fase 2B MRT Jakarta Telan Rp 1,5 Triliun
Supaya pekerjaan MRT Jakarta fase 2 bisa dikerjakan berkelanjutan, MRT bersama Bappenas mengajukan pinjaman ke JICA.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta memastikan pembebasan lahan calon depo kereta MRT Jakarta di Ancol Barat butuh dana Rp 1,5 triliun. Kepastian lahan depo menjadi salah satu poin yang harus disertakan dalam usulan pembahasan pinjaman pendanaan fase 2B Kota-Ancol Barat bagian koridor utara-selatan kepada Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Rabu (8/7/2020), menjelaskan, penetapan Ancol Barat, tepatnya di area lahan milik swasta, menjadi depo MRT Jakarta sudah merupakan hasil perhitungan yang ekonomis, efektif, dan efisien. Titik depo di Ancol Barat juga studi kelayakan atau feasibility study (FS) atas trase fase 2B oleh konsultan.
Seperti diketahui, pembangunan fase 2 MRT Jakarta koridor utara-selatan sempat terkendala masalah depo. Awalnya, sesuai FS awal, fase 2 akan berawal dari Bundaran HI dan berakhir di area sekitar Stasiun Kampung Bandan. Namun, kemudian, lahan di Kampung Bandan tidak bisa digunakan untuk depo dan stasiun terakhir sehingga MRT Jakarta mesti mencari kemungkinan lahan lain dan mengubah trase.
Kemungkinan lahan itu sempat mengerucut di Ancol Timur dan kawasan Stadion BMW. Namun, itu berubah karena di lahan BMW akan dibangun Jakarta International Stadium. Sementara untuk sampai ke Ancol Timur, meskipun lahan itu milik Pemprov DKI Jakarta, trase akan berubah menjadi panjang sekitar 12 kilometer.
Kemudian, berdasar FS yang dilakukan tim, calon lahan depo mengerucut ke area di Ancol Barat. Lahan milik swasta seluas 20 hektar itu dinilai paling cepat, paling pas secara teknis ataupun ekonomis. Gubernur DKI Jakarta sudah menuangkannya dalam keputusan gubernur dan mendapat dukungan dari Kementerian Perhubungan.
Trase fase 2 koridor utara-selatan yang semula Bundaran HI-Kota pun berubah dan berkembang menjadi fase 2A dan 2B. Fase 2A berawal dari Bundaran HI-Kota, sedangkan fase 2B berawal dari Kota ke Ancol Barat.
Dalam rapat kerja tersebut, Pandapotan Sinaga, Sekretaris Komisi B, mempertanyakan pemilihan Ancol Barat itu. Ia berpendapat lahan di Ancol Timur lebih bisa dipakai tanpa perlu pembebasan lahan.
Namun, sekali lagi William memastikan, pemilihan lahan Ancol Barat lebih tepat karena tidak perlu melakukan pengerasan tanah. Secara kontur tanah juga lebih pas. Apalagi, ke depan kawasan depo Ancol Barat juga akan dikembangkan sebagai kawasan berorientasi transit (KBT) atau transit oriented development (TOD).
Sesuai FS pula, pembelokan trase dari Kota ke Ancol Barat itu lebih dekat. Sebagai depo, nantinya depo Ancol Barat akan menjadi area stabling atau parkir 14-15 rangkaian kereta yang akan dipesan dan melengkapi 16 rangkaian kereta yang saat ini dimiliki dan sudah dioperasikan di fase 1 koridor utara-selatan dari Bundaran HI ke Lebak Bulus.
Untuk pembebasan lahan, lanjut William, pihaknya menghitung berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP) kawasan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dari sana, keluarlah estimasi pendanaan Rp 1,5 triliun untuk pembebasan lahan bagi depo fase 2B itu. ”Kami sudah bersurat kepada Pemprov DKI Jakarta untuk pembebasan lahan. Memang kita bersurat kepada pemerintah provinsi untuk mendanai pembebasan lahan tersebut,” ujarnya.
Harapannya, tahun ini pembebasan lahan sudah bisa dimulai. Namun, seiring adanya pandemi Covid-19, upaya pembebasan lahan belum berjalan.
Riyadi, Sekretaris BP BUMD DKI Jakarta, secara terpisah, menjelaskan, rencana pembangunan depo MRT Jakarta di Ancol Barat tersebut masih dalam pembahasan dan perhitungan di Pemprov DKI Jakarta.
Syarat pinjaman
William melanjutkan, kepastian depo bagi pembangunan fase 2 itu menjadi syarat pengajuan pinjaman yang diminta JICA.”Iya, sekarang sudah kami masukan karena, kan, kami harus mengusulkan ke JICA, juga pengusulan untuk penetapan kawasan itu sebagai proyek strategis nasional,” ujarnya.
Pengusulan itu tindak lanjut pertemuan William dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Sementara pengusulan sebagai proyek strategis nasional diusulkan kepada Menko Perekonomian untuk dimasukkan ke dalam proyek strategis nasional MRT fase 2 dan fase 3.
”Untuk pendanaan fase 2B, Bappenas nanti yang akan komunikasi dengan JICA,” kata William.
Diharapkan, apabila pengusulan pinjaman dilakukan sejak sekarang, pada November 2020 tim check and finding dari JICA sudah bisa datang ke Jakarta dan melakukan pengecekan atas usulan pinjaman fase 2B itu. ”Kami berharap di November tim bisa datang supaya kami bisa dapat pendanaannya tahun depan. Ini kami mau mengunci semua waktunya. Jadi, kalau pendanaannya dapat tahun depan, kami bisa memulai tender desain dan konstruksi untuk fase 2B,” ujar William.
Sementara sambil menuntaskan pengajuan pinjaman pendanaan fase 2B, sekarang yang sedang dikerjakan MRT Jakarta adalah membangun fase 2A. Paket kontrak (CP) 201 Bundaran HI-Harmoni sudah mulai dikerjakan sejak 15 Juni 2020. Mobilisasi tenaga kerja dan tenaga ahli untuk pekerjaan konstruksi CP 201 juga sudah dilakukan.