Pengedaran Narkoba di Sulawesi Utara Kian Gencar Saat Pandemi
›
Pengedaran Narkoba di Sulawesi...
Iklan
Pengedaran Narkoba di Sulawesi Utara Kian Gencar Saat Pandemi
Pengedaran dan penggunaan narkoba di Sulawesi Utara semasa tanggap darurat Covid-19 semakin gencar. Terakhir, Kepolisian Daerah Sulut menangkap empat anggota jaringan baru pengedar sabu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pengedaran dan penggunaan narkoba di Sulawesi Utara semasa tanggap darurat Covid-19 kian gencar. Terakhir, Kepolisian Daerah Sulut menangkap empat anggota jaringan baru pengedar sabu yang dipasok dari Palu, Sulawesi Tengah.
Empat anggota jaringan tersebut ditampilkan Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulut kepada awak media dalam konferensi pers di Manado, Rabu (8/7/2020). Mereka tergabung dalam jaringan Tompaso Baru karena berbasis di kecamatan di Minahasa Selatan tersebut.
”Penangkapan ini adalah yang kesembilan selama masa pandemi Covid-19. Mereka tergabung di jaringan yang termasuk baru, berbeda dari sebelumnya melalui Lapas Tuminting (Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Manado) melalui jaringan guritanya,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Sulut Komisaris Besar Eko Wagiyanto.
Empat tersangka pengedar sabu yang kali ini ditangkap adalah VM (40) sebagai penghubung dengan pemasok, JC (32) yang mendanai pengadaan sabu, YM (32) sebagai penyedia kendaraan, dan dibantu NK (43). Mereka kedapatan membawa 22,88 gram sabu dari Palu. Pasokan berasal dari kerabat VM, yang juga warga Donggala, Sulteng.
Keempatnya ditangkap polisi ketika sedang melintasi pos pemantauan Covid-19 Desa Moyongkota di Kecamatan Modayag Barat, perbatasan Bolaang Mongondow Timur dan Minahasa Selatan, Kamis (2/7/2020) dini hari. Polisi menghentikan Daihatsu Sirion merah bernomor polisi DM 1317 BG yang dikendarai pelaku.
Penangkapan ini adalah yang kesembilan selama masa pandemi Covid-19. Mereka tergabung di jaringan yang termasuk baru, berbeda dari sebelumnya melalui Lapas Tuminting.
”Kami tangkap ketika petugas mengecek suhu tubuhnya. Kami menemukan 22,88 gram sabu yang dibungkus aluminium foil di bawah rem tangan. Mereka sudah memakai sebagian kecil dalam perjalanan. Hal itu terbukti dari hasil tes urine mereka,” kata Eko.
Dari hasil pemeriksaan, keempat pelaku berencana menyalurkannya kepada pengguna sabu di Manado dalam jumlah kecil melalui pengiriman paket via jasa ekspedisi. Hal itu terbukti dari 188 plastik klip kecil yang disita polisi. Polisi juga menyita sebungkus rokok, uang tunai Rp 218.000, STNK kendaraan, 2 KTP, 2 SIM C, dan 3 ponsel sebagai barang bukti.
Berdasarkan data kepolisian, VM adalah wirausaha, YM pengacara, JC pedagang, dan NK petani. Kendati memiliki profesi masing-masing, motif ekonomi mendorong keempat pelaku terlibat dalam tindak kriminal tersebut. Pandemi Covid-19 menyebabkan pasokan narkoba seret sehingga harga sabu melambung tinggi.
”Terlepas dari pekerjaannya, mereka semua pengguna. Karena melihat peluang, mereka ingin mendapat uang sebagai pengedar juga. Memang barang ini sekarang sangat langka, seperempat bal (25 gram) saja harganya jadi Rp 37 juta, naik 4-5 kali lipat,” kata Eko.
Keempat tersangka terbukti melanggar Pasal 114 Ayat 2 dan Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hukuman 5-20 tahun penjara menanti keempat tersangka.
Akan tetapi, keempat pelaku mengaku baru beberapa kali mengedarkan narkoba. Mereka berencana mengajukan permohonan untuk mendapatkan rehabilitasi yang akan ditangani Badan Narkotika Nasional.
Peneliti Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme (PRIK-KT) Universitas Indonesia Benny Mamoto mengatakan, pandemi menciptakan masalah sosial yang mendukung pengedaran narkoba. Meningkatnya angka pengangguran membuka peluang bagi sindikat pengedar untuk merekrut orang yang butuh uang untuk menjadi kurir.
Di lain sisi, warga yang frustrasi dan stres karena kurangnya kegiatan ekonomi maupun kegiatan lain di ruang publik juga rentan menjadi pengguna narkoba. Untuk mengatasinya, langkah pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengatasi pengangguran.
”Kondisi ini harus disikapi serius. Pemerintah harus mengatasi pengangguran. Rehabilitasi para pengguna narkoba juga perlu ditingkatkan sehingga permintaan narkoba bisa ditekan. Narkoba adalah bisnis. Kalau permintaan kurang, tetapi pasokan banyak, harga akan jatuh,” kata Benny.
Meningkat
Dalam empat bulan terakhir, lebih dari 40 pengedar dan pengguna narkoba telah ditangkap aparat Polda Sulut. Pada 21 Juni lalu, AEN, anggota DPRD Bolaang Mongondow Utara dari Fraksi Partai Amanat Nasional, ditangkap. AEN kedapatan memiliki 2,84 gram sabu. Ia diancam kurungan 4-12 tahun penjara.
Pada 12 Juni, Polda Sulut juga menangkap SD (29) di Manado karena memiliki 4.040 butir trihexyphenidyl. Pasokan obat keras itu telah didatangkan tiga kali dari Jakarta.
Mengutip data Badan Reserse Kriminal Polri, kata Eko, pengedaran narkoba selama pandemi Covid-19 secara nasional meningkat hingga 125 persen. Di Sulawesi dan area Indonesia timur, pasokan paling banyak didatangkan ke Sebatik, Kalimantan Utara, dari Tawau, Malaysia. Kemudian, pasokan diarahkan ke Palu sebagai pintu masuk paling dekat menuju Indonesia bagian timur.
Peningkatan pengedaran juga terjadi di Sulut kendati jumlah yang diedarkan atau dipakai tidak besar, hanya dalam hitungan 1-5 gram. ”Penangkapan terakhir ini (22,88 gram) termasuk besar,” kata Eko.
Pengguna pun cenderung menggunakan di tempat yang sulit terendus polisi, seperti kamar kos dan hotel. Sebab, Pemerintah Kota Manado masih memberlakukan penutupan tempat-tempat hiburan malam yang rawan menjadi lokasi transaksi.
Menanggapi hal ini, Benny mengatakan, operasi untuk melacak peredaran narkoba harus semakin masif, terutama di tengah pandemi. Semakin banyak kasus terungkap, permintaan akan narkoba juga dapat ditekan.
Benny juga menekankan pentingnya kerja sama internasional. Pelayaran kapal peti kemas di pelabuhan-pelabuhan internasional adalah pintu-pintu masuk utama narkoba. ”Sebanyak 85 persen pasokan skala besar, hitungan ton, selalu lewat jalur laut,” kata Benny.