Petugas di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur berinisial DA ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Polda Lampung menetapkan DA, petugas di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Lampung Timur, sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak. Penetapan dilakukan setelah polisi mengetahui hasil visum dan memeriksa delapan saksi.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad mengungkapkan, saksi yang diperiksa atas dugaan pemerkosaan terhadap NV (13), antara lain saksi korban, ayah korban, tetangga, paman, dan petugas dari P2TP2A Lampung Timur. Adapun hasil visum menunjukkan ada luka di organ vital korban yang menguatkan indikasi kekerasan seksual.
”Dari hasil visum dan pemeriksaan saksi, kami sudah melakukan gelar perkara. Dari barang bukti yang ada, sudah patut diduga terlapor ini dinaikkan sebagai tersangka,” kata Pandra saat ditemui di Markas Besar Polda Lampung di Bandar Lampung, Rabu (8/7/2020). Ia menambahkan, saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polres Lampung Timur untuk menangkap DA dan akan langsung dibawa ke Polda Lampung untuk menjalani pemeriksaan.
Kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami NV (13), anak perempuan di Lampung Timur, pertama kali dilaporkan ke polisi oleh S, ayah korban pada Kamis (2/7/2020). Korban diduga mengalami kekerasan seksual selama masa pemulihan atas kasus serupa. Pada 2019, NV juga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya.
Dalam kasus ini, menurut Pandra, NV menjadi korban sekaligus saksi kunci atas pemerkosaan yang dialaminya. Untuk itu, keterangan korban menjadi petunjuk penting untuk mengungkap kasus kejahatan seksual ini.
Selain menyelidiki dugaan kekerasan seksual yang dialami NV, polisi juga mendalami adanya dugaan perdagangan orang. Dari pengakuan korban, NV mengaku pernah dipaksa pelaku menjadi pekerja seks. Selain NV, diduga masih ada korban lainnya.
Dalam kasus ini, pelaku dijerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Polisi akan mengenakan pasal berlapis jika pelaku terbukti melakukan tindak pidana perdagangan manusia.
Selain menyelidiki dugaan kekerasan seksual yang dialami NV, polisi juga mendalami adanya dugaan perdagangan orang. Dari pengakuan korban, NV mengaku pernah dipaksa pelaku menjadi pekerja seks. Selain NV, diduga masih ada korban lainnya.
Polda Lampung memberikan perhatian khusus pada kasus ini karena NV merupakan korban kekerasan seksual berulang. Selain itu, kasus ini juga mendapat sorotan dari masyarakat luas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung Theresia Sormin mengatakan, saat ini, korban sedang menjalani pemulihan di rumah aman Provinsi Lampung, di bawah pengawasan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung. Selain pemulihan psikologis, korban akan diberi pendampingan pendidikan dan hukum.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan dan Anak Damar Lampung Sely Fitriani mendesak pemerintah Kabupaten Lampung Timur mengevaluasi kepengurusan dan kinerja lembaga P2TP2A Lampung Timur. Dari hasil penelusuran, pihaknya menemukan Lembaga P2TP2A Lampung Timur belum memiliki standar operasional dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Perekrutan beberapa pengurus di lembaga itu juga tidak berdasarkan kapasiitas dan pengalaman dalam penanganan kasus.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung Timur Rita Witriati mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan polisi atas kasus ini. Rita juga telah mengajukan surat pada Bupati Lampung Timur untuk meninjau kembali SK bupati yang menjadi dasar bagi lembaga P2TPA2 Lampung Timur bermitra dengan pemerintah.