Program Rinci Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Disiapkan
›
Program Rinci Pengurangan...
Iklan
Program Rinci Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Disiapkan
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus menurunkan emisi gas rumah kaca melalui program-program yang secara nyata menurunkan deforestasi, mengurangi degradasi hutan, dan mendorong keberlanjutan pengelolaan hutan.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program-program rinci terkait rencana investasi pengurangan emisi gas rumah kaca dipersiapkan sembari mengurus pencairan insentif hasil kerja sama Indonesia-Norwegia. Rencana investasi ini menjadi panduan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dalam mendistribusikan insentif tersebut.
”Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup sudah ada. Sekarang kita siapkan tata kelola, bagaimana uang dikumpul dan didistribusikan. Begitu perangkat, regulasi, personel rampung, Norwegia bisa mentransfer uangnya ke BPDLH,” tutur Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugardiman kepada harian Kompas, Rabu (8/7/2020).
Kerja sama Indonesia-Norwegia ini ditandai dengan letter of intent pada 26 Mei 2010 dan berlaku sampai 2030. Dalam kerja sama ini, Indonesia menyiapkan program-program untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penurunan deforestasi dan degradasi hutan.
Pada 2016/2017, pengurangan emisi yang dicapai Indonesia sebanyak 11,2 juta ton setara CO2.
Pada 2016/2017, pengurangan emisi yang dicapai Indonesia sebanyak 11,2 juta ton setara CO2. Dalam laman resmi Pemerintah Norwegia, www.regjeringen.no, tanggal 3 Juli 2020, disampaikan bahwa Pemerintah Norwegia akan membayar 530 juta krone atau setara 56 juta dollar AS untuk pengurangan deforestasi di Indonesia.
Dana insentif ini akan disalurkan melalui BPDLH yang sudah dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan. Institusi ini berada di bawah Kementerian Keuangan dan diluncurkan 9 Oktober 2017 oleh Kemenkeu, KLHK, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
BPDLH ini menjaring program-program penurunan emisi dan kemudian akan membagikan dana insentif tersebut. Program-program yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang bisa secara nyata menurunkan deforestasi, mengurangi degradasi hutan, mendorong keberlanjutan pengelolaan hutan, mendorong pengelolaan hutan konservasi, serta memelihara stok karbon di hutan dan alam.
Sistem monitoring hutan nasional (Simontana) juga menyediakan data tutupan hutan baik hutan tropis, hutan gambut, dan hutan produksi secara rinci dan aktual. Ini memudahkan pembuktian rekam data tutupan hutan dari waktu ke waktu dalam kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca ini.
Untuk memastikan penurunan emisi gas rumah kaca dan menyelamatkan karbon, kata Ruandha, KLHK sudah memiliki peta wilayah pengukuran REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Unit kerja mana saja yang menurunkan emisi ataupun bergerak bisa diverifikasi dengan mudah.
Sistem monitoring hutan nasional (Simontana) juga menyediakan data tutupan hutan baik hutan tropis, hutan gambut, mauoun hutan produksi secara rinci dan aktual. Ini memudahkan pembuktian rekam data tutupan hutan dari waktu ke waktu dalam kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca ini.
Adapun jumlah karbon yang bisa diselamatkan dalam upaya pengurangan deforestasi dan degradasi hutan ini dihitung menggunakan sistem pedoman pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV) yang disepakati baik oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7/2020), ditegaskan kembali komitmen Pemerintah Indonesia untuk terus menurunkan emisi gas rumah kaca dan melanjutkan kerja sama dengan Norwegia. Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030.
Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030.
Tak hanya komit pada kerja sama Indonesia-Norwegia, kata Presiden Jokowi, Pemerintah Indonesia juga berusaha mencapai target yang ditetapkan dalam konvensi perubahan iklim dalam Kesepakatan Paris 2016 yang telah diratifikasi. Dalam konvensi ini, target pada 2030 adalah penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 persen dan 41 persen dengan dukungan kerja sama teknik dari luar negeri.
Selain itu, Indonesia wajib menurunkan emisi karbon di sektor kehutanan 17,2 persen, sektor energi 11 persen, sektor limbah 0,38 persen, pertanian 0,32 persen, serta sektor industri dan transportasi 0,10 persen.
”Kita harus terus konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Perlindungan gambut, rehabiltasi hutan dan lahan harus terus dilanjutkan,” tutur Presiden Joko Widodo dalam pengantar ratas.
Karena memiliki komitmen juga pada Kesepakatan Paris, kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, penyesuaian pada LoI dengan Norwegia juga akan dilakukan.