Ribuan calon mahasiswa rela melintasi wilayah, mengikuti syarat berlapis, dan diliputi cemas demi meraih kampus impian.
Oleh
Saiful Rijal Yunus/Mediana
·5 menit baca
Ribuan calon mahasiswa rela melintasi wilayah, mengikuti syarat berlapis, dan diliputi cemas demi meraih kampus impian. Ujian masuk perguruan tinggi negeri kala pandemi Covid-19 laksana pertaruhan antara kesehatan dan impian masa depan.
Tepat tengah hari, Minggu (5/7/2020), Nurfadillah (18) duduk manis di depan ruang ujian di Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara. Ujian tulis berbasis komputer (UTBK) untuk seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) baru dimulai dua jam lagi. Ia datang lebih awal agar tidak terlambat.
Duduk di kursi yang sengaja dibuat berjarak 1,5 meter dengan kursi lainnya, gadis asal Kolaka Utara ini memangku map plastik bening dengan beragam berkas di dalamnya. Di atas map, sebuah face shield atau pelindung wajah yang dibeli secara daring seharga Rp 45.000 dipegangnya erat.
Ia memeriksa kembali berkasnya, ada surat keterangan lulus, kartu ujian, dan tanda pengenal. Ia juga punya surat izin bepergian dari Kepala Desa Pakue Tengah, Kolaka Utara, dan surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.
Surat bepergian diperlukan ketika ia keluar dari daerahnya. Sejak Jumat (3/7), ia menuju Kendari menggunakan angkutan umum dengan waktu tempuh delapan jam. Lulusan SMA I Pakue ini berpindah dari daerah zona merah Covid-19 ke zona merah lainnya. Selama di Kendari, ia menginap di rumah nenek, tidak jauh dari lokasi ujian.
Ia juga mengantongi surat keterangan telah melakukan tes cepat Covid-19. Syarat ini juga tidak boleh terlewat untuk mengikuti ujian.
”Kalau yang lain lengkap, ini tidak ada, tetap tidak boleh masuk (ujian),” kata sulung dua bersaudara ini menunjukkan keterangan hasil nonreaktif Covid-19. ”Ini kemarin diambil setelah rapid test. Saya datang pukul 08.00, pukul 14.30 baru selesai,” katanya.
Uji cepat dengan hasil nonreaktif merupakan syarat utama bisa mengikuti ujian. Tak ayal, ribuan calon mahasiswa berbondong-bondong datang mengikuti tes yang dilakukan pihak UHO. Tes cepat itu gratis dan diutamakan untuk calon mahasiswa yang akan ujian dalam waktu dekat.
Nurfadillah datang sejak antrean dibuka pukul 08.30. Namun, sebagian besar yang datang tidak mengikuti protokol kesehatan. Saling serobot dan berusaha paling cepat tak terhindarkan. Ia memilih agak mundur dan sedikit terlambat.
Baru ketika antrean dirapikan, ia kembali memasuki barisan. Meski demikian, jarak antara satu orang dan lainnya sangat mepet. ”Takut juga, apalagi dengar informasi kalau ada satu orang yang reaktif. Tetapi, harus begitu (ikut tes cepat) biar bisa kuliah. Aturannya kita ikuti saja,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru ini.
Pulang dari sini, saya langsung mandi. Biar virus tidak menempel.
Seorang calon peserta UTBK-SBMPTN di UHO diketahui reaktif dalam uji cepat. Ia langsung dirujuk ke Rumah Sakit Bahteramas untuk menjalani tes usap (swab).
Ananda Aulia (17), peserta lainnya, mengaku waswas mengikuti ujian masuk kuliah. Namun, ia tak punya pilihan lain agar bisa kuliah selain dengan jalur tes. ”Saya sudah datang pukul 07.00. Itu saja sudah ramai. Pas antre (tes cepat), itu agak takut juga,” ujar gadis asal Kendari tersebut.
Sejak jauh hari, ia mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian. Selain belajar dan berdoa, ia juga berusaha menjaga kesehatan agar tidak sakit. Sulung dua bersaudara ini melengkapi diri dengan masker, cairan pencuci tangan, dan sarung tangan.
”Pulang dari sini, saya langsung mandi. Biar virus tidak menempel. Beginilah jadi angkatan korona, banyak ujiannya,” kata Aulia yang memilih fakultas ekonomi sebagai pilihan utama. Sejak dulu, ia bercita-cita bekerja di bank.
Berlapis
Tidak hanya calon peserta ujian, para pengawas dan petugas keamanan juga memakai protokol berlapis. Ismunandar (32), petugas keamanan, memakai masker saat bertugas. Ia juga mewajibkan para peserta untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum mengecek suhu tubuh calon mahasiswa.
”Protokolnya begitu. Kalau ada yang tidak pakai masker, tidak boleh masuk ruang ujian. Saya juga waswas nanti kena virus. Apalagi pulang ke rumah ketemu keluarga,” katanya. Jaga jarak dan mandi ketika tiba di rumah juga dilakukannya.
Dekan Fakultas Pertanian UHO Marsuki Iswandi, yang juga penanggung jawab lokasi ujian di fakultas itu, menyebutkan, protokol kesehatan diberlakukan ketat dalam ujian. Menjaga jarak di luar dan dalam ruangan ujian wajib dilakukan. Setiap ruangan hanya diisi setengah dari kapasitas maksimal. Setiap pengawas juga wajib memakai masker. Harapannya, semua orang yang terlibat dalam ujian terhindar dari paparan virus korona.
”Ujian ini penuh pertimbangan berkali-kali sebelum dilakukan. Ujian akan dilakukan selama sembilan hari ke depan,” katanya.
Data Panitia SBMPTN UHO, 8.702 pendaftar mengikuti ujian yang berlangsung Minggu-Senin (5-13/7/2020). Ujian dilaksanakan dua sesi setiap hari di 39 ruangan. Satu ruangan hanya diisi 10-25 calon mahasiswa.
Ujian ini penuh pertimbangan berkali-kali sebelum dilakukan.
Menurut Sekretaris Panitia UTBK-SBMPTN UHO La Ode Midi, ujian untuk mengisi 30 persen kuota dari total 8.000 mahasiswa yang akan diterima. Sebelumnya ada seleksi rapor atau seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri serta selebihnya ada seleksi mandiri. Ujian juga hanya dilakukan untuk tes potensi skolastik, meliputi kemampuan dasar dalam logika dan analisis.
”Ujian tes potensi akademik ditiadakan sesuai arahan dari pusat, termasuk penyelenggaraan ujian hari ini yang dilakukan dengan protokol ketat,” katanya.
Data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) per 2 Juli 2020 pukul 14.00, total ada 703.875 peserta UTBK-SBMPTN. Jumlah ini terdiri dari 579.069 peserta tes gelombang I dan 124.806 peserta tes gelombang II.
Ketua LTMPT M Nasih menyatakan, semua tahapan pelaksanaan UTBK dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Bahkan, semua ruangan dan komputer disemprot disinfektan sehari sebelum pelaksanaan ujian dan saat jeda antarsesi. Semua dilakukan demi kelancaran UTBK dan mencegah penyebaran Covid-19.