Australia Isolasi Melbourne Cegah Gelombang Kedua Korona
›
Australia Isolasi Melbourne...
Iklan
Australia Isolasi Melbourne Cegah Gelombang Kedua Korona
Pemerintah Australia kembali menerapkan kebijakan pembatasan di perbatasan New South Wales dan Victoria setelah munculnya ratusan kasus baru.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SIDNEY, RABU — Pemerintah Australia menutup perbatasan negara bagian Victoria dengan New South Wales untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 gelombang kedua. Sedikitnya 4,9 juta penduduk di Melbourne, ibu kota Victoria, harus menjalani karantina sebagian. Pemerintah juga akan membatasi jumlah warga Australia yang berada di luar negeri yang hendak kembali ke Australia.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Rabu (8/7/2020), meminta pengertian warganya agar mau sedikit berkorban demi keselamatan seluruh rakyat. ”Saya mohon pengertiannya,” ujarnya.
Gelombang kedua ini meresahkan karena Australia sebelumnya termasuk salah satu negara yang paling berhasil menangani pandemi ini seperti Selandia Baru.
Morrison akan mengajukan usulan kepada para pemimpin negara bagian dan wilayah untuk menahan laju warga negara dan penduduk tetap (permanent residents) Australia yang mau pulang. Caranya, dengan mengurangi jumlah penerbangan repatriasi. Sejak Australia menutup perbatasan internasionalnya, Maret lalu, hanya warga negara dan penduduk tetap yang masih boleh masuk.
Pemerintah Victoria melaporkan ada 134 kasus Covid-19 baru yang diduga berasal dari warga Australia yang baru kembali dari luar negeri. Kekhawatiran adanya gelombang kedua korona ini muncul setelah ada tiga kasus Covid-19 baru yang ditemukan di Canberra. Dua orang yang terinfeksi disebutkan baru kembali dari Melbourne, pekan lalu. Melihat kasus Canberra, Pemerintah Sidney segera melacak 48 penumpang yang naik pesawat dari Melbourne tanpa menjalani tes Covid-19.
Kebijakan karantina di Melbourne akan berlaku selama setidaknya enam pekan. Semua kafe, bar, restoran, dan tempat olahraga akan ditutup. Warga hanya diperbolehkan keluar rumah untuk bekerja. Secara nasional, di Australia terdapat 9.000 kasus Covid-19 dan 106 orang tewas.
”Kita tidak bisa berpura-pura krisis ini sudah berakhir. Tidak ada pilihan lain selain karantina lagi,” kata PM Victoria Daniel Andrews.
Resesi
Munculnya gelombang kedua di Australia ini membuyarkan harapan membangkitkan perekonomian setelah untuk pertama kalinya dalam 30 tahun mengalami resesi. Menteri Keuangan Federal Josh Frydenberg mengatakan, penutupan perbatasan dan isolasi karantina Melbourne akan membuat Australia merugi hingga 700 juta dollar AS setiap minggunya.
Morrison akan menawarkan bantuan pendapatan tambahan di luar subsidi upah yang akan berakhir September mendatang. Frydenberg menambahkan, pemotongan pajak penghasilan juga bisa dipercepat.
Penutupan perbatasan antarnegara bagian itu akan menutup juga perdagangan dan pergerakan manusia. Padahal, lebih dari separuh penduduk dan perekonomian Australia ada di dua negara bagian itu. Dua negara bagian yang terpisahkan oleh Sungai Murray itu kuat pada sektor pertanian yang mendukung seluruh wilayah Australia.
Untuk memulihkan perekonomian, negara-negara bagian lain akan tetap mencabut karantina dan membuka perbatasan antarnegara bagian, seperti Queensland, Australia Selatan, Tasmania, dan Teritori Utara pada bulan ini. Harapannya, sektor pariwisata domestik akan kembali berputar, begitu pula dengan bisnis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan adanya bukti baru yang menunjukkan Covid-19 kemungkinan bisa menular melalui udara. Para peneliti menemukan bukti virus bisa berkelana sejauh 2 meter. Temuan baru itu akan dipublikasikan dalam waktu dekat. ”Kasusnya bertambah terus. Pekan ini saja ada 400.000 kasus baru dan kita belum sampai di puncaknya,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Kelompok peneliti berisi 239 peneliti dari sejumlah negara menyebutkan, tetesan virus yang diembuskan di bawah 5 mikrometer bisa melayang di udara selama beberapa jam dan berkelana hingga puluhan meter. ”Kami harus membuka bukti baru ini supaya tahu cara penularannya dan pencegahan apa yang harus dilakukan,” kata Benedetta Allegranzi yang memimpin pengendalian infeksi di WHO itu. (REUTERS/AFP/AP)