Penanganan dan pencegahan wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS CoV 2) di Jawa Timur mengandalkan program Kampung Tangguh Semeru.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS – Wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS CoV 2) di Jawa Timur tidak juga mereda. Penularan masih tinggi karena tidak lagi ada pembatasan sosial terhadap aktivitas masyarakat. Penanganan wabah lebih dibebankan kepada keandalan masyarakat dalam program kampung tangguh semeru.
Data resmi laman http://infocovid19.jatimprov.go.id/ yang dikelola oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim pada Kamis (9/7/2020) memperlihatkan penyakit mematikan ini telah menjangkiti 14.941 orang. Rinciannya, kematian 1.139 jiwa atau fatalitas 7,6 persen, perawatan bagi 7.992 orang, kesembuhan untuk 5.579 warga, dan dalam proses konfirmasi domisili 231 orang.
Situasi di Jatim menjadi yang tertinggi se-Indonesia setelah melampaui DKI Jakarta sekitar sebulan lalu. Sejak kasus pertama diumumkan pada pertengahan Maret lalu, Surabaya, ibu kota Jatim, diikuti Sidoarjo terus menjadi kawasan terparah paparan wabah Covid-19.
Surabaya dan Sidoarjo merupakan wilayah pesisir utara Jatim. Ke arah barat sampai Rembang di Jawa Tengah dari Surabaya akan melewati Gresik, Lamongan, dan Tuban. Dalam situasi wabah Covid-19, kawasan pantura sisi barat Jatim ini sepatutnya diwaspadai karena paparannya tinggi.
Situasi pada Rabu ini, di Surabaya tercatat 6.681 warga positif dengan rincian kematian 557 jiwa, perawatan 2.981 pasien, dan kesembuhan 3.143 orang. Gresik di urutan ketiga yakni 1.005 warga terjangkit dengan rincian kematian 97 jiwa, 745 pasien dirawat, dan kesembuhan 163 orang. Lamongan berada di urutan ke-10 sedangkan Tuban di urutan ke-20. Di Jatim terdapat 38 kabupaten/kota.
Dari situasi ini, jalur pantura Jatim sisi barat perlu mendapat perhatian karena paparannya tinggi. Apalagi pergerakan manusia dari Surabaya dan Gresik ke barat (Jateng) tetap tinggi. Pantauan pada Jumat dan Sabtu lalu, lalu lintas di jalur pantura dan jalur tengah Surabaya, Gresik, Lamongan, dan Tuban tetap padat seperti biasanya.
Saat Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kurun 28 April-8 Juni 2020, aktivitas dari dan ke wilayah ini melalui jalur pantura dan jalur tengah memang berkurang. Warga Tuban dan Lamongan menunda perjalanan ke timur (Gresik, Surabaya, Sidoarjo) karena ada pemeriksaan dan penyekatan di jalan raya.
Namun, selepas PSBB berakhir, seluruh jalur dari dan ke Surabaya termasuk pantura tidak lagi diberlakukan penyekatan dan pemeriksaan. Pos-pos yang sempat didirikan di perbatasan antarwilayah sudah tidak ada lagi. Pos permanen juga tidak selalu terisi petugas karena mungkin sedang patroli atau bukan jadwalnya berjaga.
Sutiadji, warga Lamongan, mengatakan, bebas berperjalanan ke barat atau ke timur tanpa ada penyekatan atau pemeriksaan. “Saya berikhtiar jaga jarak dan kesehatan agar tidak tertular Covid-19 dari orang lain,” katanya.
Situasi ini juga dirasakan oleh banyak warga pantura Jatim di Gresik, Lamongan, dan Tuban. Mereka berusaha tidak tertular dengan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah terutama memakai alat pelindung diri (masker, sarung tangan, pelindung wajah), mengurangi bepergian, menghindari kerumunan, dan perilaku hidup bersih dan sehat terutama rutin mencuci tangan dengan sabun dan air atau memakai larutan pensanitasi.
Namun, pengabaian terhadap anjuran protokol kesehatan begitu kentara. Tempat-tempat yang berpotensi mendatangkan keramaian yakni pasar, pusat belanja, pertokoan, restoran, objek wisata, dan kedai sudah beroperasi dan dipadati pengunjung. Memang pengelola menerapkan pengurangan kapasitas menjadi separuhnya untuk memberi ruang bagi pelaksanaan protokol jaga jarak.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto mengatakan, tidak lagi menerapkan pemeriksaan dan penyekatan di jalan-jalan. Namun, aparaturnya terus mengoperasikan mobil keliling untuk memperingatkan masyarakat agar melaksanakan protokol kesehatan. Tempat-tempat publik dipantau dan warga yang terlihat abai terus diingatkan.
Senada ditegaskan oleh Wakil Bupati Lamongan Kartika Hidayati. Aparatur pemerintahan rutin berkeliling memantau tempat-tempat publik. Sesekali mereka mengadakan tes cepat untuk menjaring potensi adanya warga terjangkit tetapi berada di luar pantauan.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, kebijakan penanganan Covid-19 di daerah menjadi kewenangan bupati/wali kota. Namun, provinsi juga mendorong kabupaten/kota untuk memaksimalkan program Kampung Tangguh Semeru.
“Masyarakat diajak proaktif dalam penanganan dan pencegahan wabah,” kata Khofifah.
Sejauh ini sudah terbentuk 1.600 kampung tangguh se-Jatim. Konsep ini ada yang mencakup rukun wilayah atau desa/kelurahan. Keberadaan kampung tangguh mendorong tokoh masyarakat dan aparatur setempat meningkatkan pengawasan dan pemantauan masyarakat untuk mencegah penularan dan atau penanganan wabah.
Warga dari luar kampung tangguh akan diperiksa kondisi kesehatannya. Warga setempat juga diawasi terutama yang terindikasi sakit agar melaksanakan karantina atau isolasi. Warga yang sakit atau tamu yang terindikasi sakit dibawa ke fasilitas kesehatan. Sistem pemantauan ini juga seiring dengan budaya siskamling yang masih terpelihara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Gubernur dan para bupati/wali kota tidak memungkiri mengandalkan warganya untuk bersama-sama terlibat dalam penanganan dan pencegahan wabah melalui kampung tangguh.