Minim Pengawasan, Mobilitas di Pantura Barat Jateng Tingkatkan Risiko Covid-19
›
Minim Pengawasan, Mobilitas di...
Iklan
Minim Pengawasan, Mobilitas di Pantura Barat Jateng Tingkatkan Risiko Covid-19
Sebulan terakhir, sejumlah pemerintah di pantura barat Jawa Tengah mulai mengendurkan pengawasan terhadap pendatang dan mobilitas orang. Padahal hal tersebut rawan memicu penambahan kasus positif Covid-19.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BREBES, KOMPAS — Sejak dua pekan setelah Lebaran 2020, pengawasan terhadap pergerakan orang yang masuk dan keluar di Brebes, Jawa Tengah, mengendur. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus disease 2019 atau Covid-19 desa diandalkan untuk menyaring pendatang.
Laporan situasi Indonesia dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Rabu (1/7/2020) menyebutkan, risiko penyebaran Covid-19 terus bertambah seiring meningkatnya mobilitas orang ke luar daerah atau luar provinsi. Hal ini menunjukkan, pengetatan pengawasan pergerakan orang masih diperlukan untuk menekan penyebaran.
Di tengah kerawanan tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes menghentikan pencatatan pendatang yang tiba di wilayahnya. Pendataan pendatang yang mulai dilakukan sejak Maret 2020 itu terhenti dilakukan pada pekan kedua setelah Lebaran.
Sekretaris Daerah Brebes Djoko Gunawan mengatakan, pendataan pendatang tidak lagi dilakukan karena masyarakat mulai proaktif melapor jika mengetahui tetangganya pulang dari luar daerah. Setelah tiba di Brebes, para pendatang akan dicek suhu tubuhnya terlebih dahulu. Pemerintah setempat hanya mewajibkan karantina mandiri bagi pendatang dengan suhu tubuh tinggi.
”Kalau suhu tubuhnya di atas 38 derajat celsius, kami minta untuk karantina mandiri selama 14 hari. Tapi, kalau suhu badannya tidak lebih dari 38 derajat celsius, mereka dibebaskan atau tidak diwajibkan menjalani karantina,” ujar Djoko saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Djoko menambahkan, pihaknya melayani warga yang ingin mendapatkan surat keterangan sehat dan surat pengantar untuk bekerja ke luar daerah. Melalui pelayanan tersebut, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bisa mencatat warganya yang keluar daerah.
Berdasarkan pantauan Kompas, sejak pekan kedua Juni, pergerakan angkutan pribadi dan angkutan umum di jalur pantura dari Brebes-Batang yang sempat dibatasi selama larangan mudik kembali pulih. Beberapa rumah makan yang pada awal pandemi tutup karena sepi sudah kembali buka. Pelanggannya rata-rata merupakan pelaku perjalanan dari luar daerah. Hal itu terlihat dari nomor polisi pada kendaraan-kendaraan tersebut.
Tak hanya rumah makan, hotel-hotel melati di pinggir pantura juga mulai didatangi tamu. Kendati belum seramai pada saat sebelum pandemi, tamu yang datang sudah jauh lebih banyak.
Di salah satu hotel melati Kecamatan Brebes, misalnya, sebelum pandemi rata-rata tamu yang menginap dalam sehari sekitar 10 orang. Kini, rata-rata penghuni dalam sehari sekitar 6 orang.
Hingga Rabu (8/7/2020) siang, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Brebes 42 orang. Dari jumlah tersebut, 35 orang sembuh dan 7 orang masih dirawat. Hampir setengah dari pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Brebes adalah pelaku perjalanan dari luar daerah.
Desa longgar
Tak hanya di Brebes, di Kabupaten Tegal, 80 persen dari total kasus positif Covid-19 merupakan pelaku perjalanan dari daerah zona merah, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Hingga Rabu siang, jumlah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Tegal 34 orang. Dari jumlah tersebut, 4 orang masih dirawat, 4 orang meninggal, dan 26 orang sembuh.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tegal Muhammad Khuzaeni menduga, tingginya kasus Covid-19 yang menimpa pelaku perjalaan disebabkan oleh longgarnya pengawasan terhadap protokol kesehatan dan mobilitas warga. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tingkat desa dinilai tidak lagi gencar melawan Covid-19, seperti saat awal-awal pandemi.
”Berdasarkan pengamatan saya, di desa-desa sudah tidak ada lagi pendataan warga yang keluar atau masuk. Pengawasan terhadap kewajiban mengarantina diri bagi para pendatang juga tidak seketat dahulu,” tutur Khuzaeni.
Longgarnya pengawasan terhadap pendatang di Kabupaten Tegal pernah mengakibatkan sedikitnya enam orang terpapar Covid-19. Kejadian itu bermula ketika KH (34), pasien positif Covid-19 asal Kota Semarang, datang dan menginap di rumah kakaknya, EP (39), di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna. Kedatangan KH tidak diketahui oleh gugus tugas desa setempat.
Berdasarkan penelusuran kontak yang dilakukan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Tegal, EP, ST (57), A (7), dan H (54) terkonfirmasi positif Covid-19 setelah berkontak dengan KH. Tak hanya itu, dua dokter yang merupakan rekan sejawat EP juga diketahui positif Covid-19 setelah berkontak erat dengan EP, yakni HA (39) dan DAE (25).
Secara terpisah, Kepala Desa Dermasuci, Kecamatan Pengkah Mulyanto, mengakui, pengawasan yang dilakukan oleh gugus tugas tingkat desa tidak seketat pada awal-awal pandemi. Pendatang hanya diimbau, tidak diwajibkan karantina mandiri. Penyebabnya adalah anggaran untuk memberi bantuan pendatang yang dikarantina sudah tidak ada.