Pemerintah Perlu Antisipasi Dampak Lingkungan dari ”Food Estate” di Kalteng
›
Pemerintah Perlu Antisipasi...
Iklan
Pemerintah Perlu Antisipasi Dampak Lingkungan dari ”Food Estate” di Kalteng
Program ”food estate” atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah dinilai sebagai jawaban dari prediksi krisis pangan yang akan melanda dunia karena situasi pandemi. Program itu juga merupakan cadangan logistik nasional.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
KUALA KAPUAS, KOMPAS — Program food estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah dinilai bisa menjawab prediksi krisis pangan yang akan melanda dunia karena situasi pandemi. Meskipun demikian, pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan dampak lingkungan dari rusaknya gambut.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo di sela-sela kunjungannya ke Desa Bentuk Jaya di Kabupaten Kapuas dan Desa Belanti Siam di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, pada Kamis, (9/7/2020). Ia datang untuk mengunjungi dan memeriksa persiapan di lokasi lumbung pangan nasional.
Dalam kunjungan itu hadir pula Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran beserta jajaran pejabat daerah lainnya.
”Bukan hanya soal prediksi krisis pangan karena situasi pandemi, melainkan juga karena musim yang kian tidak bisa diprediksi,” ungkap Jokowi.
Bukan hanya soal prediksi krisis pangan karena situasi pandemi, melainkan juga karena musim yang kian tidak bisa diprediksi
Menurut Jokowi, tahun ini pihaknya baru akan menggarap program lumbung pangan di lahan seluas 30.160 hektar. Rinciannya, seluas 10.160 hektar di Kabupaten Pulang Pisau lalu 20.000 hektar di Kabupaten Kapuas. Jumlah total luasan itu hampir sama dengan setengah luas Provinsi DKI Jakarta.
”Lumbung pangan ini sudah dua minggu berjalan, terutama untuk urusan irigasi dahulu. Tahun ini 30.000 hektar (dikerjakan) terlebih dahulu, baru ditambah dalam satu setengah tahun sampai maksimal dua tahun ke depan,” ungkap Jokowi dalam sambutannya.
Jokowi menambahkan, setelah selesai mengerjakan 30.160 hektar tersebut, pihaknya akan menambahkan luas lahan lebih kurang 148.000 hektar dalam dua tahun ke depan. Harapannya lumbung pangan nasional itu akan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional bahkan ekspor ke luar negeri.
”Ini strategi cadangan logistik nasional yang nantinya akan dikelola sebuah badan. Nanti bisa saja pakai pola investasi dan dikerjakan BUMN atau skema lainnya,” ungkap Jokowi.
Dari pantauan Kompas, di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, pemerintah daerah sudah menyiapkan beberapa demplot kecil di atas lahan gambut tipis. Demplot itu ditanami berbagai sayuran. Di sekitar demplot itu terlihat tanah gambut yang belum dikelola.
Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat menjelaskan, Kabupaten Kapuas menjadi lumbung pangan terbesar di Kalimantan Tengah. Menurut dia, program tersebut akan memaksimalkan produksi sawah-sawah di Kapuas, termasuk di Kecamatan Dadahup yang dikunjungi presiden.
”Areal persawahan itu bukan di gambut dalam, itu gambut dangkal juga ada yang bukan gambut. Jadi ini lahan potensial dan sudah terbukti,” ungkap Ben Brahim.
Ben menambahkan, di kawasan Dadahup terdapat perkebunan sawit yang menjadi tempat bekerja 60 persen warga di kawasan itu. Dengan adanya progam lumbung pangan, ia optimistis bisa mengubah kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik.
“Di sini (Dadahup) itu kalau musim hujan bisa banjir saat kemarau kering dan terbakar, tetapi ini nanti akan menggunakan teknologi tepat guna, jadi bisa diantisipasi karhutla itu,” kata Ben.
Di Kabupaten Pulang Pisau, lahan seluas 10.160 hektar saat ini merupakan lahan sawah yang sudah mulai produksi. Sawah tersebut merupakan sawah yang dikelola oleh warga sekitar.
Secara nasional, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 865,35 miliar triliun untuk pelaksanaan program Padat Karya Tunai di Pulau Kalimantan. Program itu dikerjakan di 1.537 lokasi pengerjaan dengan harapan dapat memberdayakan 43.016 pekerja setempat selama 30-100 hari termasuk di Kabupaten Pulang Pisau.
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran menyampaikan, program lumbung pangan itu sebagian besar merupakan lahan yang sudah dikelola masyarakat. Program ini akan menambah hasil produksi padi.
”Dari sekian banyak provinsi, Kalteng yang dipilih untuk menjadi lumbung pangan nasional. Tentu saja harus disambut baik,” kata Sugianto.
Di Kabupaten Kapuas ataupun Pulang Pisau, lahan yang digunakan untuk program lumbung pangan nasional berada di atas lahan bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) tahun 1995. Proyek itu gagal karena mengeksploitasi lahan gambut sehingga menimbulkan bencana kebakaran hutan dan lahan hampir setiap tahun.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan, peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang melanda Kalimantan Tengah selalu terjadi setiap tahun. Tahun 2019, Kalteng menempati peringkat pertama lahan gambut yang paling luas terbakar dengan total luas mencapai 180.000 hektar atau dua kali luas Provinsi DKI Jakarta.
”Resiko kematian yang paling tinggi itu asma atau ISPA. Kami berharap seluruh masyarakat tidak lagi membakar lahan karena ini berisiko, apalagi jika ada yang terpapar Covid-19,” kata Doni.
Koordinator Nasional Pantau Gambut Iola Abas menyampaikan, hingga kini pemerintah belum pernah memublikasi lokasi pasti pengerjaan program itu diatas lahan gambut bekas Proyek PLG. Selain itu, pemerintah juga belum membuka hasil kajian yang mereka lakukan.
”Ujung-ujungnya jika gagal, masyarakat yang akan menerima risiko karena banjir dan kebakaran akibat rusaknya gambut. tetapi tidak pernah dijelaskan bahwa sawah itu benar-benar dibangun di atas lahan bukan gambut,” kata Iola.
Iola meragukan Indonesia saat ini menghadapi krisis pangan seperti alasan Presiden membuat program tersebut. Menurut dia, sawah tidak perlu dibuat di atas lahan gambut.
”Harusnya pemerintah saat ini mencermati pola rantai pasok pangan yang tidak ideal karena banyaknya pembatasan aktivitas berskala besar,” ungkap Iola.