Sekat Kanal Dirusak untuk Alirkan Kayu Gelam Ilegal
›
Sekat Kanal Dirusak untuk...
Iklan
Sekat Kanal Dirusak untuk Alirkan Kayu Gelam Ilegal
Empat sekat kanal di Suaka Margasatwa Padang Sugihan diduga dirusak oleh para penebang kayu ilegal untuk mempermudah penyaluran kayu melalui sungai yang ada di kawasan tersebut.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Empat sekat kanal di Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Sumatera Selatan, dirusak penebang kayu ilegal. Perusakan diduga untuk melancarkan penyaluran kayu gelam ilegal keluar dari kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan.
”Ada empat sekat kanal yang dirusak. Ukurannya bervariasi dengan ketebalan sekat kanal sekitar 1,7 meter,” kata Kepala Seksi Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah III Sumatera Harianto, Kamis (6/7/2020).
Kerusakan ini terkuak ketika dua minggu lalu pihaknya bersama petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Selatan melakukan pengecekan lapangan. Dalam pemeriksaan tersebut, lanjut Harianto, pihaknya menemukan sejumlah barang bukti, seperti beberapa kayu gelam yang dialirkan melalui sungai dan alat menyerupai dayung, yang kemungkinan digunakan untuk merusak sekat kanal. Sampai saat ini pihaknya masih mencari pelaku perusakan, termasuk mengungkap aktor di balik perusakan ini.
Sekat kanal ini diketahui dibangun Badan Restorasi Gambut (BRG) tahun ini untuk menahan air agar saat musim kemarau lahan gambut di Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan tidak kering. ”Risiko kebakaran pun dapat diminimalisasi,” ucap Harianto. Apabila lahan gambut kering, petugas akan kesulitan mencari sumber air saat kebakaran terjadi.
Kepala BBKSDA Sumsel Genman Suhefti Hasibuan mengatakan, pihaknya masih mengkaji apakah benar oknum warga itu merusak kanal atau membuka jalur baru. Ada kemungkinan oknum warga ini membuka jalur baru karena akses lain sudah ditutup sekat kanal.
Aktivitas penebangan liar di kawasan SM Padang Sugihan kerap terjadi. Bahkan, pada rentang waktu 2017-2019, belasan ribu batang kayu gelam dicuri oknum warga yang dibiayai pengusaha gelam. Sistem kerja mereka seperti tengkulak, warga akan dipinjamkan dana dalam jumlah tertentu, tetapi harus dikembalikan dalam bentuk kayu gelam.
Aktivitas penebangan liar ini menjadi salah satu penyebab terjadi kebakaran lahan.
Sebelumnya, aksi ini marak terjadi di Desa Sebokor, Kecamatan Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin. Namun, karena sudah ada pemberdayaan masyarakat di sana, kini aktivitas itu berpindah ke kawasan Gasing, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Genman mengatakan, memang sejak BRG dan BKSDA Sumsel membuat sekat kanal di SM Padang Sugihan, aktivitas penebangan liar jauh berkurang. Hal itu karena akses untuk mengeluarkan kayu dari kawasan SM Padang Sugihan semakin terbatas. ”Tahun lalu kami menyita ribuan batang kayu gelam dan menghancurkannya di tempat. Hal ini diharapkan dapat membuat mereka jera,” ucapnya.
Aktivitas penebangan liar ini menjadi salah satu penyebab terjadi kebakaran lahan karena biasanya sebelum menebang kayu gelam, mereka akan membakar dulu lahan di sekitar untuk menghilangkan rumput liar yang merambat di sekitar kayu gelam tersebut. Hal inilah juga yang menyebabkan tahun lalu, kawasan SM Padang Sugihan terbakar sekitar 45.000 hektar.
Genman mengakui, sulit untuk mendeteksi keberadaan para penebang liar ini karena mereka kucing-kucingan. Petugas juga tidak bisa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh karena luasan kawasan SM Padang Sugihan, yakni sekitar 88.148 hektar, tidak sebanding dengan jumlah petugas lapangan yang sekitar 60 orang.
Untuk itu, pendekatan kepada masyarakat sekitar SM Padang Sugihan terus dilakukan. Ada 15 desa yang berdiri di sekitar kawasan ini. Mereka akan diberikan bantuan untuk membuka usaha lain agar tidak lagi menebang kayu gelam.
Komandan Korem 044/Garuda Dempo Brigadir Jenderal Jauhari Agus Suraji menerangkan, pihaknya sedang menyusun rencana kontigensi agar penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) disesuaikan dengan kondisi lapangan. ”Setiap kawasan memiliki karakter yang berbeda sehingga penanganannya juga tidak sama,” kata Jauhari yang juga menjabat Kepala Bidang Operasi Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel.