Australia Tangguhkan Perjanjian Ekstradisi, Hubungan dengan China Panas
›
Australia Tangguhkan...
Iklan
Australia Tangguhkan Perjanjian Ekstradisi, Hubungan dengan China Panas
Pemerintah Australia, bersama pemerintah negara-negara lain, telah sangat konsisten menyatakan keprihatinan atas penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
CANBERRA, KAMIS — Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Kamis (9/7/2020), menangguhkan perjanjian ekstradisi antara negaranya dan Hong Kong. Canberra juga memberikan perpanjangan visa bagi warga Hong Kong yang ingin tinggal dan menetap di Australia dengan status izin tinggal tetap (permanent residency). Situasi itu membuat hubungan Australia-China, yang selama ini kurang harmonis, diperberat oleh isu Hong Kong.
”Pemerintah Australia, bersama pemerintah negara-negara lain, telah sangat konsisten menyatakan keprihatinan kami atas penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong,” ujar Morrison, Kamis, di Canberra.
PM Australia itu menambahkan, penerapan UU keamanan baru di Hong Kong membuat Canberra mulai menyusun penyesuaian dengan kondisi kekinian. ”Kami tengah melakukan penyesuaian dengan aturan kedaulatan kami, program imigrasi, dan hal-hal lain yang menjadi tanggung jawab serta yurisdiksi kami,” tuturnya.
Perjanjian ekstradisi Australia-Hong Kong ditandatangani pada 2007 oleh Alistair Peter Asprey, wakil Pemerintah Hong Kong, dan Frank Walker, pejabat tinggi Kejaksaan Agung Negara Bagian New South Wales.
Di dalam perjanjian yang berlaku sejak 2008 itu, kedua pihak dapat meminta ekstradisi siapa pun di dalam wilayah yurisdiksi hukum keduanya, yang dicari untuk dituntut atau tersandung hukuman pidana. Dalam 10 tahun ini, seperti dilansir BBC, terjadi dua kali proses ekstradisi di antara keduanya.
Morrison juga memperpanjang visa bagi 10.000 warga Hong Kong di Australia dan membuka pintu bagi puluhan ribu orang lainnya yang ingin memulai kehidupan baru di negara itu. Perpanjangan visa menjadi sekitar lima tahun tersebut membuka peluang bagi warga Hong Kong untuk memiliki izin menetap.
UU keamanan yang baru diberlakukan di Hong Kong dipandang Canberra sebagai upaya mematikan demokrasi dan kebebasan warga. Profesor Bing Ling, pakar hukum China di Universitas Sydney, dikutip ABC, mengatakan, yang dikhawatirkan Australia adalah risiko yang mungkin akan menimpa tersangka atau terpidana yang menjalani proses ekstradisi ke Hong Kong, tetapi akhirnya jatuh ke sistem peradilan China dan dipenjarakan di China. Dengan kondisi kekinian Hong Kong, tidak ada cara lain kecuali Australia harus menangguhkan perjanjian ekstradisi itu.
UU keamanan yang baru melarang apa yang dipandang Beijing sebagai kegiatan separatis, subversif, teroris, atau intervensi asing dalam urusan Hong Kong. Di bawah UU baru itu, polisi memiliki kekuatan besar untuk menangkap tanpa surat perintah serta memerintahkan penyelia internet dan platform untuk menghapus pesan yang dianggap melanggar undang-undang tersebut.
Kedutaan Besar China di Canberra menuding tindakan Australia sebagai pelanggaran serius atas norma hukum internasional. ”Kami mendesak Australia untuk segera berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan dalam negeri China. Jika hal ini tidak dihentikan, tindakan itu takkan bermanfaat apa pun kecuali akan menyakiti diri sendiri,” kata pernyataan Kedubes China di Canberra.
Global Times, corong Partai Komunis China, memperingatkan bahwa ”tidak seorang pun boleh meremehkan dampak terhadap ekonomi Australia dari semakin memburuknya hubungan bilateral jika Scott Morrison dan kabinetnya terus melakukan tindakan yang mengganggu masalah dalam negeri mereka.”