Perekonomian mulai menggeliat di jalur pantai utara Pulau Jawa dari Jawa Barat hingga ujung Jawa Timur.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Perekonomian mulai menggeliat di jalur pantai utara Pulau Jawa atau pantura dari Jawa Barat hingga ujung Jawa Timur. Warung, restoran, pusat oleh-oleh, hotel melati, hingga hotel berbintang yang ada di jalur pantura mulai ramai.
Namun, nilai transaksi baru sebatas cukup untuk menutup ongkos operasional. ”Awal Juli, pengunjung meningkat. Paling tidak cukup untuk menutup gaji pegawai dan biaya listrik. Untung belum ada,” kata Daud, pemilik toko oleh-oleh besar di Cirebon, Minggu (5/7/2020).
Tiga toko Daud mempekerjakan 45 orang. Selama pandemi, ia merugi lebih dari Rp 400 juta karena tak ada pembeli. Barang-barang di gudang toko rusak. Sebelum pandemi, pada akhir pekan, lebih dari lima bus singgah. Kemacetan acap terjadi. Sore itu, dua mobil saja yang singgah.
Pantura Brebes mulai ramai.
Geliat transaksi juga mulai tampak di sejumlah pusat oleh-oleh di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di toko telur asin HTM Jaya, misalnya, pembeli mulai berdatangan.
Sebulan belakangan, jumlah telur yang terjual sehari sekitar 700 butir, meningkat pesat dari masa awal pandemi yang 100 butir saja. ”Pantura Brebes mulai ramai,” ujar Dinah (53), pemilik toko.
Mayoritas pembeli di toko berasal dari luar kota, seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang. Untuk menekan risiko penyebaran Covid-19, Dinah meminta pegawainya memakai masker dan membersihkan tangan menggunakan gel pembersih sesering mungkin.
Kondisi itu berbeda dengan toko T, juga di Brebes. Di sana, pembeli tanpa masker bebas masuk dan memegang telur tanpa cuci tangan. Penjual toko telur asin itu juga tak mengenakan masker secara benar. Masker dibiarkan menggantung di leher.
Di ujung timur Jawa Timur, dampak pandemi pun dirasakan Heri Sampurno, pemilik Warung Lya di jalur pantura ruas Banyuwangi-Situbondo, Kecamatan Wongsorejo.
Rumah makannya biasa menghabiskan 100 ayam per hari, tetapi kini maksimal 30 ekor. ”Konsumen kami kebanyakan sopir logistik lintas pulau dari Jawa ke Bali hingga Lombok,” ujarnya.
Penginapan
Hotel-hotel juga menggeliat. Kepala Hotel Grand Mutiara Karawang Agus Solihin (28) mengatakan, selama pandemi, keterisian hotelnya paling banter 10 unit per hari dari total 50 kamar. Para tamu umumnya sopir angkutan atau pelintas keluarga.
Namun, protokol kesehatan masih dianggap enteng dan belum diterapkan seragam di penginapan. Di hotel melati di Kramat, Kabupaten Tegal, memakai masker, membersihkan tangan, dan mengecek suhu tubuh tak diberlakukan. Tamu dari luar daerah juga tidak dimintai surat bebas Covid-19.
”Kami tidak diminta menerapkan (protokol kesehatan) seperti itu. Tamu tahu sendiri,” kata Amir, resepsionis hotel. Sebulan belakangan, jumlah kamar yang dipesan 5-7 unit per hari. Total ada 31 kamar.
Meski demikian, ada juga penginapan yang menerapkan protokol lebih ketat. Manajemen hotel bintang dua di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, mewajibkan pengunjung memakai masker dan membersihkan tangan dengan gel pembersih saat masuk ruang resepsionis. Pengunjung dari luar kota juga diminta menunjukkan surat keterangan sehat.
Meskipun pelaku usaha mulai menjalani adaptasi kebiasaan baru, kasus positif Covid-19 di Tegal dan Brebes masih ada, dengan lebih dari 50 persen kasus positif adalah pelaku perjalanan dari daerah episentrum.
Kasus positif Covid-19 juga masih terjadi di Kota Cirebon. Tiga hari terakhir, 11 kasus baru positif dilaporkan di kota itu. Adapun di Kabupaten Cirebon tercatat enam kasus positif baru yang mayoritas adalah pelaku perjalanan.
Daya beli
Menurut kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), pandemi Covid-19 menurunkan pendapatan daerah, terutama di Jawa. Hal ini sejalan dengan penurunan produktivitas sektoral dan penyerapan tenaga kerja. Daerah yang pendapatannya turun signifikan adalah DKI Jakarta, Jabar, Banten, Jateng, dan Jatim. Penurunan pendapatan semua daerah di Jawa akan memengaruhi perekonomian nasional karena pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang Jawa dengan kontribusi 58-60 persen.
Kementerian Keuangan memproyeksikan pendapatan asli daerah di Jawa dan Bali merosot hingga 40 persen pada tahun ini. Pukulan pandemi Covid-19 terasa paling keras di daerah-daerah yang roda perekonomiannya digerakkan sektor jasa, pariwisata, dan manufaktur.
Menurut peneliti Indef, Esther Sri Astuti, pandemi Covid-19 mengganggu hampir semua kegiatan ekonomi di daerah, yang tecermin dari pelemahan daya beli. Maka, percepatan pemulihan ekonomi perlu dilakukan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jember Hestu Wibowo mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, ekonomi Sekar Kijang (wilayah eks Keresidenan Besuki dan Lumajang) pada 2020 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan 2019. ”Penerapan normal baru akan memberi pengaruh positif kinerja pariwisata di triwulan III-2020,” katanya.
Pemerintah Kota Semarang, Jateng, kemarin juga mulai mengizinkan pengoperasian 54 tempat hiburan dan wisata karena dinilai siap menjalankan protokol kesehatan ketat.
Meski demikian, menurut Joko Mulyanto, epidemiolog dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, tetap ada kekhawatiran terjadi lonjakan kasus seiring posisi Semarang Raya (Kendal, Semarang, Demak) yang diapit DKI Jakarta dan Surabaya yang lebih dulu merah. (IKI/MEL/XTI/GER/BRO/KRN/AIK/DIT)