Semua orang yang terinfeksi Covid-19 di Kabupaten Buol, Sulteng, dinyatakan sembuh. Meski sudah tak ada lagi kasus baru dan sembuhnya 57 orang tersebut, kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan tetap harus ditegakkan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
Di tengah masih mengganasnya pandemi Covid-19 di republik ini, dari Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, berembus kabar gembira. Semua pasien positif Covid-19 sembuh, kasus baru harian dalam tiga minggu terakhir tak ada lagi. Pelacakan kasus didukung kebijakan karantina wilayah menjadi kunci penanganan wabah.
Pusat Data dan Informasi Covid-19 Pemerintah Provinsi Sulteng, Minggu (5/7/2020), mencatat total 57 orang yang positif Covid-19 di Buol sembuh alias 100 persen sembuh. Tingkat kesembuhan itu masih bertahan tanpa adanya kasus baru harian dari tiga minggu lalu hingga Rabu (8/7/2020).
Kesembuhan orang terinfeksi tersebut merupakan angin segar setelah hampir tiga bulan daerah berpenduduk 130.000 jiwa itu didera kecemasan karena melonjaknya kasus positif Covid-10. Semenjak kasus positif pertama ditemukan pada pertengahan April 2020, kasus melonjak menjadi 37 kejadian tak sampai sebulan. Merespons kondisi itu, Pemerintah Kabupaten Buol menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), 12 Mei-10 Juni 2020. Pada periode itu, ada 13 kasus baru ditemukan. Empat kasus tambahan terjadi di luar masa PSBB sehingga ada 57 kasus positif Covid-19 secara kumulatif di daerah itu.
Buol merupakan daerah dengan kasus Covid-19 terbanyak di Sulteng. Daerah itu pula satu-satunya yang menerapkan PSBB. Kasus positif Covid-19 terbanyak kedua di Kota Palu dengan jumlah 44 kasus. Kasus positif Covid-19 di Sulteng saat ini mencapai 191 kasus dengan 164 orang sembuh atau sekitar 84,2 persen. Enam orang meninggal (3,14 persen).
Buol berjarak sekitar 350 kilometer arah utara Palu, ibu kota Sulawesi Tengah. Kabupaten itu berbatasan dengan Provinsi Gorontalo dan berhadapan dengan Laut Sulawesi. Jumlah penduduk Buol sekitar 130.000 jiwa dengan orang miskin 36.000 jiwa. Sektor perikanan dan pertanian menjadi andalan Kabupaten Buol.
”Sejak menetapkan PSBB, kami bekerja sangat serius. Satu pelaku perjalanan yang hasilnya reaktif dari tes cepat, kami telusuri semua riwayat kontaknya. Jadi, pelacakan itu yang kami lakukan untuk menemukan kasus lebih dini,” kata Wakil Bupati Buol Abdullah Batalipu, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Rabu (8/7/2020).
Total Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Buol mengantongi 1.127 pelaku perjalanan. Mereka mengikuti tes cepat. Sebanyak 171 orang di antaranya reaktif Covid-19. Tim lalu mengambil sampel usap tenggorakan (swab) mereka untuk memastikan ada tidaknya infeksi Covid-19. Dari identifikasi itulah, 57 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Walakin status kesehatan mereka yang positif dan reaktif Covid-19 orang tanpa gejala (OTG), Pemerintah Kabupaten Buol mengarantina mereka di rumah susun sewa sederhana. Langkah itu dilakukan agar aktivitas mereka terkontrol sehingga mempersempit risiko penularan lewat kontak dengan orang lain. Karantina mandiri di rumah masing-masing tak dipilih karena hal itu rentan dilanggar.
Kasus-kasus di Buol kebanyakan berasal dari kluster Ijtima Gowa. Kluster itu merujuk pada pertemuan akbar keagamaan pada pertengahan Maret 2020 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Meskipun pertemuan itu urung dilaksanakan, peserta dari sejumlah daerah di Indonesia dan sejumlah negara Asia telah berkumpul.
”Ada warga yang bilang positif Covid-19 bohong karena masih sehat, tapi Tim Gugus Tugas tetap bekerja mengejar mereka yang harus dites cepat. Dengan tetap patuh pada protokol kesehatan, saat ini kita menikmati hasil kerja keras semua pihak,” kata Abdullah.
Pelacakan untuk tes cepat di Buol bukan tanpa rintangan. Penolakan menguat pada puncak pandemi, April-Mei. Kepala Dinas Kesehatan Buol Rizal Naukoko menyebutkan, yang menolak orang yang memiliki perbedaan ”pandangan” terkait penanganan penyakit.
Total 1.127 orang yang dites cepat itu dilacak berdasarkan riwayat bepergian mereka. Setelah mereka ditangani, termasuk isolasi, penularan kasus baru tak signifikan. ”Pelacakan dan isolasi terkontrol menjadi kuncinya. Itu juga yang selalu kami sampaikan secara persuasif kepada warga sehingga bisa mengikuti penanganan yang kami laksanakan,” ujarnya.
Dengan tak adanya lagi kasus baru harian dalam sekitar tiga minggu terakhir dan sembuhnya semua orang terinfeksi virus, Buol kini memasuki masa transisi atau pemulihan menuju normal baru. Kantor-kantor pemerintah dan swasta kembali beroperasi penuh. Pemerintah juga mengizinkan kegiatan sosial, seperti kegiatan keagamaan dan hajatan. Namun, kegiatan dilangsungkan dengan pengawasan ketat dari aparat desa dan petugas kesehatan setempat. Kegiatan tersebut harus mengikuti pencegahan penularan Covid-19, yakni semua orang memakai masker, menjaga jarak, dan penyediaan tempat cuci tangan di lokasi acara.
Berperannya aparat desa mulai diberdayakan sejak PSBB tahap kedua dilakukan pada akhir Mei sampai pertengahan Juni. Saat itu, karantina wilayah dilakukan di tingkat desa dan kecamatan agar kontrol lebih gampang dilakukan. Warga hanya dibolehkan bergerak antardesa di dalam kecamatan.
”Kontrol terhadap penanganan Covid-19 saat ini di tangan aparat desa dan petugas kesehatan desa. Mereka yang sehari-hari berada di tengah masyarakat dan menjadi contoh warga setempat. Kami tetap mengontrol secara keseluruhan karena bagaimanapun kita tidak boleh lengah,” ujar Abdullah.
Di perbatasan antarkabupaten, pengawasan masih tetap berjalan. Pelaku perjalanan harus menunjukkan surat keterangan sehat minimal keterangan nonreaktif dari hasil tes cepat. Jam malam yang diberlakukan selama masa PSBB tak lagi diterapkan.
Moh Zukri (40), warga Buol, menyatakan, selama PSBB, pelacakan kasus dan pembatasan pergerakan serta aktivitas warga benar-benar dilaksanakan. Warga awalnya sulit diatur, tetapi perlahan-lahan menjalaninya. Konsistensi kerja pemerintah di lapangan menentukan diterima atau tidaknya kebijakan.
”Saya sebagai warga biasa belajar banyak dari pandemi Covid-19 ini. Asal semua bekerja serius sesuai dengan porsinya, masalah bisa diatasi dengan baik. Tugas saya selama masa ini, ya, di rumah. Kalaupun keluar rumah untuk hal yang penting dengan memakai masker dan jaga jarak,” ujarnya.
Dosen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako, Palu, Sulteng Adhar Arifuddin,menyatakan, penanganan wabah membutuhkan jejaring kerja hingga ke level terbawah, yakni desa/kelurahan. Partisipasi level desa/kelurahan sangat membantu mengindentifikasi riwayat pergerakan warga. Kunci pemutusan rantai penyakit menular dengan manusia sebagai pembawanya pada pembatasan dan kontrol pergerakan.
Sembuhnya semua orang terinfeksi Covid-19 di Buol berita gembira di tengah kecemasan warga di republik ini hidup di tengah pandemi. Disiplin menerapkan protokol di semua level masyarakat masih tetap keharusan karena kelengahan biasanya awal dari bencana yang bisa saja datang lebih besar.