Menumbuhkan Kesadaran Warga terhadap Ancaman Covid-19
›
Menumbuhkan Kesadaran Warga...
Iklan
Menumbuhkan Kesadaran Warga terhadap Ancaman Covid-19
Komunikasi risiko penularan Covid-19 yang dilakukan pemerintah dinilai belum efektif. Hal itu mengakibatkan kesadaran masyarakat terhadap penularan penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru tersebut masih rendah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Minimnya pemahaman yang benar akan penularan Covid-19 menyebabkan masyarakat tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Untuk itu, komunikasi risiko dari pemerintah, juga semua pemangku kepentingan, perlu diperbaiki agar upaya pencegahan bisa dilakukan dengan optimal.
Psikolog sosial Universitas Indonesia, Bagus Takwin, mengatakan, komunikasi risiko yang dipilih pemerintah saat ini kurang tepat untuk menciptakan kewaspadaan warga menghadapi pandemi. Penularan Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru itu merupakan kondisi tidak biasa, sedangkan pemerintah seolah memperlihatkan kondisi yang biasa saja.
”Komunikasi risiko perlu dijalankan lebih baik oleh pemerintah. Itu mesti dilakukan dengan tampil optimistik, tetapi harus tetap realistik. Situasi pandemi Covid-19 belum usai dengan penambahan kasus terus meningkat. Upaya pencegahannya pun belum dilakukan secara konsisten,” katanya, di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Menurut dia, informasi yang sifatnya optimistik seperti harapan untuk bisa mengatasi pandemi ini memang perlu disampaikan. Namun, jika informasi itu tidak disertai dengan kondisi realistis, masyarakat justru tidak bisa mengenali risiko yang terjadi. Akibatnya, masyarakat menjadi abai terhadap protokol kesehatan sehingga penularan penyakit menjadi makin luas.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, menilai, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah bisa berisiko meningkatkan potensi penularan Covid-19 di masyarakat. Secara epidemiologi, kasus penularan belum menurun secara signifikan, pelacakan kasus pun belum optimal, sedangkan kapasitas fasilitas kesehatan di sejumlah wilayah belum memadai.
Komunikasi risiko perlu dijalankan lebih baik oleh pemerintah. Itu mesti dilakukan dengan tampil optimistik, tetapi harus realistis. Pandemi Covid-19 belum usai dengan kasus terus meningkat.
Selain itu, penerapan zonasi risiko penularan kasus yang ditetapkan pemerintah perlu menjadi perhatian khusus. Pasalnya, wilayah Indonesia, khususnya yang berada di satu pulau, tidak memiliki batas wilayah jelas. Banyak pergerakan yang terjadi antarzona sehingga zona hijau sekalipun tidak menjamin risiko infeksi yang rendah.
Beragam latar belakang
Sosiolog Imam B Prasodjo menuturkan, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang benar terkait penularan Covid-19. Dengan keberagaman latar belakang masyarakat di Indonesia, pemerintah seharusnya bisa melakukan berbagai cara untuk menanamkan pemahaman tersebut.
Sebagian orang bisa menerima dan mengerti penjelasan yang disampaikan melalui televisi. Namun, tidak sedikit warga yang tidak bisa menerima informasi hanya lewat penjelasan satu arah seperti itu. Pemberdayaan tokoh masyarakat, mulai dari tokoh agama, tokoh budaya, seniman, hingga ketua wilayah, harus lebih masif.
”Penularan Covid-19 harus benar-benar bisa dipahami secara mendalam sehingga masyarakat sadar untuk melakukan upaya pencegahan. Jangan melakukan pencegahan seperti menggunakan masker dan jaga jarak karena takut. Ketakutan ini justru bisa menimbulkan kepanikan,” tutur Imam.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, penegakan hukum juga perlu ditingkatkan. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman serius dari penularan Covid-19.
Masyarakat yang abai akan protokol kesehatan dapat memicu terjadinya peningkatan kasus positif Covid-19. Jika peningkatan kasus terjadi secara pesat, rumah sakit tidak akan siap menampung semua pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dengan begitu, tenaga kesehatan dan pasien bisa menjadi korban.
Menurut pengamat ekonomi kesehatan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, pemerintah pun perlu menyampaikan kepentingan kesehatan harus bisa sejalan dengan kepentingan ekonomi. Kondisi yang terjadi saat ini justru kedua hal tersebut dipertentangkan.
Sejauh ini implementasi berbagai kebijakan untuk penguatan ekonomi di tengah pandemi masih lemah. ”Krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan sosial meningkat. Pemerintah daerah pun diharapkan bisa berperan aktif menyelamatkan nyawa warganya sekaligus memulihkan ekonomi,” katanya.