LPS Bisa Tempatkan Dana di Bank yang Memiliki Masalah Likuiditas
›
LPS Bisa Tempatkan Dana di...
Iklan
LPS Bisa Tempatkan Dana di Bank yang Memiliki Masalah Likuiditas
LPS punya tugas baru untuk menempatkan dana pada bank dengan masalah likuiditas. Tugas dan kewenangan itu di bawah payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah merinci kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam menangani permasalahan stabilitas sistem keuangan. Lembaga ini kini dapat menempatkan dana pada bank-bank yang dinilai bermasalah.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kini memiliki tugas untuk menempatkan dana pada bank dengan masalah likuiditas berstatus dalam pengawasan. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020 mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam menangani permasalahan stabilitas sistem keuangan.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah menerapkan skema untuk menempatkan dana di industri perbankan melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Saat menyampaikan keterangan, Jumat (10/7/2020), Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah memaparkan perbedaan tujuan penempatan dana oleh LPS dengan penempatan dana oleh pemerintah.
”Penempatan dana pemerintah bertujuan mendorong penyaluran kredit. Sementara penempatan dana LPS berguna sebagai bantuan likuiditas kepada bank yang berpotensi mengalami kegagalan,” ujarnya.
Meskipun belum ada kriteria pasti, Halim mengatakan, bank yang dapat menerima penempatan dana LPS bisa berasal dari bank yang berstatus bank dalam pengawasan intensif (BDPI). Bank dengan status yang berpotensi meningkat menjadi bank dalam pengawasan khusus (BDPK) juga masuk dalam kriteria bank bermasalah.
Hal lain yang membedakan penempatan dana LPS dengan penempatan dana pemerintah di bank peserta adalah bank bermasalah yang akan ditempatkan dana perlu memberikan jaminan atas penempatan dana LPS. Penjaminan diperlukan karena jika kelak mereka gagal mengembalikan penempatan dana, LPS dapat mengeksekusi aset yang dijaminkan.
”Penempatan dana ada agunan yang bisa berupa kredit, aset tetap pemilik bank, aset bank, atau juga bisa pengalihan saham yang dimiliki pemilik bank,” ujar Halim.
Merujuk pada PP No 33/2020, penempatan dana akan dilakukan selama maksimum enam bulan. Secara total nilai penempatan maksimum 30 persen dari aset LPS, sementara tiap bank maksimum bisa menerima penempatan dana 2,5 persen dari aset LPS. Saat ini, aset LPS mencapai Rp 128 triliun.
Penempatan dana LPS berguna sebagai bantuan likuiditas kepada bank yang berpotensi mengalami kegagalan.
Bank perantara
Sebagai salah satu bentuk mitigasi risiko menghadapi potensi krisis keuangan akibat pandemi, LPS akan mendirikan bank perantara yang bertugas menampung aset-aset berkualitas tinggi dari sejumlah bank gagal.
Secara umum, bank perantara bakal bertugas buat mengurasi sekaligus menghimpun sejumlah aset berkualitas bagus dari bank gagal. ”Jika sudah dirasa mencukupi, LPS kemudian bakal menjual bank tersebut kepada investor,” ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, LPS perlu mengajukan izin pendirian kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kepada Bank Indonesia (BI) dalam konteks keanggotaan sistem pembayaran nasional. Adapun jumlah bank perantara yang bisa didirikan LPS, lanjut Halim, akan sangat tergantung kebutuhan karena kegagalan bank tak bisa diprediksi.
Dihubungi secara terpisah, ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto, menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan likuiditas bank bermodal kecil dan menengah mengalami perlambatan sehingga berpotensi menjadi bank dengan pengawasan.
”Kondisi krisis ekonomi yang diakibatkan dari krisis kesehatan memang memukul perbankan secara industri,” ujarnya.
Jumlah bank perantara yang bisa didirikan LPS, lanjut Halim, akan sangat tergantung kebutuhan karena kegagalan bank tak bisa diprediksi. (Halim Alamsyah)