Pandemi Ancam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
›
Pandemi Ancam Pencapaian...
Iklan
Pandemi Ancam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Pandemi Covid-19 diproyeksikan akan memengaruhi upaya Indonesia dalam memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Upaya bersama, termasuk dengan dukungan swasta, diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Hilang atau berkurangnya sumber pendapatan masyarakat berdampak besar pada berbagai aspek kesejahteraan sosial mereka. Pengoptimalan sinergi para pihak diperlukan agar capaian target-target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 bisa menjadi lebih baik.
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widyasanti dalam webinar ”Sinergi Sektor Swasta dan Pemerintah dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial”, Kamis (9/7/2020), di Jakarta, mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak pada pencapaian sejumlah target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Pandemi memicu terjadinya krisis ekonomi dan sosial. Namun, berbeda dengan krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008 yang bersumber pada krisis pasar keuangan, krisis tahun 2020 ini dipicu oleh sektor kesehatan. Krisis kesehatan ini berdampak pada aktivitas ekonomi, baik sektor riil maupun pasar uang, serta aktivitas sosial seiring pembatasan sosial yang diberlakukan.
Karena situasi krisis saat ini tidak terduga, dampak sosialnya akan lebih terasa dibandingkan dengan krisis sebelumnya. Pandemi membuat banyak masyarakat kehilangan sebagian sumber pendapatannya. Bahkan, banyak di antara mereka benar-benar kehilangan penghasilan. Akibatnya, jumlah penduduk miskin diperkirakan akan meningkat.
Bappenas memproyeksikan jumlah penduduk miskin tahun 2020 lebih tinggi dibanding prediksi sebelumnya.
”Bappenas memproyeksikan jumlah penduduk miskin tahun 2020 lebih tinggi dibanding prediksi sebelumnya,” katanya. Sebanyak 10,86 persen penduduk akan berada di bawah garis kemiskinan. Itu lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan terakhir yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2019, yakni 9,22 persen.
Amalia menambahkan, setidaknya ada tiga tujuan SDGs yang akan terdampak dengan pandemi Covid-19. Ketiga tujuan itu adalah Tujuan 3 untuk memastikan kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua; Tujuan 4 adalah pendidikan inklusif dan berkualitas setara serta mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua; dan Tujuan 5 adalah kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan.
Tekanan besar pandemi pada sistem kesehatan Indonesia membukakan mata bahwa sistem kesehatan Indonesia belum sekuat yang dibayangkan. Masih lemahnya sistem kesehatan Indonesia itu terlihat dari terbatasnya fasilitas kesehatan khususnya di kota kecil, terbatasnya sumber daya manusia kesehatan, serta minimnya ketersediaan alat kesehatan khususnya di daerah.
Sementara itu, untuk sistem pendidikan, pandemi mengubah pola pikir selama ini bahwa sekolah harus dilakukan dengan tatap muka langsung. Pembatasan sosial yang dilakukan membuat pendidikan pun harus berubah ke sistem daring. Namun, kendala pembelajaran daring juga sangat besar, mulai dari kesiapan guru, infrastruktur telekomunikasi yang ada, hingga keterbatasan akses bagi masyarakat miskin.
Untuk pembangunan jender, pandemi makin membebani perempuan. Selama pembatasan sosial dan berpindahnya seluruh aktivitas di rumah, beban pekerjaan rumah yang ditanggung perempuan semakin banyak dan berat hingga membuat potensi dan ancaman kekerasan terhadap mereka semakin tinggi.
”Untuk menghadapi dampak Covid-19 itu, pemerintah tidak bisa mengatasinya sendiri,” kata Amalia. Kerja sama di antara pemangku kepentingan, khususnya sektor swasta atau bisnis dan pemerintah, perlu diperkuat hingga target-target dalam TPB (SDGs) bisa dicapai demi pembangunan yang berkelanjutan dan menyeluruh.
Ketua Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Sihol P Aritonang mengatakan, kerja sama antara swasta dan pemerintah untuk mencapai sejumlah target TPB efektif mengurangi ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang tertinggal dari capaian pembangunan sebagai prinsip TPB bisa dicapai.
”Jika semua swasta aktif menangani bisnis dan masalah sosial di sekitarnya, aksi kolektif itu akan berdampak maksimal,” katanya. Peran swasta penting karena untuk mencapai target TPB tidaklah mudah.
Sementara itu, Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan, peran swasta dalam mencapai target TPB tidak kalah penting dengan yang dilakukan pemerintah. Karena itu, pemerintah mendukung dan memberikan kesempatan luas bagi perusahaan untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan dan terlibat dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
”Kerja sama di antara berbagai sektor diperlukan untuk mempercepat penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan penduduk,” katanya.
Pemerintah mendorong tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bisa diprioritaskan pada kelompok masyarakat miskin, telantar, penyandang disabilitas, terpencil, memiliki ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, serta korban bencana atau juga korban kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Dengan demikian, pembangunan yang inklusif bisa makin ditingkatkan.
Tanggung jawab sosial perusahaan untuk pembangunan kesejahteraan sosial itu juga harus dilakukan dengan berpegang pada prinsip mutualitas atau saling menguntungkan, sensitivitas atau kepekaan dengan persoalan yang dihadapi masyarakat, proaktif untuk mengadvokasi kebutuhan orang yang dibantu, inisiatif atau atas prakarsa dunia usaha dan bukan paksaan kelompok tertentu, serta kemitraan antara dunia usaha, masyarakat dan pemerintah.
”CSR bukan sekadar donasi, melainkan juga investasi pada pembangunan kesejahteraan sosial sehingga swasta lebih dekat dengan masyarakat sebagai pengguna jasa dan layanannya,” tambahnya.