Pandemi, Harga Jeruk dan Apel di Malang pada Level Terbaik
›
Pandemi, Harga Jeruk dan Apel ...
Iklan
Pandemi, Harga Jeruk dan Apel di Malang pada Level Terbaik
Kenaikan harga disebabkan peningkatan permintaan buah selama pandemi Covid-19. Selain itu, impor buah juga belum diizinkan,
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 juga menjadi masa yang tidak normal bagi petani dan pedagang buah-buahan, seperti jeruk dan apel, di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di saat pandemi, harga buah justru melambung tinggi.
Muradin (57), salah satu petani di Desa Poncokusumo, Kecamatan Poncokusumo, mengatakan, saat ini harga jeruk siam pontianak dan siam madu di daerahnya mencapai Rp 10.000 per kilogram untuk yang berkualitas bagus dan Rp 7.000 per kg untuk kualitas terendah.
”Ini harga terbaik selama beberapa tahun terakhir. Biasanya, harga jeruk hanya Rp 4.000-Rp 5.000 per kg. Masyarakat banyak yang mencari buah saat ini. Mereka ingin mendapatkan vitamin untuk menjaga kesehatan,” ujar Muradin ditemui di kebun miliknya, Jumat (10/7/2020) sore.
Ia memiliki lahan jeruk siam pontianak dan siam madu seluas 3.000 meter persegi dengan jumlah tanaman 200 batang. Dalam satu musim panen, ia bisa memetik tujuh ton jeruk segar.
Sebelum menanam jeruk, Muradin dan sebagian besar warga Poncokusumo membudidayakan apel. Budidaya apel yang sulit dan rumit menjadi penyebab warga mengganti dengan komoditas lain dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut petani, harga jeruk di lereng selatan Gunung Semeru itu saat ini sudah sedikit turun dibandingkan satu bulan lalu. Sebelumnya, harga jeruk kualitas terbaik mencapai Rp 12.000 per kg dan Rp 8.000-Rp 9.000 per kg untuk kualitas rendah.
Untuk apel jenis manalagi dan rome beauty tembus Rp 10.000 per kg di tingkat petani. Padahal, kedua jenis apel itu biasanya hanya laku Rp 6.000-Rp 7.000 per kg.
Serbuan jeruk serupa dari daerah lain ke pasaran, seperti dari Jember dan Banyuwangi, menjadi penyebab menurunnya harga jeruk yang semula tinggi. ”Saat ini di Semboro (Jember) dan Banyuwangi juga mulai panen jeruk. Ini berpengaruh terhadap harga di Malang,” ujar Muradin.
Sukri (59), petani lain di Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, yang ditemui terpisah, mengatakan, harga apel saat ini juga bagus. Untuk jenis manalagi dan rome beauty tembus Rp 10.000 per kg di tingkat petani. Padahal, kedua jenis apel itu biasanya hanya laku Rp 6.000-Rp 7.000 per kg.
Untuk jenis anna saat ini Rp 9.000 per kg dari biasanya Rp 5.000 per kg. ”Biasanya apel banyak, pedagang tidak mau membeli dengan harga tinggi. Sekarang apel jarang. Hujan yang sering turun menyebabkan bunga apel muda rontok. Ini juga menjadi pemicu selain permintaan juga banyak,” ujarnya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar juga mengatakan bahwa permintaan buah-buahan, khususnya yang mengandung vitamin C, saat pandemi Covid-19 ini meningkat. ”Permintaan tidak hanya dari Malang, tetapi juga luar daerah,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jeruk di Kabupaten Malang pada tahun 2018 mencapai 1,32 juta ton dan apel 1,4 juta ton. Beberapa daerah utama penghasil jeruk di Kabupaten Malang adalah Kecamatan Poncokusumo, Dau, dan Karangploso. Apel banyak terdapat di Poncokusumo, Pujon, dan Tumpang.
Sementara itu, di Kota Batu, ditutupnya agrowisata akibat pandemi Covid-19 membuat keuntungan petani apel setempat turun. Jika biasanya mereka dapat untung tambahan dari kreativitas menyelenggarakan obyek wisata petik apel, saat ini mereka hanya dapat untung dari penjualan apel ke pengepul saja.
Pengurus Kelompok Tani Makmur Abadi (KTMA), Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Harno, mengatakan, sudah tiga bulan wisata petik apel yang pihaknya kelola tidak beroperasi. KTMA yang berada di lereng selatan Gunung Arjuno itu beranggotakan 80-an petani dengan luas lahan sekitar 70 hektar.
Pada hari-hari biasa, jumlah pengunjung petik apel mencapai 200-250 orang per hari, sedangkan pada hari libur dan akhir pekan jumlahnya meningkat dua kali lipat. Selain KTMA, di Batu terdapat sejumlah obyek wisata serupa.
”Kalau penjualan ke pengepul tidak ada kendala selama pandemi. Harga apel di tingkat petani saat ini hanya Rp 9.000-Rp 11.000 per kg tergantung kualitas. Sebelum pandemi, kami bisa menjual ke wisatawan (petik apel) Rp 20.000-Rp 30.000 per kg,” katanya.
Akibat kondisi ini, keuntungan yang didapat petani hanya cukup untuk menutup biaya operasional. KTMA sendiri belum memiliki rencana pasti kapan kembali membuka wisata petik apel. ”Sejauh ini sudah ada wacana (membuka wisata), tetapi keadaan Covid-19 di Malang Raya masih mengkhawatirkan. Jadi belum tahu kapan dibuka lagi,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi apel di Batu tahun 2018 sebanyak 54.532 ton. Angka ini lebih kecil dari tahun 2017 yang mencapai 55.891 ton. Kecamatan penghasil apel terbanyak ada di Bumiaji. Tahun 2018, Bumiaji menghasilkan 54.505 ton apel, disusul Kecamatan Batu 15,9 ton, dan Junrejo 10 ton (BPS 2018).