Pabrik Hitachi di Kabupaten Bekasi Kembali Beroperasi Normal
›
Pabrik Hitachi di Kabupaten...
Iklan
Pabrik Hitachi di Kabupaten Bekasi Kembali Beroperasi Normal
Salah satu gedung pabrik Hitachi di Kabupaten Bekasi sudah kembali beroperasi normal. Ini setelah hasil penelusuran 22 karyawan yang kontak erat dengan karyawan positif Covid-19 dinyatakan negatif.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Hasil tes usap tenggorokan 22 karyawan yang kontak dengan salah satu karyawan positif Covid-19 di salah satu pabrik Hitachi Indonesia di kawasan industri Kabupaten Bekasi dipastikan negatif. Salah satu gedung di kawasan pabrik yang sempat dihentikan kegiatan operasionalnya selama satu hari itu sudah kembali beroperasi normal.
”Tidak ada penambahan. Dua puluh dua karyawan, yang kontak erat, semuanya dari tes usap tenggorokan negatif," kata juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah, Jumat (10/7/2020), saat dihubungi dari Jakarta.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi Sutomo menambahkan, Apindo sudah menghubungi manajemen Hitachi Indonesia. Ia menjelaskan, karyawan yang positif itu tertular Covid-19 saat beraktivitas di luar perusahaan.
”Terus kemudian masuk ke perusahaan, satu orang itu saja. Perusahaan kemudian ambil kesimpulan untuk ditutup satu hari. Dan, yang ditutup hanya satu factory. Kalau tidak salah, hanya gedung S,” kata Sutomo.
Penutupan satu hari salah satu gedung produksi itu atas inisiatif pihak perusahaan sendiri dengan tujuan mencegah penularan meluas. Kondisi di perusahaan itu kini sudah kembali normal. Gedung yang sempat ditutup juga sudah kembali beroperasi seperti sedia kala.
Butuh keterbukaan
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Suhup mengatakan, secara umum, perusahaan di kawasan industri sudah berupaya semaksimal mungkin menerapkan protokol kesehatan secara ketat bagi karyawannya. Namun, selama ini yang menjadi kendala itu adalah mengawasi aktivitas karyawan saat di luar perusahaan.
”Ketika karyawannya kembali ke rumah atau ketika libur, perusahaannya tidak bisa mengawasi secara penuh. Jadi, kami sarankan kepada perusahaan untuk membuat aplikasi untuk memantau dan mengawasi karyawan agar bisa selalu terpantau,” kata Suhup.
Ketika karyawannya kembali ke rumah atau ketika libur, perusahaannya tidak bisa mengawasi secara penuh. Jadi, kami sarankan kepada perusahaan untuk membuat aplikasi untuk memantau dan mengawasi karyawan agar bisa selalu terpantau. (Suhup)
Kebijakan membuat aplikasi bagi karyawan sudah diterapkan salah satu perusahaan produksi elektronik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang. Langkah itu dinilai efektif mengawasi aktivitas karyawan di luar perusahaan dan mampu meminimalkan kasus Covid-19.
”Kami juga sudah rapat dengan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi. Kami minta peran manajemen untuk melakukan pengawasan dan pengendalian secara ketat. Sebab, kalau hanya tunggu dari aparat, sangat tidak mungkin karena kami sedikit,” kata Suhup.
Suhup juga meminta kepada manajemen perusahaan di kawasan industri untuk terbuka pada Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi. Selama ini, ada perusahaan tertentu yang kurang terbuka hingga terjadinya penyebaran yang meluas.
”Perusahaan mampu menangani hanya untuk karyawan. Tetapi, kalau penularan sudah sampai ke keluarga atau lingkungan, yang punya jaringan hanya pemerintah. Jadi, ketika ada yang positif, jangan disembunyikan. Sampaikan laporan kepada kami secara rinci,” kata Suhup.
Tes mandiri
Kasus karyawan di kawasan industri yang positif Covid-19 di Kabupaten Bekasi sejak masa adaptasi kebiasaan baru menjadi perhatian serius pemerintah daerah setempat, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ini terjadi setelah muncul kluster baru dari salah satu pabrik PT Unilever Indonesia Tbk di Kawasan Industri Cikarang. Saat itu, ada 21 karyawan dan 15 keluarga karyawan yang ditemukan positif Covid-19.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kemudian mengimbau seluruh kepala daerah di Jawa Barat untuk mewajibkan perusahaan besar di provinsi itu mengetes mandiri karyawannya. Tes mandiri itu berupa tes usap tenggorokan minimal 10 persen dari total keseluruhan karyawan di setiap perusahaan.
Menanggapi hal itu, Suhup mengatakan, permintaan dari Gubernur Jawa Barat masih sebatas imbauan. Namun, Pemerintah Kabupaten Bekasi sudah menindaklanjuti ke perusahaan-perusahaan untuk mengetes 10 persen dari total karyawan secara acak.
”Kalau perusahaan besar sudah lebih dari itu (tes PCR di atas 10 persen jumlah karyawan). Tinggal ketika ada yang positif, mereka perlu ada koordinasi dan harus terbuka kepada kami,” katanya.
Kalau perusahaan besar sudah lebih dari itu (tes PCR di atas 10 persen jumlah karyawan). Tinggal ketika ada yang positif, mereka perlu ada koordinasi dan harus terbuka kepada kami. (Suhup)
Sementara itu, menurut Sutomo, perusahaan di kawasan industri berencana mengadakan PCR mobile di kawasan industri. Namun, pengadaan PCR mobile tidak bisa hanya satu unit lantaran ada 10 kawasan industri dengan jumlah perusahaan yang cukup banyak di daerah itu. Pengadaan PCR mobile juga membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
”Jadi, kami masih pendekatan untuk mencari sumber pendanaan. Sebab, kalau minta ke perusahaan juga, perusahaan lagi susah karena dampak Covid-19,” kata Sutomo.