Stimulus Belum Berdampak, Petani dan Nelayan Belum Terjamin
›
Stimulus Belum Berdampak,...
Iklan
Stimulus Belum Berdampak, Petani dan Nelayan Belum Terjamin
Stimulus dan bantuan yang digulirkan pemerintah belum mengangkat kesejahteraan produsen pangan. Nilai tukarnya justru turun pada Mei-Juni 2020. Jaminan penyerapan hasil panen dengan harga layak jadi insentif terbaik.
Oleh
M Paschalia Judith J / BM Lukita Grahadyarini
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bantuan dan stimulus yang digulirkan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi di sektor pertanian serta perikanan dan kelautan dinilai belum berdampak signifikan. Para pelaku utama di sektor itu, yakni petani dan nelayan, justru makin terimpit di tengah pandemi Covid-19.
Nilai tukar petani (NTP), salah satu indikator yang hingga kini masih digunakan untuk mengukur kesejahteraan petani, termasuk pekebun, pembudidaya ikan, dan nelayan, justru turun di bawah 100 pada Mei dan Juni 2020. Artinya, daya beli dan kesejahteraan petani turun sebab pendapatannya tak cukup untuk membiayai kebutuhannya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, NTP pada Mei 2020 mencapai 99,47, sementara NTP Juni 99,6. Angka NTP yang di bawah 100 menunjukkan bahwa indeks harga yang dibayar lebih besar dibandingkan dengan indeks harga yang diterima petani. Sejumlah anggota Komisi IV DPR-RI, dalam rapat Selasa (7/7/2020), menilai, situasi itu mencerminkan bahwa stimulus dan bantuan pemerintah belum berdampak.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menggulirkan anggaran percepatan pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Stimulus digulirkan mulai April hingga akhir tahun, meliputi 23 jenis program atau bantuan bagi nelayan, pembudidaya, dan petambak garam.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan, Kamis (9/7/2020), berpendapat, survei KNTI di 5 wilayah, yakni Kota Semarang, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lombok Timur, Kota Medan, dan Aceh, menunjukkan, bantuan berupa sembako tidak optimal menyentuh pelaku usaha perikanan.
Survei menjangkau 2.600 pelaku usaha, antara lain nelayan kecil, anak buah kapal nelayan, pemilik kapal, dan buruh bongkar muat perikanan selama 15 Mei-9 Juni 2020. Hasilnya, bantuan hanya menjangkau sebagian kecil nelayan. Penyaluran bantuan tidak merata, terutama karena problem pendataan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyebutkan, sejumlah upaya ditempuh untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Upaya itu antara lain melalui penyaluran bahan pokok, produk ikan olahan, alat kesehatan, sarana prasarana produksi, penyaluran kredit, serta pendidikan dan pelatihan.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kata Edhy, pihaknya membagikan ikan kepada masyarakat daerah untuk meningkatkan imun tubuh. Program safari gemar makan ikan diperluas sekaligus untuk membantu penyerapan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah juga memfasilitasi digitalisasi pemasaran ikan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim penyaluran beberapa program bantuan telah selesai, antara lain Bakti Nelayan periode April-Juni 2020 berupa pendanaan 269 nelayan senilai Rp 9,67 miliar serta akad kredit 74 debitor senilai Rp 9,52 miliar, pembagian 13.707 paket sembako untuk nelayan dan-non nelayan, nasi ikan 36.732 paket, serta pembagian vitamin dan herbal untuk 8,428 nelayan.
Sementara dalam program Safari Gemar Ikan yang digelar Juni 2020 dibagikan paket ikan, segar dan beku, di 61 kabupaten/kota di 17 provinsi. Anggaran untuk program ini Rp 8,62 miliar dan terealisasi Rp 5,56 miliar (64,47 persen).
Adapun di sektor perikanan budidaya, penyaluran stimulus untuk pelaku usaha masih belum optimal. Paket bantuan 200 ton bibit rumput laut senilai Rp 6,95 miliar untuk periode Mei-Desember 2020 baru tersalur 41 ton atau Rp 950 juta (13 persen). Sementara stimulus perlindungan usaha pembudidaya kecil berupa asuransi senilai Rp 3,5 miliar untuk 5.000 hektar lahan budidaya baru terealisasi Rp 93,98 juta atau 2,6 persen.
Program pengembangan usaha garam rakyat periode Juli-Desember 2020, berupa integrasi lahan pergaraman dengan target 150 hektar, juga belum optimal. Anggarannya baru terealisasi Rp 5,24 miliar atau 22,83 persen dari target Rp 22 miliar.
Jaminan harga
Di Kementerian Pertanian, menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dalam paparannya pada rapat bersama Komisi IV DPR, Selasa (7/7/2020), realisasi anggaran yang difokuskan ulang untuk penanganan Covid-19 mencapai 42,72 persen dari Rp 2,65 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk dukungan pencegahan Covid-19, program pengamanan ketersediaan pangan, dan jaring pengaman sosial.
Sebelumnya, pemerintah juga berencana memberikan bantuan langsung tunai untuk petani mulai Mei 2020. Rencana ini belum jelas hingga kini. Namun, menurut Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia Guntur Subagja, bantuan langsung tunai hanya berdampak sesaat bagi daya beli petani. ”Agar (penggunaan anggaran) efektif, dampak bantuan semestinya berkesinambungan bagi petani,” ujarnya.
Menurut Guntur, bantuan mesti berorientasi pada daya produksi dan daya beli petani. Indikatornya ialah petani bergairah memproduksi pangan dan produktivitas pertanian meningkat.
Bantuan dengan dampak berkesinambungan itu bisa berupa pembelian produk pertanian dengan harga layak. Artinya, nilainya menutup ongkos produksi sekaligus memberi keuntung bagi produsen pangan, terutama ketika harga di tingkat petani tengah anjlok di bawah ongkos produksi.
Anggaran pemerintah bisa digunakan untuk membayar selisih antara harga di lapangan dan nilai pembelian di petani. Dengan cara itu, pemasaran hasil panen terjalin, sementara daya beli petani terjaga. Dengan adanya jaminan pendapatan, gairah untuk berproduksi pun tidak loyo.
Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir, agar lebih banyak produsen pangan yang merasakan manfaat, pemerintah perlu memberikan bantuan dalam wujud jaminan pembelian hasil panen dengan harga yang layak. ”Bantuan langsung tunai pada petani ini hanya menyasar 2,7 juta petani miskin. Jumlah ini tidak banyak,” ujarnya.
Sejak Mei 2020, pemerintah merencanakan menyalurkan bantuan langsung tunai kepada petani dengan dana Rp 600.000 selama tiga bulan berturut-turut dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19. Secara terperinci, Rp 300.000 di antaranya ditujukan untuk membantu kebutuhan petani sehari-hari dan Rp 300.000 lainnya sebagai bantuan untuk membeli sarana produksi pertanian seperti pupuk dan benih.
Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia Agus Ruli Ardiansyah menyebutkan, bantuan dari pemerintah yang menyasar langsung ke petani hingga saat ini belum ada. Anggotanya pun melaporkan belum ada bantuan khusus pertanian.
Pandemi Covid-19, menurut Agus, membuat situasi darurat yang berdampak pada penurunan penyerapan hasil panen petani. ”Petani sulit menjual hasil panennya, tak jarang dijual murah. Akibatnya, keberlanjutan produksi pertanian terganggu. Oleh sebab itu, pemerintah perlu membeli hasil panen petani ini dengan harga yang layak dan diintegrasikan dengan program bantuan pangan yang ada. Jaminan pembelian ini menjaga daya beli petani sekaligus keberlangsungan produksi,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyebutkan, realisasi program bantuan tersebut berada di bawah tanggung jawab Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan. Akan tetapi, pihak Kementerian Pertanian belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan.