”Tangan Besi” Arteta Mencengkeram Arsenal
Mikel Arteta lebih terlihat mirip seperti Pep Guardiola dibandingkan dengan Arsene Wenger. Kemiripan itu mulai tampak dari ketegasannya terhadap para pemain Arsenal, seperti Mesut Oezil.
Dua pemain utama Arsenal, Mesut Oezil dan Matteo Guendouzi, tak pernah terlihat lagi di dalam skuad ”Si Meriam London” pada beberapa laga terakhir. Mereka tidak cedera sama sekali. Hanya saja, sang manajer, Mikel Arteta, tak menginginkan keberadaan mereka.
Oezil dan Guendouzi seperti hilang ditelan bumi. Oezil sempat duduk di bangku cadangan saat laga-laga awal Arsenal dalam era normal baru. Kemudian, bintang asal Jerman itu menghilang begitu saja.
Sementara itu, Guendouzi tidak masuk dalam skuad di tiga laga terakhir. Pemain muda berbakat ini sempat menjadi pilar di beberapa pertandingan Arsenal. Namun, dia tiba-tiba menghilang setelah pertandingan melawan Brighton. Di akhir pertandingan tersebut, pemain berambut kribo itu terlibat keributan dengan pemain Brighton, Neil Maupay.
Ditanya tentang kabar pemainnya, Arteta tidak mau berkomentar lebih jauh. Sang manajer berkata, hanya pemain yang mau berada dalam satu kapal yang akan bertahan di Stadion Emirates.
”Pemain yang menghormati nilai yang akan kami terapkan. Mereka harus 100 persen berkomitmen terhadap kultur kami. Pemain yang siap untuk saling membantu, bertarung satu sama lain, dan menikmati bermain bersama,” kata Arteta menjelaskan kriteria pemain yang akan bertahan di tim, pekan lalu.
Meski sedikit samar, ucapannya memperjelas situasi yang terjadi di Arsenal. Untuk kasus Oezil, pemain berposisi gelandang serang itu memang bermasalah dengan etos kerjanya. Hal tersebut pernah diungkapkan dua manajer terdahulu, Arsene Wenger dan Unai Emery.
Oezil memang punya daya magis saat memegang bola. Namun, gestur tubuhnya selalu terlihat malas saat tim tengah bertahan atau kehilangam bola. ”Itu sangat memalukan karena dia punya bakat luar biasa. Tetapi, dia tidak mau kerja keras saat tim kehilangan bola. Wajar saja dia tidak mendapat tempat di Arsenal baru bersama Arteta,” ucap legenda hidup Arsenal, Martin Keown.
Pesan Arteta terhadap Oezil begitu jelas. Sejak sepak bola kembali bergulir, sang pemain flamboyan itu tidak mendapatkan kesempatan bermain satu menit pun. Arteta bahkan lebih memilih memainkan gelandang muda seperti Joe Willock. Padahal, kreativitas Oezil sangat dibutuhkan di dalam skuad yang minim pengatur serangan tersebut.
Akhir Guendouzi
Beda halnya dengan Guendouzi. Pemain berusia 21 tahun tersebut punya etos kerja luar biasa. Namun, Arteta menyoroti sikapnya yang kontroversial. Sikap itu tersorot saat dia mencekik pemain Brighton, Maupay.
Tak hanya mencekik, ucapan Guendouzi kepada Maupay juga bisa dibilang cukup kelewatan. Dia menyindir gaji Maupay dan rekan-rekan satu timnya yang rendah. Pemain-pemain itu diyakini tak akan menyamai gaji yang akan diterima Guendouzi dalam kariernya.
Arteta dikabarkan tidak menyukai gestur pemainnya tersebut. Bersama petinggi klub, Raul Sanlehi dan Edu Gaspar, dia mengadakan rapat dengan Guendouzi.
Di rapat itu, sang pemain justru tidak mau mengakui kesalahannya. Dia berdalih melakukan sikap tidak terpuji tersebut karena membela rekannya, Bernd Leno, yang dicederai Maupay.
Menurut France Football, kekesalan Arteta sudah mencapai puncak. Sebelumnya, Guendouzi juga pernah terlibat perkelahian dengan pemain senior, Sokratis Papastathopoulos, dalam sesi latihan. Kala itu, dia sempat menegur anak asuhnya. Akan tetapi, Guendouzi justru membalas nasihat sang pelatih dengan nada tinggi.
Manajer asal Spanyol itu sudah memberikan kesempatan kepada Guendouzi untuk meminta maaf. Namun, kesempatan itu dibuang begitu saja. Daripada menjadi duri dalam daging di tubuh Arsenal, Arteta memutuskan menjual sang pemain.
Sekarang, Oezil dan Guendouzi menjadi pemain terdepan yang akan dilepas ”Si Meriam” di bursa transfer mendatang.
Sekarang, Oezil dan Guendouzi menjadi pemain terdepan yang akan dilepas ”Si Meriam” di bursa transfer mendatang. Jika tidak ada klub yang menawar, keduanya akan dilepas sebagai pemain pinjaman. Tidak ada lagi tempat di klub itu bagi mereka.
Gaya Arteta
Keputusan Arteta melepas dua pemain, di tengah musim yang masih berlangsung, memperlihatkan ketegasannya. Walaupun tampak kalem, dia ternyata punya ”tangan besi” untuk memukul para pemain yang tidak mengikuti rencananya.
Meski sempat dilatih Wenger, gaya kepemimpinan Arteta sama sekali tidak mirip dengan manajer asal Perancis tersebut. Wenger lebih fleksibel terhadap pemainnya, terutama yang berusia muda.
Mantan manajer berjuluk ”Si Profesor” itu lebih seperti sosok guru sabar di sekolah. Buktinya, dia bisa tahan terhadap sindrom bintang seorang Oezil. Padahal, Oezil sudah beberapa kali berulah semasa dia menjadi manajer.
Gaya Arteta justru lebih mirip Manajer Manchester City Pep Guardiola. Kepemimpinan keduanya seperti orangtua yang disiplin. Gaya itu dipelajari Arteta saat menjadi Asisten Manajer Manchester City.
Guardiola merupakan manajer yang tanpa kompromi. Sepanjang kariernya, dia pernah melepas bintang seperti Zlatan Ibrahimovich dan Samuel Eto’o karena membangkang. Namun, di lain sisi, dia bisa membuat pemain megabintang, seperti Lionel Messi, menurutinya.
Nilai ”Sang Profesor”
Walaupun demikian, bukan berarti Arteta tidak mewarisi nilai-nilai Wenger. Arteta tetap membawa nilai ”Sang Profesor” yang selalu mengedepankan slogan klub, ”Victoria Concordia Crescit” atau kemenangan tumbuh melalui keharmonisan.
Arteta hanya merevolusi gaya Wenger. Dia tidak terpaku terhadap keharmonisan. Mantan gelandang itu menjadikan kedisiplinan dan kerja keras sebagai yang utama. Pengalaman bekerja di bawah Wenger dan Guardiola membuatnya tahu formula mana yang terbaik.
Dengan kedisiplinan dan kerja keras, maka akan muncul kemenangan. Dari kemenangan itulah mulai tumbuh keharmonisan. Penambahan unsur kedisiplinan dan kerja keras amat penting dalam mengubah mental pemain Arsenal. Arteta menginginkan mental juara tumbuh di skuad yang sudah tidak memenangi trofi liga sejak 2004 tersebut.
Keinginan sang manajer tecermin dalam wawancara pertamanya saat ditunjuk menukangi Arsenal pada Desember 2019. ”Saya ingin membuat kultur di klub ini yang membuat semuanya saling menghormati. Semuanya saling bekerja untuk apa yang akan kami capai. Itu adalah dasarnya. Dari situ kami akan mulai berkembang, lalu membuat identias bagi klub ini,” ucapnya.
Saat menyatakan pensiun pada 2018, Wenger meminta penerusnya menjaga nilai klub. Meski tak identik, Arteta berupaya menjaga relevansi nilai tersebut dengan pendekatan lebih ambisius, membawa tim menuju kesuksesan.
(AP/REUTERS)