Wisata untuk yang Sabar dan Patuh
Wisata di masa pandemi memadukan kepatuhan pada protokol kesehatan dan rasa ingin melepas rasa penat.
Jenuh dengan kondisi pandemi menjadi faktor utama yang memicu minat masyarakat untuk berwisata. Saat aturan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dilonggarkan, generasi milenial ingin kembali berwisata. Kota yang dibidik adalah Yogyakarta, Denpasar, Bandung, Malang, Jakarta, Medan, Lampung, dan Kendari.
Adapun Pantai Kuta, Puncak Bogor, Dunia Fantasi Ancol, Candi Borobudur, Danau Toba, dan Gunung Bromo adalah beberapa tempat favorit yang ingin segera dikunjungi.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas melalui telepon terhadap 1.007 responden di 17 kota besar di Indonesia pada 16-22 Mei 2020 itu menunjukkan keinginan masyarakat untuk berwisata cukup tinggi.
Di satu sisi, gairah berwisata itu menyulut harapan pemulihan sektor pariwisata yang terkena dampak pandemi Covid-19. Namun, di sisi lain, siapkah masyarakat untuk berwisata dengan aman?
Salah satu hal yang mesti dibiasakan di masa pandemi adalah memakai masker untuk mencegah penularan Covid-19. Namun, kebiasaan baru ini masih sering dilupakan. Padahal, ada beberapa hal baru yang juga mesti jadi kebiasaan selama pandemi Covid-19, di antaranya sering mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir dan tidak menyentuh muka. Jaga jarak juga diterapkan untuk mencegah terkena droplet.
Keinginan menjaga jarak menjadi pertimbangan Sesilia Dela P, warga Jawa Barat, untuk menunda wisata ke luar negeri bersama orangtua dan kakak-adiknya pada Juni lalu. Pertimbangan lain adalah kesulitan bepergian ke luar negeri.
Dela menghindari lokasi-lokasi yang berpotensi menimbulkan keramaian dan kerumunan orang, termasuk sejumlah tujuan wisata domestik. Ia mengkhawatirkan risiko penularan Covid-19.
Kekhawatiran calon wisatawan seperti Dela ini diantisipasi pelaku industri pariwisata. Hotel menerapkan standar kebersihan yang tak bisa ditawar-tawar untuk mencegah penularan Covid-19. Rasa nyaman merupakan salah satu faktor penting yang mesti dihadirkan pelaku industri pariwisata. Wisatawan yang sudah sekian lama mematuhi PSBB ingin menghilangkan penat dengan aman. Namun, wisatawan juga mesti mematuhi protokol kesehatan.
Protokol itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/382/Menkes 2020 yang berlaku mulai 19 Juni 2020. Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan turut mencegah penularan.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani beberapa waktu lalu menyampaikan, kebangkitan industri pariwisata sangat bergantung pada pergerakan manusia. Selain itu, masyarakat mesti merasa aman dan nyaman bepergian.
”Sepanjang ada kepercayaan orang untuk bepergian dengan aman dan nyaman, pariwisata akan meningkat. Sebaliknya, kalau (orang) tidak nyaman, maka (pariwisata) sulit meningkat,” kata Hariyadi.
Pelaku industri pariwisata berupaya menghadirkan kenyamanan dan rasa aman bagi pelancong. Caranya, menerapkan standar kebersihan dan kesehatan secara ketat.
Masyarakat mesti merasa aman dan nyaman bepergian.
Director of Communications Shangri-La Hotel Jakarta Debby Setiawaty mengemukakan, pihaknya meningkatkan layanan dan standardisasi, khususnya kebersihan, untuk meningkatkan kenyamanan dan kepercayaan tamu. Dengan demikian, tamu merasa aman untuk melakukan pertemuan, bersantap, dan menginap.
Langkah itu di antaranya penerapan jarak aman 1-1,5 meter untuk seluruh tamu dan kolega, termasuk pemasangan tanda-tanda pengingat di area publik hotel. Pembersihan dan penggunaan cairan disinfektan secara berkala pada seluruh area publik dan fasilitas publik. Metode pembayaran juga dilakukan secara digital.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Kurleni Ukar, Rabu (8/7/2020), mengingatkan agar pembukaan aktivitas wisata diiringi konsistensi dan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan.
Indonesia dinilai lebih riskan karena membuka perekonomian saat kasus Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda menurun. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara lain.
Bahkan, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, ada tambahan 2.657 kasus positif per Kamis (9/7). Dengan demikian, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, tercatat 70.736 orang terpapar Covid-19 di Indonesia.
Hal serupa pernah diingatkan Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO). Salah satu artikel di laman UNWTO menyebutkan, pemerintah mesti bergerak cepat dan memitigasi Covid-19 di dunia pariwisata.
Belum signifikan
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah, jumlah wisatawan belum tentu pulih signifikan meskipun sudah ada pelonggaran PSBB. Penyebabnya. vaksin Covid-19 belum ditemukan.
”Risiko penularan masih membayangi orang-orang yang hendak berpergian. Minat wisata akan besar kalau sudah aman,” katanya.
Akan tetapi, Budijanto telah meninjau sejumlah tempat rekreasi di area Lembang, Jawa Barat. Tujuan wisata di kawasan itu sudah menyiapkan berbagai sarana untuk memenuhi protokol kesehatan di tempat wisata dan tempat umum, termasuk penyesuaian kapasitas. Konsekuensinya, harga tiket masuk tempat wisata naik.
Risiko penularan masih membayangi orang-orang yang hendak bepergian.
Sementara pengelola Bandar Tour, Erty Ho, berencana membuka tur domestik pada Agustus-September. ”Namun, rencana ini bergantung pada jumlah kasus Covid-19 di Indonesia. Apabila masih meningkat, kemungkinan akan ada penyesuaian,” ujarnya.
Erty memaparkan, sebenarnya Bandar Tour juga memiliki paket mendatangkan wisatawan asing ke Indonesia. Namun, untuk saat ini paket itu ditiadakan. Begitu pula paket sebaliknya, yakni perjalanan wisata ke luar negeri, juga belum ditawarkan.
Menurut Erty, ia memilih untuk menunggu situasi aman dan kondisi pandemi Covid-19 sudah reda. Padahal, paket tur yang ia kelola sudah cukup lama berhenti, yakni sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan.
”Ada tur ke Belitung yang mestinya pada April, tapi dibatalkan,” katanya.
Nantinya, jika tur atau perjalanan wisata kembali dibuka, Erty sudah menyiapkan perangkat dan kelengkapan bagi pemandu wisata dan karyawan perusahaannya, serta bagi pelancong. Kelengkapan itu di antaranya masker dan cairan penyanitasi tangan.
”Kapasitas tur juga dikurangi hingga setengahnya,” katanya.
Secara terpisah, founder Breso Resto & Coffee, Sudrajat, memilih untuk mengandalkan pengunjung lokal. Seiring pembukaan mal di masa transisi pembatasan sosial, Sudrajat juga kembali membuka restorannya. Tujuannya, menjaga lapangan kerja bagi para karyawan.
Sudrajat berharap konsumsi masyarakat segera pulih sehingga bisnisnya juga terdongkrak.
Perihal protokol kesehatan, Sudrajat mengakui kapasitas restorannya dikurangi hingga setengahnya. Ia juga menyediakan tambahan masker dan cairan pembersih tangan bagi karyawan, serta menempatkan partisi untuk mencegah terkena droplet.
Baca juga : Destinasi Dibuka Bertahap, Pelaku Usaha Belum Disiplin
Adapun pemilik Rama Shop Hanny, Elvian Andreani, belum berencana membuka tokonya. Toko itu di Kuta, Bali. Alasannya, wisatawan juga belum banyak datang ke tujuan wisata nomor satu di Indonesia itu.
Untuk menyiasati penjualan yang merosot, Elvian memaksimalkan penjualan secara dalam jaringan. Dalam proses pengemasan dan pengiriman, pekerja yang terlibat menggunakan masker dan paket bagi pebeli disemprot cairan disinfektan.
Potensi
Dengan kondisi yang masih serba terbatas dan kesadaran pemerintah menjaga kesehatan, Budijanto memperkirakan, kunjungan wisatawan ke destinasi wisata lokal di dalam provinsi akan melonjak.
Meski demikian, Direktur Utama PT Pelni (Persero) Insan Purwarisya L Tobing mengatakan, sebenarnya masyarakat tetap memerlukan sarana untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun, pergerakan itu memerlukan usaha tambahan karena ada syarat tertentu yang mesti dipenuhi di masa pandemi Covid-19, yakni terkait kondisi kesehatan.
Oleh karena itu, Pelni berupaya memastikan agar orang yang sudah menempuh sejumlah usaha agar bisa bepergian merasa aman. Di atas kapal, pergerakan penumpang dibatasi. Selain itu, fasilitas kesehatan seperti poliklinik disediakan.
Pelni juga mencoba meyakinkan pemerintah daerah bahwa orang yang naik kapal Pelni akan aman, selamat, dan sehat. Dengan cara itu, diharapkan pemerintah daerah bersedia membuka pelabuhannya agar kapal Pelni bisa sandar.
Sebenarnya, Pelni tengah merintis cara kreatif untuk menarik minat masyarakat dan pelancong. Misalnya, dengan menawarkan kapal sebagai lokasi rapat. Fasilitas ini diminati, tetapi belum bisa diharap maksimal selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, menurut rencana, kegiatan ini akan didorong lagi setelah pandemi Covid-19 reda.
”Kami mencoba melihat peluang mengoptimalkan kapal-kapal Pelni. Tidak hanya mengangkut penumpang, tetapi juga aktivitas lain yang membutuhkan ruang,” katanya.
Khusus untuk kegiatan pariwisata, Pelni menyiapkan program untuk mengantar wisatawan ke beberapa daerah. Misalnya, kapal rute Semarang-Pulau Karimunjawa yang dalam setahun bisa membawa 12.000 orang.
Sebagian pelaku industri pariwisata sabar dan menunggu saat yang tepat untuk kembali bangkit. Bagi sebagian yang sudah menjalankan gerak roda kegiatannya, protokol kesehatan tak boleh dilupakan.