Sekalipun hasil Pemilu Singapura kembali dimenangi partai berkuasa, dukungan suara nasional menurun 8,7 persen dibandingkan dengan Pemilu 2015 yang mencapai 69,9 persen. Oposisi menambah empat kursi di parlemen.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SINGAPURA, SABTU — Sekalipun masih unggul, Partai Aksi Rakyat (PAP), partai yang berkuasa di Singapura, mulai mengalami penurunan dukungan rakyat. Hal itu setidaknya ditandai oleh menurunnya perolehan kursi di parlemen, sementara oposisi mengalami penambahan kursi.
PAP yang telah berkuasa selama 60 tahun mendapat 83 dari 93 kursi parlemen atau 61,2 persen suara yang terkumpul secara nasional (popular vote), Sabtu (11/7/2020). Pada pemilu lima tahun lalu, PAP mendapat 83 dari 98 kursi parlemen atau 69,9 persen suara nasional.
Pada Pemilihan 2011, perolehan suara PAP hanya 60,1 persen, terendah sepanjang sejarah. Sementara partai oposisi, Partai Pekerja (WP), mulai menunjukkan gigi dengan memperoleh 10 kursi di parlemen. Itu merupakan hasil terbaik yang dicapai oposisi Singapura sejak negara pulau itu merdeka.
Penyelenggaraan pemilihan di tengah pandemi Covid-19 tak mudah. Singapura memperpanjang waktu pemilihan hingga dua jam karena harus memastikan setiap pemilih mengenakan masker dan sarung tangan serta menjaga jarak fisik. Semula dijadwalkan buka pada pukul 08.00 dan tutup pukul 20.00, akhirnya molor sampai pukul 22.00 waktu setempat.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong terlihat kecewa dengan hasil perolehan suara partainya dan mengakui jumlah perolehan suara tidak sebanyak yang diharapkan.
”Hasil ini menunjukkan penderitaan dan ketidakjelasan yang dirasakan rakyat Singapura akibat krisis ini. Rakyat kehilangan pendapatan dan gelisah dengan urusan pekerjaan. Pemilihan ini suram,” ujarnya.
Singapura yang selama ini menjadi pusat perdagangan dunia terdampak parah oleh pandemi bahkan akan menghadapi resesi yang terparah sejak merdeka pada 1965.
Kemenangan
Di satu sisi PAP merasa menang. Namun, di sisi lain, Partai Pekerja sudah merasa seperti menang karena sebelumnya hanya memperoleh enam kursi. ”Saya sangat berterima kasih kepada pemilih. Masih banyak yang harus kita lakukan,” kata Sekretaris Jenderal Partai Pekerja Pritam Singh.
Para pengamat menilai dukungan untuk partai berkuasa menurun kemungkinan karena generasi muda Singapura menginginkan perubahan. ”Pemilih muda ingin suaranya didengar dan berpengaruh. Pemerintahan satu partai sudah tidak cocok dengan mereka di masa sekarang,” kata pengamat politik di Singapore Management University, Eugene Tan.
Lambat
Pelaksanaan pemilihan berlangsung lambat karena antrean panjang. Para pemilih harus menjalani protokol kesehatan dengan mengukur suhu tubuh sehingga waktu pelaksanaan mundur dua jam.
Kelambatan ini membuat kelompok oposisi, salah satunya Partai Demokratik Singapura, marah. Banyak agen pemilihan yang harus meninggalkan tempat pemilihan sebelum waktunya berakhir.
PM Lee yang berkuasa sejak 2004 dan sudah berencana hendak pensiun selama ini berkali-kali menganggap pandemi Covid-19 sebagai ”krisis generasi”. Ia memproyeksikan partainya sebagai kekuatan untuk mencapai stabilitas. Namun, pesannya tak sampai di masyarakat.
Sementara oposisi mendapat dukungan cukup banyak setelah adik PM Lee, Lee Hsien Yang, bergabung dengan oposisi, Partai Kemajuan Singapura. Namun, partainya tak memperoleh kursi parlemen.
PAP yang memimpin transformasi Singapura menjadi negara terkaya di dunia mendapatkan dukungan kuat meski kerap dituding sombong, bersekongkol, dan sering menyerang pesaing-pesaingnya.
Seperti ketika masa kampanye, sejumlah media dihantam undang-undang yang mengatur informasi hoaks yang kontroversial di Singapura.
Jaminan ketersediaan lapangan pekerjaan dan cara pemerintah menangani pandemi Covid-19 menjadi topik yang menjadi fokus perhatian para pemilih. Pemilihan kali ini dianggap sebagai langkah pemerintah untuk perlahan melakukan pergantian kepemimpinan ke generasi yang lebih muda. PM Lee diduga akan menyerahkan kekuasaan ke penerus yang ia pilih. (REUTERS/AFP/AP)