Harun, Joker, dan Maria Lumowa
Setelah Maria Lumowa, pemerintah dan aparat hukum ditantang menangkap dan membawanya kembali buronan seperti Sjamsul dan Itjih Nursalim serta Harun Masiku juga Joko Tjandra. Penangkapan kembali mereka bukti keseriusan.
Kisah skandal hukum di Tanah Air memang menarik. Kisah, peran, dan aktor terus berubah dan berganti. Pada Januari 2020, publik heboh dengan misteri Harun Masiku. Harun, calon anggota DPR, adalah tersangka kasus suap yang diburu KPK. Dia terlibat dalam suap terhadap komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Ia disebut ingin menggeser caleg saingannya berdasar Pemilu 2019.
Saat hendak ditangkap petugas KPK, Harun menghilang. Pergi ke Singapura. Namun, saat balik ke Jakarta dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, datanya tidak terpantau petugas imigrasi. Namanya tidak tercatat di pintu pelintasan imigrasi.
Baca juga : Perburuan Buronan Belum Berakhir
Setelah media menginvestigasi dan membuktikan Harun telah kembali, petugas imigrasi baru meralat keterangannya dan membenarkan Harun telah kembali ke Jakarta. Alasannya, informasi dari pelintasan imigrasi terlambat diterima. Vendornya salah. Dirjen Imigrasi Ronny Sompie diberhentikan.
Kisah soal Harun berlalu. Kini, muncul kisah buronan lain, Joko Sugiarto Tjandra. Joko atau sering disebut Joker buronan kasus hak tagih Bank Bali. Dia dihukum dua tahun penjara karena merugikan keuangan negara Rp 546 miliar.
Namun, sampai sekarang, Harun tetap misterius. Dia hilang. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, melemparkan tiga spekulasi. Harun telah ditembak mati, Harun disembunyikan, atau Harun sembunyi. Benarkah spekulasi Benny itu, tidak ada yang bisa membuktikan. Tetapi, faktanya Harun tidak muncul. Sementara persidangan Wahyu Setiawan terus berjalan.
Kisah soal Harun berlalu. Kini, muncul kisah buronan lain, Joko Sugiarto Tjandra. Joko atau sering disebut Joker buronan kasus hak tagih Bank Bali. Dia dihukum dua tahun penjara karena merugikan keuangan negara Rp 546 miliar.
Dia kabur dari Bandara Halim Perdanakusuma beberapa jam sebelum MA memvonis hukuman dua tahun penjara. Entah siapa yang membocorkan informasi vonis MA itu. Dia menghilang sejak 2009. Namanya dimasukkan dalam daftar pencarian orang dan interpol. Tahun 2014, namanya dikeluarkan dari daftar interpol. Entah dikeluarkan oleh siapa. Kasus Bank Bali mencuat dalam konteks politik Pemilu 1998-1999.
Dalam status buronan, Joker bukannya ditangkap. Dia datang ke Jakarta. Dibantu kuasa hukumnya, Joker mendatangi sejumlah kantor pemerintah, mengurus KTP elektronik di kelurahan. Tiga puluh menit selesai! Dari kelurahan, Joker ke PN Jakarta Selatan, pengadilan tempat dia disidangkan. Dia bersama pengacaranya mendaftarkan peninjauan kembali. Petugas pengadilan tidak ”menyadari” bahwa Joker adalah buronan kasus korupsi. Tak cukup dengan kantor kelurahan dan kantor pengadilan, Joker pun membuat paspor. Itu informasi dari Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Mencium informasi bakal ditangkap, Joker memilih absen dalam sidang PK. Menurut pengacaranya, Andi Kusuma, Joker sakit di Kuala Lumpur, Malaysia, berdasar surat dari klinik di Kuala Lumpur. Dua kali Joker absen di sidang. Menariknya, kedatangan dan kepergian Joker juga tidak terpantau di pelintasan imigrasi. Begitulah penjelasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Beberapa hari, kisah soal Joker jadi berita utama media. Kisah Joker menampar wajah hukum Indonesia. Menampar wajah republik. Seorang buronan yang seharusnya diburu dan ditangkap, tetapi datang sendiri dan luput ditangkap. Yang kena sanksi malah Lurah Grogol Selatan Asep Subahan yang memberikan KTP-el. Dia dinonaktifkan.
Kisah pun berpindah ke Maria Pauline Lumowa, pembobol BNI Rp 1,7 triliun. Dia diekstradisi dari Serbia melalui negosiasi. Yasonna menjemput Maria dari Serbia dan membawanya pulang ke Jakarta setelah 17 tahun buron. ”Dengan gembira, saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia,” kata Yasonna, melalui keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020). Jumpa pers dilakukan beberapa kali.
Kisah Maria tetap menyimpan misteri hukum dan politik. Dalam wawancara dengan wartawan Kompas, 8 Desember 2003, Maria menempatkan diri sebagai korban. Kasusnya pun dikaitkan dengan persaingan politik dalam Pemilu 2004.
”Bagaimana saya tidak takut. Belum apa-apa saya dituduh melakukan penipuan, melakukan pencucian uang, menculik pengacara saya (Dody Kadir), bahkan dituduh mengucurkan dana kepada para calon presiden…. Apa semua tuduhan itu betul,” kata Maria saat diwawancarai pada Minggu, 7 Desember 2003.
Beberapa perwira tinggi Polri waktu itu terkait dengan kasus pembobolan BNI, seperti Kabareskrim Komjen Suyitno Landung.
Dari kisah yang ada, kaburnya buronan selalu terkait dengan politik dan kekuasaan, termasuk kejahatannya. Ini jadi pertaruhan bagi pemerintahan Presiden Jokowi untuk membersihkannya.
Pada saat diwawancarai, Maria mengaku siap bertanggung jawab. ”Kalau dari BNI semuanya jelas dan saya dijamin masuk ke Indonesia, baru saya bersedia datang ke Indonesia untuk menjelaskannya kepada polisi. Saya tidak mau gara-gara ada orang merampok uang bank negaranya sendiri, lalu saya yang hendak dikorbankan. Seolah-olah sayalah yang harus menanggung risiko sehingga orang-orang yang terlibat dalam skandal Bank BNI tertutupi dan tidak akan ketahuan siapa sebenarnya yang membobolkannya. Bobolnya Bank BNI itu sudah terjadi sejak 2001, sedangkan saya baru meminjamnya ke Bank BNI pada Oktober 2002,” kata Maria.
Baca juga : Jalan Panjang Pulangkan Maria
Kisah penjemputan buronan oleh pejabat tinggi negara bukan hanya oleh Yasonna. Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso juga pernah menjemput buronan korupsi BLBI, Samadikun Hartono. Harian Kompas, 22 April 2016, menempatkan foto utama buronan kasus korupsi BLBI, Samadikun Hartono, dan Kepala BIN Sutiyoso tiba di Bandara Halim Perdanakusuma. Samadikun masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 21 Juli 2003. Samadikun dijemput Sutiyoso dari Shanghai, China. Jaksa Agung HM Prasetyo ikut menunggu Samadikun di depan gedung very important person lounge Bandara Halim.
Dari kisah yang ada, kaburnya buronan selalu terkait dengan politik dan kekuasaan, termasuk kejahatannya. Ini jadi pertaruhan bagi pemerintahan Presiden Jokowi untuk membersihkannya. Jadi, bagi Maria Pauline Lumowa yang kini sudah tertangkap, ini adalah momentum baginya untuk bernyanyi sekeras-kerasnya dan membongkar semuanya yang terlibat.