Hutan Bakau dan Pandan di Lembata Dibabat untuk Pariwisata
›
Hutan Bakau dan Pandan di...
Iklan
Hutan Bakau dan Pandan di Lembata Dibabat untuk Pariwisata
Hutan bakau dan pandan pantai di Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, dibabat untuk kepentingan pariwisata. Langkah Pemkab Lembata itu dikeluhkan warga.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Hutan bakau dan pandan pantai di Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang selama ini berfungsi sebagai pengamanan pantai dari abrasi, dihancurkan Pemerintah Kabupaten Lembata. Lahan akan digunakan untuk tempat rekreasi dan lapangan voli pantai.
Anggota DPRD Lembata, Yoseph Boli Muda, yang dihubungi di Lewoleba, Lembata, Sabtu (11/7/2020),, mengatakan, pembabatan hutan bakau dan pandan dengan alat berat itu tidak diawali musyawarah dengan masyarakat setempat. Masyarakat menolak kegiatan yang dilakukan Pemkab Lembata. Akan tetapi, mereka tidak mau beraksi karena takut ditangkap dan diinterogasi polisi.
”Saat kunjungan kerja DPRD di desa itu, mereka (warga) mengeluh soal penghancuran hutan bakau dan pandan setempat. Hutan itu selama ini berfungsi melindungi 1.122 warga dari ancaman abrasi pantai,” kata Yoseph Boli.
Hutan bakau dan pandan sepanjang 5 kilometer itu selama ini dikenal sebagai penahan gelombang dan abrasi pantai. Apalagi gelombang laut pantai selatan sangat deras menerjang. Selama ini, gelombang itu tertahan di hutan bakau dan pandan yang ada. Penggusuran dan pengalihan fungsi hutan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi kondisi pantai. Tidak tertutup peluang terjadi bencana di wilayah itu.
Bakau dan pandan yang tumbuh secara alamiah dipadukan dengan pasir putih yang sangat indah semestinya sudah bisa menjadi tempat rekreasi warga. ”Kalau hanya untuk tempat rekreasi dan lapangan voli pantai, tidak perlu menghancurkan hutan bakau dan pandan yang memagari desa. Kawasan pantai dengan pasir putih terbuka cukup tersedia. Semestinya wilayah itu dihijaukan kembali dengan tanaman bakau dan pandan, bukan sebaliknya,” kata Yoseph Boli.
Koordinator Divisi Media dan Komunikasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia NTT Dominikus Karangora mengatakan, pengalihan fungsi kawasan penyangga di pesisir desa Pasir Putih atau lebih dikenal dengan Desa Mingar itu merupakan tindakan yang tidak terpuji terhadap lingkungan dan histori masyarakat pesisir.
Pohon-pohon itu tumbuh ratusan tahun silam dan dihancurkan dengan alat berat hanya dalam waktu 30 menit.
”Tidak masuk akal jika ratusan pohon pandan dan bakau yang selama ini berfungsi untuk meminimalkan bencana abrasi dibabat hanya untuk kepentingan lapangan voli pantai. Membangun lapangan voli tidak harus membabat hutan bakau dan pandan yang ada,” katanya.
Pohon-pohon itu tumbuh ratusan tahun silam dan dihancurkan dengan alat berat hanya dalam waktu 30 menit. Mengembalikan hutan bakau dan pandan dengan kondisi seperti saat sebelum dihancurkan butuh waktu ratusan tahun lagi.
Sekretaris Kabupaten Lembata Paskalis Tapobali mengatakan, Desa Pasir Putih merupakan salah satu desa wisata yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangan Menengah Daerah Kabupaten Lembata. Obyek yang dijual dari desa itu adalah hamparan pasir putih yang indah dan memesona.
”Tetapi, untuk lebih menarik wisatawan berkunjung ke sana, kita perlu sesuatu yang lain, yakni menyediakan lapangan voli pantai di situ. Lapangan itu hanya berukuran 8 meter x 16 meter. Karena pemandangan ke arah pantai terhalang pohon pandan dan bakau, pohon itu dibersihkan. Pohon besar hanya 3-5 batang, yang lain setinggi lutut,” kata Paskalis.
Paskalis menyatakan, pemerintah sudah melakukan sosialisasi perihal pembangunan lapangan voli pantai kepada masyarakat. Proses penebangan berlangsung aman.