Isu-isu Krusial dalam RUU Pemilu Dibuat Alternatif Aturan
›
Isu-isu Krusial dalam RUU...
Iklan
Isu-isu Krusial dalam RUU Pemilu Dibuat Alternatif Aturan
Pembuatan alternatif pasal untuk isu-isu yang krusial dalam RUU Pemilu dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi perbedaan pendapat di antara fraksi-fraksi di DPR.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia Kerja Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat telah memasuki tahapan pembandingan dan kompilasi pendapat fraksi-fraksi dengan masukan pakar dan akademisi. Untuk memastikan pendapat dan masukan dari partai politik dan publik itu terwadahi, perumusan setiap pasal krusial dalam RUU Pemilu dilakukan dengan mencantumkan sejumlah alternatif pengaturan.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengatakan, perumusan pasal-pasal di dalam RUU Pemilu dengan menggunakan opsi atau alternatif-alternatif pengaturan itu bisa dilakukan dan pernah diterapkan dalam perumusan UU Pemilu sebelumnya.
”Beberapa opsi atau alternatif rumusan pengaturan akan dibuat untuk sejumlah pasal yang belum mendapatkan persetujuan dan ada perbedaan antara masukan fraksi-fraksi dan pandangan pakar atau ahli,” katanya, Jumat (10/7/2020).
Panja Penyusunan RUU Pemilu DPR telah meminta masukan dari para ahli, pekan lalu. Para ahli yang diundang berasal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berkecimpung dalam bidang pemilu dan demokrasi, serta mengundang para ahli dan pakar dari universitas.
Ahli yang diundang, di antaranya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Topo Santoso, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dan pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, masukan dari pakar itu sedang dikompilasikan dan dibuatkan matriksnya oleh tenaga ahli. Selanjutnya, pendapat-pendapat ahli itu akan dikirimkan kepada fraksi-fraksi untuk dikaji. Harapannya, masukan dari pakar dan ahli itu dapat menjadi salah satu pertimbangan dan landasan bagi fraksi-fraksi dalam menyikapi pengaturan di dalam RUU Pemilu.
”Saat ini, kami masih melakukan kompilasi pendapat ahli dan fraksi-fraksi. Kami sudah buat matriks pendapat ahli dan kita kirim ke fraksi-fraksi. Nanti, fraksi-fraksi mungkin saja ada yang menjadikan masukan ahli atau pakar itu menjadi bahan yang diusulkannya sebagai pandangan fraksi,” ucapnya.
Fraksi-fraksi sebelumnya telah mengirimkan pandangan mereka kepada Komisi II DPR. Namun, pandangan fraksi-fraksi akan dijaring kembali setelah rapat dengar pendapat umum dengan pakar dan ahli dilakukan, pekan lalu.
”Kami mengharapkan pendapat fraksi-fraksi itu diserahkan pada Selasa depan sehingga nanti langsung kita kompilasikan,” katanya.
Senada dengan Arwani, Saan mengatakan, pembuatan alternatif pasal untuk isu-isu yang krusial dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi perbedaan pendapat di antara fraksi-fraksi.
Misalnya, terkait dengan aturan ambang batas perolehan suara partai untuk diikutkan dalam penghitungan kursi dalam parlemen. Ada tiga pandangan, maka ketiga-tiganya akan dicantumkan secara alternatif dalam satu pasal.
”Bisa saja ada tiga alternatif karena ada yang mengusulkan naik menjadi 7 persen, itu menjadi satu alternatif. Ada pula yang menginginkan naik menjadi 5 persen, lalu berjenjang menjadi 4 persen dan 3 persen untuk parlemen di daerah. Alternatif ketiga ialah tidak ada kenaikan, yakni tetap 4 persen,” katanya.
Demikian pula untuk pengaturan tentang sistem pemilu, bisa dibuat dua alternatif pengaturan karena ada fraksi yang menginginkan sistem proporsional terbuka dan ada pula yang menginginkan sistem proporsional tertutup.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, penyerapan aspirasi masyarakat diharapkan bisa bermanfaat untuk perbaikan pengaturan pemilu di masa depan. Sejumlah hal perlu dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan selain isu sistem pemilu, ambang batas parlemen, dan ambang batas pencalonan presiden.
”Isu-isu itu memang penting bagi partai politik (parpol), tetapi RUU Pemilu perlu juga memberikan perhatian pada isu-isu terkait penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, pencarian keadilan pemilu, penanganan, dan pencegahan politik uang secara komprehensif, serta menjamin koherensi sistem pemilu dengan sistem politik, dan sistem pemerintahan,” ujarnya.