Pendataan dan Penampungan Pengungsi Rohingya di Aceh Tuntas
›
Pendataan dan Penampungan...
Iklan
Pendataan dan Penampungan Pengungsi Rohingya di Aceh Tuntas
Sebagian besar pengungsi etnis Rohingya di Aceh sudah berhasil diidentifikasi. Penempatan mereka di penampungan juga dipastikan selesai dilakukan pekan ini.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Luar Negeri memastikan pendataan dan penampungan puluhan pengungsi etnis Rohingya di Aceh rampung akhir pekan ini. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Jumat (10/7/2020), di Jakarta, mengatakan, pendataan itu dikoordinasikan dengan Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR). Penempatan mereka menggunakan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat.
Sebanyak 94 warga Rohingya, Myanmar, yang menumpang satu kapal kayu terdampar di Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, 24 Juni 2020. Mereka terdiri dari 15 laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 anak-anak.
Kapal pengungsi itu awalnya dilihat oleh sejumlah nelayan Aceh Utara. Kapal terombang-ambing di lautan lepas dan nyaris tenggelam. Saat ditemukan nelayan Aceh, kondisi imigran Rohingya terlihat lemah dan ketakutan. Mereka memberi isyarat meminta pertolongan. Sebelumnya, sekitar sebulan, kapal yang mereka tumpangi terkatung-katung di laut.
Retno mengungkapkan, hingga Jumat ini sebanyak 90 pengungsi sudah diidentifikasi oleh UNHCR. Sisanya dipastikan selesai diregistrasi pada Sabtu (11/7/2020). Pada Jumat kemarin, juga dipastikan penempatan seluruh pengungsi di tempat penampungan selesai dilakukan.
Mereka akan ditempatkan di kompleks Balai Latihan Kerja Lhokseumawe. Sejak diselamatkan dari lautan, mereka ditampung di bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe, di Gampong Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Aceh Utara.
”Proses itu memperhatikan protokol kesehatan Covid-19, termasuk pemberian paket alat untuk menjaga kesehatan pada seluruh pengungsi,” kata Retno dalam pernyataan pers.
Retno juga memastikan kebutuhan logistik disediakan dalam jumlah cukup bagi para pengungsi. Tenaga medis juga akan ditempatkan di tempat penampungan mereka.
Pemenuhan kebutuhan dasar, memberikan penampungan sementara, dan memberikan pelayanan kesehatan memang menjadi fokus utama Pemerintah RI bagi para pengungsi Rohingya itu, sebagaimana dikatakan Retno akhir Juni lalu.
Fokus itu dilakukan seiring dengan sejumlah upaya simultan penting guna menjawab isu pengungsi Rohingya. Selain itu, pemerintah juga menyelidiki adanya dugaan unsur penyelundupan dan perdagangan manusia terhadap pengungsi Rohingya.
Menurut Retno, terdapat 25 anak-anak tanpa keluarga di antara para pengungsi. Namun, kini mereka sudah mendapat pendampingan dari kalangan pengungsi lain. Sebanyak 13 anak-anak di antaranya mendapatkan pendampingan dari kalangan pengungsi sekalipun di antara mereka tidak ada jalinan hubungan darah.
Adapun sisanya mendapatkan status pendampingan dari pengungsi yang kebetulan adalah bagian dari keluarga besar anak-anak itu. Retno memastikan ke-25 anak itu telah terlacak keluarga intinya. Keluarga inti mereka berada di Malaysia dan atau Bangladesh.
Kejadian warga Rohingya terdampar ke Aceh bukan yang pertama. Terakhir terjadi di Bireuen pada 20 April 2018. Kala itu 76 warga Rohingya terdampar di Pantai Kuala Raja, Gampong Kuala Raja, Kecamatan Kuala, Kabupaten Bireuen. Mereka lalu ditampung di Gedung Balai Latihan Kerja Bireuen.
WNI anak buah kapal
Dalam kesempatan sama Retno juga menyampaikan perkembangan penanganan sejumlah kasus terkait warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di beberapa kapal ikan berbendera China. Kemenlu RI bersama Polri memastikan penegakan hukum dalam sejumlah kasus itu terus berjalan.
Kasus terbaru adalah kekerasan yang melibatkan dua kapal ikan China, yakni Lu Huang Yuan Yu 117 dan Lu Huang Yuan Yu 118. Satu WNI ABK ditemukan dalam kondisi meninggal di kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
Dua kapal itu dicegat dan dibawa aparat hukum RI ke Pangkalan TNI Angkatan Laut di Batam, Kepulauan Riau pada Rabu (8/7/2020). Retno menyebut adanya dugaan tindak kekerasan dan eksploitasi atas para ABK, termasuk WNI, di kapal Lu Huang Yuan Yu 117.
Penanganan kasus terdahulu atas beberapa WNI ABK di beberapa kapal ikan di milik perusahaan China juga berlanjut. Kasus-kasus itu melibatkan kapal Long Xin 369, 605, 606 dan Tian Yu 8. Untuk memenuhi hak asuransi atas para WNI yang meninggal, Kemenlu bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri menerbitkan akta kematian mereka.
Polri telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu. Guna melengkapi proses investigasi, Pemerintah RI juga minta warga negara China dihadirkan sebagai saksi dalam kasus itu.
”Permintaan itu telah disampaikan melalui Kedutaan China di Jakarta. Kita akan konsisten menegakkan keadilan bagi ABK WNI termasuk melalui mekanisme kerja sama hukum kedua negara,” kata Retno.