“Ingin terus menyebarkan agar perspektif tuli dan dengar setara. Ini nggak boleh ditinggalka,” kata Surya Sahetapy.
Oleh
Mawar Kusuma
·2 menit baca
Menjalani hari-hari kuliah di Amerika Serikat, Pegiat disabilitas yang juga penyandang tuli, Surya Sahetapy tetap terus mengkampanyekan kesetaraan terutama bagi orang-orang tuli. Jarak panjang yang membentang antara Indonesia dan AS tak menyurutkan langkahnya untuk terus terlibat dalam kegiatan komunitas tuli.
Seperti pada Sabtu (27/6/2020) pagi, Surya menjadi moderator webinar yang digelar Komunitas Handai Tuli bertajuk “Bagaimana Cara Menjadi Juru Bahasa Isyarat Tuli dan Dengar?” Surya memandu perbincangan yang mendatangkan pembicara para juru bahasa isyarat demi mendukung masa depan komunitas Tuli di dunia dengar.
Di AS, Surya pun terlibat aktif dalam kajian tentang orang tuli. Selain kuliah, ia bekerja di kampus sebagai asisten peneliti yang bekerja mengkaji data tentang kesehatan orang tuli di Amerika. “Ingin terus menyebarkan agar perspektif tuli dan dengar setara. Ini nggak boleh ditinggalkan,” kata Surya saat dihubungi Kamis (9 /7).
Mengantongi beasiswa Sasakawa-DeCaro Endowed Scholarship Fund dari Pemerintah Jepang, Surya sudah merampungkan kuliah setara D3 dengan predikat cum laude di Jurusan Associate of Science in Applied Arts pada tahun lalu, namun ia kemudian melanjutkan pendidikan S1 Bachelor of Science in International-Global Studies di Rochester Instituteof Technology New York.
Akibat pandemi, perayaan wisuda D3 yang seharusnya dilaksanakan pada pertengahan Mei lalu pun urung dilaksanakan. Ia hanya sempat berfoto memakai toga dan topinya. “Jauh-jauh kuliah disini tapi tidak bisa wisuda tetapi tidak apa-apa, masih ada kesempatan wisuda tahun depan, semoga,” ujar Surya.
Tinggal di wilayah pedesaan di Rochester, New York, kegiatan hariannya selama masa pandemi pun lebih banyak dilakukan dari kamar kos. Pekerjaan mengkaji data maupun kuliah juga dilakukan secara virtual dari kamar kos. Jika bosan, Surya biasanya akan menghirup udara segar dari balkon kamarnya.
Dari foto-foto yang ditunjukkannya, pemandangan hamparan hijau rumput memang bisa menjadi penyejuk di kala suntuk. Karena tinggal di pedesaan, ia pun terbebas dari dampak gelombang unjuk rasa yang sempat melanda Amerika. “Biasa saya ke balkon menikmati pemandangan dan dua minggu sekali keluar untuk belanja,” tambahnya. (WKM)