Ancaman Covid-19 dari Kluster Industri Bekasi Masih Mengintai
›
Ancaman Covid-19 dari Kluster ...
Iklan
Ancaman Covid-19 dari Kluster Industri Bekasi Masih Mengintai
Kebijakan tes massal Covid-19 di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sebatas imbauan. Potensi munculnya kluster baru Covid-19 di daerah itu masih menjadi ancaman.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kebijakan tes masif bagi karyawan perusahaan di kawasan industri Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, masih sebatas imbauan. Tanpa langkah tegas dari pemerintah daerah mewajibkan perusahaan melakukan tes masif, kluster baru Covid-19 dari kawasan industri masih berpotensi terjadi.
Dalam waktu kurang dari satu bulan, dua pabrik besar di Kabupaten Bekasi, yakni Unilever dan Hitachi, sejumlah karyawannya ditemukan positif Covid-19. Di Unilever, 21 karyawan dan 15 keluarga karyawan dari hasil tes usap (swab) tenggorokan terkonfirmasi positif Covid-19. Kasus itu kemudian menjadi kluster baru Covid-19 di daerah itu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Suhup mengatakan, pemerintah daerah hanya bisa mengimbau kepada perusahaan agar mengetes dengan metode usap tenggorokan minimal 10 persen karyawan di setiap perusahan. Hal ini karena sejauh ini belum ada aturan mengikat untuk mewajibkan perusahaan mengetes karyawannya.
”Sejauh ini respons perusahan positif. Dari perusahan besar mereka prinsipnya mau akan dilaksanakan tes Covid-19 untuk karyawannya,” kata Suhup, Minggu (12/7/2020), di Bekasi.
Saat kluster baru Covid-19 dari kawasan industri muncul di Kabupaten Bekasi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta kepala daerah di provinsi itu mewajibkan perusahaan mengetes minimal 10 persen dari total seluruh karyawan. Kawasan industri, menurut Kamil, akan mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Namun, kata Suhup, sejauh ini belum ada dasar hukum atau aturan mengikat, baik dari gubernur maupun bupati untuk mewajibkan perusahaan mengetes karyawannya. Langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah kepada perusahaan pun hanya sebatas imbauan.
Karyawan sulit diawasi
Mencegah penularan Covid-19 di lingkungan perusahaan juga dinilai tidak mudah. Sebab, perusahaan memiliki akses terbatas untuk memantau aktivitas karyawannya saat di luar perusahaan. Apalagi, para karyawan yang bekerja di kawasan industri domisilinya tersebar di Jabodetabek hingga Karawang.
”Jadi, kami berharap setiap perusahaan itu punya aplikasi yang bisa memantau gerak-gerik karyawan selama 24 jam. Karena kalau mereka di perusahaan itu aman, tetapi pergerakan mereka di rumah, saat liburan, bisa saja berkerumunan (berpotensi tertular Covid-19),” kata Suhup.
Kebijakan membuat aplikasi bagi karyawan sudah diterapkan salah satu perusahaan produksi elektronik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang. Langkah itu dinilai efektif mengawasi aktivitas karyawan di luar perusahaan dan mampu meminimalisasi kasus Covid-19.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bekasi Sutomo mengatakan, perusahan menyambut baik permintaan Gubernur Jawa Barat untuk mengetes minimal 10 persen dari total karyawan perusahaan kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Kawasan industri berencana mengadakan PCR mobile yang bisa digunakan di kawasan industri.
Namun, pengadaan PCR mobile masih dibahas bersama Pemerintah Kabupaten Bekasi. Ini karena biaya untuk mengadakan PCR mobile membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Selain itu, di Kabupaten Bekasi ada 10 kawasan industri sehingga butuh lebih dari satu unit PCR mobile.
”Jadi, kami masih pendekatan untuk mencari sumber pendanaan. Sebab, kalau minta ke perusahaan juga lagi susah karena dampak Covid-19,” kata Sutomo, Jumat (10/7/2020).
Anggota DPR Komisi IX, Obon Tabroni, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, Unilever dan Hitachi merupakan perusahaan multinasional yang selama ini dikenal baik dalam menjamin kesejahteraan karyawannya. Itu pun masih kebobolan hingga ada karyawannya yang ditemukan positif Covid-19.
”Perusahaan seperti itu saja kena (karyawan ditemukan positif Covid-19). Saya pesimistis dengan perusahaan kecil lain yang akses tes susah dan perlindungan karyawannya lemah,” kata anggota DPR Fraksi Partai Gerindra itu.
Obon, yang juga tokoh buruh Indonesia dari Serikat Pekerja Metal Indonesia itu, menambahkan, permintaan dari Gubernur Jawa Barat untuk mengetes minimal 10 persen dari karyawan jangan dinilai sebagai pengeluaran yang memberatkan perusahan. Sebab, perlindungan pada karyawan merupakan salah satu bentuk investasi demi menjaga keberlangsungan produksi perusahaan.
”Buruh harus dilihat sebagai bagian dari investasi perusahan. Kalau buruhnya sehat, otomatis kegiatan produksi di perusahan berjalan lancar,” ujarnya.