Ketika Dewi Fortuna Bersahabat dengan ”Si Nyonya Besar” ketimbang ”Sang Dewi Maut”
Keberuntungan ada pada Juventus ketika ”Si Nyonya Besar” menjamu Atalanta, di Stadion Allianz, Minggu (12/7/2020) dini hari. Juventus menahan imbang Atalanta lewat dua tendangan penalti yang kontroversial.
TURIN, MINGGU — Dewi Fortuna alias dewi keberuntungan lebih memihak kepada Juventus ketika ”Si Nyonya Besar” menjamu Atalanta di Stadion Allianz, Turin, Italia, Minggu (12/7/2020) dini hari. Betapa tidak, lewat dua hadiah penalti yang berbau keberuntungan, Si Zebra berhasil selamat dari ancaman Sang Dewi Maut dari Bergamo sehingga laga tersebut berakhir imbang 2-2.
Laga antara Juventus dan Atalanta memang dinaungi kontroversi. Dua hadiah penalti untuk Juventus paling menyita perhatian. Hadiah penalti pertama untuk Juventus terjadi pada menit ke-54. Saat itu, tangan gelandang bertahan Atalanta, Marten de Roon, terkena bola hasil tendangan penyerang Juventus, Paolo Dybala, yang melepaskan umpan silang dari sisi kiri permainan Juventus. Sejatinya, tangan De Roon tidak aktif untuk menghalau bola, tetapi pasif untuk melindungi tubuhnya.
Hadiah penalti kedua untuk Juventus terjadi di pengujung laga atau ketika waktu tambahan. Saat itu, tangan penyerang Atalanta, Luis Muriel, terkena bola hasil tendangan penyerang Juventus, Gonzalo Higuain, yang melepaskan umpan di dalam kotak penalti Atalanta. Kali ini, tangan penyerang asal Kolombia itu juga tidak aktif, tetapi terkena bola liar dari tendangan Higuain tersebut.
Kendati demikian, kubu Juventus seolah tak peduli dengan kontroversi yang terjadi. Megabintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo, yang ditunjuk sebagai algojo dua hadiah penalti itu pun melaksanakan tugasnya dengan optimal. Dia mampu mengonversi dua hadiah tersebut sebagai gol di menit ke-55 dan ke-90 laga yang dipimpin wasit Piero Giacomelli itu.
Sebaliknya, Atalanta menjalani laga dengan meyakinkan. Walau sebagai tamu, mereka tetap tampil ngotot. Terbukti, selain tetap menunjukkan agresivitasnya, dua gol mereka pun lahir dari skema permainan terbuka yang apik.
Gol pertama Atalanta dilesatkan oleh penyerang asal Kolombia, Duvan Zapata, pada menit ke-16. Di kotak penalti Juventus, Zapata mampu meneruskan sodoran kapten timnya, Papu Gomez, dengan sepakan kaki kanan yang keras mendatar sehingga tak mampu dibendung penjaga gawang Juventus, Wojciech Szczesny.
Gol kedua Atalanta diciptakan oleh gelandang asal Ukraina, Ruslan Malinovskiy, pada menit ke-80. Setelah menerima umpan rekannya, Muriel, dari sisi kiri permainan Atalanta, Ruslan melakukan kontrol satu sentuhan sebelum melesatkan sepakan keras di dalam kotak penalti Juventus. Bola yang meluncur bak meriam itu tak mampu dijangkau dan dihalau Szczesny.
Dengan hasil itu, Juventus tetap kokoh di puncak klasemen dengan 76 poin dari 32 laga. Untuk sementara, mereka aman dari kejaran Lazio yang tumbang 1-2 dari Sassuolo di Stadion Olimpico, Roma, Sabtu (11/7/2020). Hasil itu membuat ”Si Elang Biru” tertahan di peringkat kedua dengan 68 poin dari 32 laga.
Sementara Atalanta tetap di urutan ketiga dengan 67 poin dari 32 poin. Klub yang berdiri 17 Oktober 1907 itu semakin dekat dengan peringkat kedua dan membuat jarak dua poin di atas Inter Milan yang berada di posisi keempat dengan 65 poin dari 31 laga.
Kekecewaan Gasperini
Dikutip Football-Italia seusai laga, Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini tidak bisa menutupi kekecewaannya terhadap hasil laga tersebut. Bagi pelatih berusia 62 tahun itu, timnya telah bermain lebih baik ketimbang Juventus. Mereka mengendalikan permainan hampir di sepanjang laga. ”Tentu saja, kami kesal dengan hasil ini karena kami layak untuk menang. Tapi, dalam sepak bola, performa baik saja tidak cukup (untuk menang),” ujarnya.
Kemenangan Atalanta memang seperti dicuri oleh dua hadiah penalti yang ada. Bahkan, Gasperini pun mempertanyakan kinerja wasit Giacomelli. Sebab, menurut pelatih kelahiran Grugliasco, Italia, 26 Januari 1958, itu dua handball (bola menyentuh tangan) yang menyebabkan dua penalti tersebut bukan suatu kesengajaan. Dua handball itu terjadi pada tangan yang pasif, bukan aktif.
”Apa yang harus kita lakukan, potong tangan? Paling banyak Anda bisa meletakkan lengan di depan tubuh Anda. Ini bukan penalti pertama seperti ini yang kami lihat, ada banyak hal sepanjang musim, dengan banyak tim. Kegilaan dan interpretasi aturan tidak sama di sini seperti di tempat lain. Negara-negara lain tidak memberikan hukuman seperti itu,” katanya.
Terlepas dari itu, Gasperini tetap puas dengan performa timnya sejauh ini. Dirinya pun tetap menaruh hormat kepada Juventus. Baginya, Juventus tetap tim terkuat di Italia. Klub berjersei hitam-putih itu juga tidak akan membiarkan begitu saja peluang scudetto atau juara Serie A musim ini lepas begitu saja, lebih-lebih di kandang sendiri.
”Kami terus tumbuh setiap tahun. Kami tidak memiliki karakter seperti ini ketika bermain di kandang Juventus pada masa-masa sebelumnya. Lagi pula, Juventus adalah juara bertahan Serie A dan berpeluang untuk mempertahankan gelar itu musim ini. Mereka tidak akan membiarkan gelar itu pergi,” tutur Gasperini.
Buah perubahan taktik
Pelatih Juventus Maurizio Sarri, dikutip Football-Italia, menuturkan, hasil seri itu bukan keberuntungan, melainkan hasil perubahan taktik yang dilakukan timnya pada babak kedua. Seusai turun minum, pelatih berusia 61 tahun itu mendorong garis pertahanan timnya lebih tinggi dengan permainan sedikit agresif. Itu memungkinkan mereka lebih sering memenangi duel perebutan bola di lini tengah.
Strategi tersebut untuk meredam agresivitas permainan Atalanta. Tak pelak, Juventus bisa lebih mengendalikan permainan di babak kedua. ”Menghadapi Atalanta saat ini merupakan tantangan yang sulit bagi semua tim, bukan hanya kami. Mereka datang dengan rekor sembilan kemenangan beruntun di Serie A. Kami tidak terlalu tajam malam ini ketimbang laga sebelumnya (menghadapi AC Milan di San Siro). Tetapi, kami bisa bertahan lebih baik dan konsisten selama 90 menit,” ujarnya.
Menurut Sarri, itu merupakan hasil yang adil dari kerja keras yang telah dilakukan timnya sepanjang laga tersebut. Juventus rela menderita selama laga demi mendapatkan satu poin tersebut. ”Atalanta merupakan salah satu tim terbaik saat ini. Seperti kata Pep Guardiola (Pelatih Manchester City), menghadapi Atalanta seperti pergi ke dokter gigi. Anda bisa mengakhiri dengan baik, tetapi Anda harus merasakan sakit,” katanya.
Bek Juventus Leonardo Bonucci, dikutip Football-Italia seusai laga, mengutarakan, timnya tidak bisa pasif atau berdiam diri menunggu ketika menghadapi lawan yang agresif dan penuh energi seperti Atalanta. Untuk itu, mereka tampil lebih agresif atau berupaya meladeni permainan Atalanta di babak kedua. Hasilnya, mereka bisa mengatasi dua kali ketertinggalan di laga tersebut.
Kendati demikian, lanjut Bonucci, hasil menghadapi Atalanta bukan penentu scudetto. Baginya, perjalanan tim masih panjang, yakni masih bersisa enam laga lagi. Di sisi lain, poin mereka belum benar-benar aman, yakni baru unggul delapan poin atas Lazio di urutan kedua dan sembilan poin atas Atalanta di urutan ketiga. ”Kami belum bisa membuat perhitungan scudetto saat ini. Kami tidak boleh melepaskan gas di setiap laga hingga kami bisa mengunci juara secara matematis,” katanya.