Uskup Amboina: Abaikan Isu Sesat, Protokol Kesehatan Harus Tetap Ketat
›
Uskup Amboina: Abaikan Isu...
Iklan
Uskup Amboina: Abaikan Isu Sesat, Protokol Kesehatan Harus Tetap Ketat
Semua pihak diharapkan menolak isu yang menyebutkan Covid-19 merupakan hasil rekayasa. Isu menyesatkan itu dapat menghambat penanganan pandemi. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan memberi penjelasan yang meyakinkan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC mengimbau warga tak termakan isu yang menyebutkan pandemi Covid-19 adalah hasil rekayasa. Virus SARS-CoV-2 nyata ada dan telah menimbulkan kematian hingga ratusan ribu jiwa di seluruh dunia. Untuk itu, protokol kesehatan wajib dijalankan dengan ketat hingga pandemi berlalu.
Imbauan Uskup Mandagi itu disampaikan kepada Kompas seusai memimpin perayaan ekaristi di Katedral St Fransiskus Xaverius, Kota Ambon, Maluku, pada Minggu (12/7/2020). Perayaan itu berlangsung tanpa umat dan disiarkan secara daring melalui kanal Youtube. Perayaan tanpa umat itu sebagai bentuk dukungan gereja Katolik Keuskupan Amboina dalam percepatan penanganan Covid-19.
Menurut Mandagi, narasi yang menyatakan Covid-19 adalah rekayasa kini banyak beredar di media sosial. Senada dengan hal itu, ada juga narasi menyesatkan bahwa Covid-19 merupakan proyek dan ada oknum-oknum tertentu yang mengambil untung dari situasi pandemi ini. Warga yang minim pengetahuan paling rentan termakan isu sesat itu. ”Orang-orang dengan mudah percaya,” ujarnya.
Ia mengajak semua pihak bahu-membahu memberikan pencerahan kepada masyarakat. Tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan tokoh agama harus berperan optimal di setiap komunitas. Media arus utama pun diharapkan mengambil peran lebih besar untuk menjernihkan informasi tersebut. Kepercayaan publik terhadap media arus utama, terutama isu kesehatan dan kamunusiaan, masih sangat tinggi.
Mandagi menilai, jika narasi-narasi menyesatkan seperti ini terus dibiarkan, akan berbahaya. Orang-orang akan menganggap Covid-19 tidak ada dan diikuti sikap tak peduli terhadap protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Pada akhirnya, angka penularan akan semakin meningkat dan korban jiwa berpotensi bertambah. Akibatnya, penanganan virus pun semakin sulit.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo di Ambon, Senin (6/7/2020), mengatakan, media arus utama dianggap telah berperan besar dalam memberikan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat sebagai bagian dari upaya penanggulangan Covid-19. Sekitar 63 persen keberhasilan sosialisasi ditentukan media. Media diminta ikut menjernihkan narasi-narasi yang menyesatkan.
Jika narasi-narasi menyesatkan terus dibiarkan, akan berbahaya. Orang-orang akan menganggap Covid-19 tidak ada dan diikuti sikap tak peduli terhadap protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
”Isu bahwa Covid-19 ini rekayasa, tolong sama-sama dibantah. Bukan hanya oleh pemerintah pusat, bukan hanya oleh Menteri Kesehatan, melainkan semua komponen bangsa harus menjelaskan kepada rakyat. Korban jiwa seluruh dunia telah mencapai lebih dari setengah juta orang. Di Indonesia lebih dari 3.000 orang. Jangan anggap enteng Covid-19,” kata Doni.
Namun, Mandagi memahami munculnya rasa keragu-raguan, bahkan ketidakpercayaan, masyarakat terkait Covid-19. Hal itu muncul dari sejumlah penanganan Covid-19 di daerah yang tidak sesuai harapan warga. Hal itu semakin diperparah dengan dugaan ketidaktransparan pemerintah. Potongan-potongan fakta itu lalu membuat orang menyimpulkan ada ketidakberesan dalam penanganan Covid-19.
Mandagi meyakini masih terbuka kesempatan bagi pemerintah untuk berbenah, melakukan perbaikan, dan bersikap transparan. Isu yang berkembang di publik sebaiknya langsung ditanggapi dan diberi penjelasan secara meyakinkan agar publik paham. Dengan demikia , anjuran dan imbauan pemerintah akan kembali ditaati.
Pemerintah dinilai tidak memberi porsi yang seimbang antara penanganan dari sisi kesehatan dan dampak ekonomi.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin tergerus dengan tekanan ekonomi yang kini berat. Pemerintah dinilai tidak memberi porsi seimbang antara penanganan dari sisi kesehatan dan dampak ekonomi.
Ketidakpercayaan publik itu berpotensi melahirkan pembangkangan dan perlawanan terhadap pemerintah. Di Kota Ambon, tanda-tanda itu sudah muncul. Berulangkali, mahasiswa dan pedagang pasar menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Balai Kota Ambon. Mereka menolak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar. ”Dinamika semacam ini harus direspons secara bijak sehingga tidak membesar dan meluas,” ujarnya.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Meikhyal Pontoh menyampaikan terima kasih atas kerja sama semua pihak, termasuk dukungan publik terhadap penanganan Covid-19 di Maluku. Laju penambahan kasus Covid-19 berkurang, sedangkan angka kesembuhan meningkat signifikan dalam satu bulan terakhir.
Hingga Minggu malam, jumlah kasus positif covid-19 di Maluku sebanyak 874 dengan angka kesembuhan 564 atau 64,5 persen. Adapun jumlah kematian 17 pasien. Dari 11 kabupaten/kota di Maluku, masih ada tiga wilayah yang masuk zona hijau, yakni Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Tanimbar, dan Kepulauan Aru.